"Kami hidup di sebuah negara dengan tingkat persaingan dan tekanan yang tinggi, Noona. Kami dituntut untuk mempertahankan diri, kalau tidak, hidup kami bisa berhenti."
Inari menganggukkan kepalanya.
Tersirat nada sedih dari cara bicara Sehun terhadap negaranya sendiri.
"Kami harus sempurna agar bisa bertahan." Sehun terkekeh geli dengan pandangan menerawang ke luar jendela.
Dia masih duduk menyamping, menghadap tubuh Inari yang duduk tegap ke depan. Sesekali, Sehun mencuri pandang. Menatap wajah ayu Inari dari samping, lalu membuang tatapannya ke arah jendela.
"Kau mungkin tidak bisa membayangkan bahwa untuk menghadapi ujian, anak sekolah di negaraku rela kekurangan waktu untuk tidur. Beberapa dari mereka bahkan banyak yang pindah dan tinggal di ruang belajar daripada di rumah.
Setelah lulus, nyatanya tantangan hidup lebih keras lagi. Cita-cita, karir, semuanya menentukan siapa yang layak bertahan dan siapa yang tidak. Aku ... salah satu dari mereka yang lelah dengan tantangan yang tidak berkesudahan itu, Noona."
Inari menahan napasnya sambil memilin jemari lentiknya di pangkuan. Sehun terdengar sedih, tapi sangat terbuka.
Entah bagaimana mulanya, tapi Inari mulai bisa meraba perasaan Sehun. Sehun sedang didera permasalahan hidup yang tinggi.
Itu bisa ia baca dari sorot mata Sehun yang sayu tapi bersinar. Menyiratkan bahwa Sehun sedang pura-pura baik-baik saja.
Juga dari senyum Sehun yang manis tapi tidak tulus. Menyiratkan bahwa Sehun terpaksa baik-baik saja.
"Kenapa? Kau hidup dalam keadaan serba kekurangan di sini, Oppa?" Inari menoleh sekilas. Menatap wajah tampan Sehun yang bersandar ke bangku. Kupluk jaketnya setia menutupi kepalanya. Anak rambutnya kadang bergoyang. Sedangkan wajah dingin dan putihnya kadang memberikan ekspresi yang membuat Inari sedikit was-was.
"Tidak. Aku punya segala-galanya yang aku mau, Noona."
"Lalu kenapa kau lelah dengan tantangan itu?"
"Karena aku, ingin berhenti hidup untuk dunia. Aku ingin hidup untuk diriku sendiri, Noona."
Inari tersenyum lalu kembali menoleh ke arah jendela.
Jendela di kereta api yang sedang berjalan itu seperti dunia.
Pemandangannya hanya lewat sekilas. Yang bagus bisa jadi kelihatan buruk. Yang buruk bisa jadi kelihatan bagus.
Tidak ada yang pasti. Karena kereta api terus bergerak. Seperti halnya dengan keberadaan waktu di dunia ini.
"Setidaknya, masih ada semua hal yang kau mau itu yang bisa kau miliki, Oppa," ujar Inari, membuat Sehun terhenyak dan menelan ludahnya sekilas.
"Kau terlalu sibuk dengan duniamu yang penuh tantangan itu sehingga kau lupa bahwa dunia bukan hanya milikmu saja. Dunia ini luas. Masih ada banyak dunia yang belum kau lihat hingga kau mengira kau lah yang paling sedih atas tantangan itu."
Inari mengambil ponsel dari tas ranselnya. Lalu mengetikkan sebuah tulisan di browser dan menyerahkannya kepada Sehun. Sebuah artikel soal negara Somalia terpampang di depan Sehun sekarang.
"Somalia tidak pernah bangkit sejak menjadi daerah jajahan Inggris. Walau sekarang sudah berbenah, Somalia tetap saja menjadi salah satu negara paling miskin di dunia. Kau boleh bilang dunia begitu menyedihkan dan membuatmu lelah kalau kau tinggal di sana."
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEAR IT TO THE SKY! ✔
Fanfiction***Sehun Exo Fanfiction - InaHun Book 1*** Jika karena tertawa, membuat fans dan pendukung yang tidak setuju menjadi berduka, maka dari itulah Sehun dilarang bahagia, dilarang jatuh cinta. Jika karena berduka, membuat orang lain memberi tanggapan ba...