Democracy Park hanya berjarak kurang dari 2KM dari Busan Station Plaza, ditempuh dengan berjalan kaki seperti orang gila. Jauh dan lelahnya seolah menguar ke udara. Sebabnya, Inari dan Sehun melontarkan banyak hal, menceritakan banyak kisah, dan menertawakan banyak kata, mulai dari yang lucu betulan, sampai yang tidak lucu sama sekali.
Sehun tetap berjalan di samping Inari.
Kadang, menggandeng tangan Inari dengan sangat erat. Bahkan, tak jarang, Sehun merangkul Inari, melindungi gadis itu dari tabrakan dengan bahu pejalan kaki yang lain.
Ini pengalaman pertama bagi Inari. Sehun adalah teman jalan yang sangat intim. Mereka bisa menjadi sedekat itu hanya dalam waktu yang sangat singkat.
Terlintas satu hal di pikiran Inari, pasti ada sesuatu yang salah dari dirinya. Sehun tidak mungkin begitu saja terkesan dengannya hanya karena tragedi salah peron, atau obrolan remeh-temen sepanjang perjalanan dari Seoul ke Busan.
"Woah, gila, kita berjalan begitu jauh hanya demi makan siang di tempat ini. Makanan di kotak-kotak ini pastinya sudah dingin. Kau tidak apa makan makanan dingin? Kalau tidak suka, buang saja. Kita cari restoran di dekat sini."
Sehun menoleh ke arah Inari yang mulai bermain dengan kamera mirrorless-nya. Gadis itu sibuk mengambil foto. Mengabaikan Sehun yang baru sadar bahwa dari tadi dia sudah bicara sendirian.
Sehun berdecak sebal.
Tapi, dia membiarkan Inari memotret sesuka hati.
"Noona! Kita makan dulu, foto-fotonya dilanjutkan nanti saja!" Sehun nyaris berteriak. Inari bahkan terlihat semakin menjauh. Mengikuti hasrat traveling-nya yang suka kagum dan menikmati suasana di sekelilingnya.
Sehun mendengus ke sekian kalinya, lalu menyeret langkahnya mendekati Inari yang berdiri tepat di bawah monumen taman itu.
Kepalanya ikut menengadah seperti Inari. Sehun tidak terlalu terkesan dengan taman itu sebenarnya, di Korea, ada taman yang lebih bagus lagi. Tapi, taman itu salah satu yang penting untuk negaranya, karena Democracy Park dibuat untuk mengenang jasa para pahlawan revolusi Korea Selatan.
"Di sini juga ada teaternya, Oppa?"
Sehun mengangguk, "Ya. Biasanya gedungnya dipakai untuk konferensi, seminar, gelaran olahraga, dan konser. Teater yang lebih kecil, cuma dipakai untuk menonton film dan seminar. Aku pernah konser di sini bul ...."
Inari menoleh, melirik Sehun sambil menyipitkan mata. Sehun gelagapan, menyadari kalau dia baru saja salah ucap. "Haaaa, kau baru saja bilang kalau kau juga pernah konser di sini. Benarkan dugaanku, kau itu pasti seorang public figure. Jangan-jangan kau ini anggota Super Junior. Haha."
"Maksudku, aku pernah nonton konser di sini, Noona." Sehun membela diri. Walau jadi terdengar memaksa.
Inari terkekeh geli melihat Sehun yang salah tingkah. Tapi, lama-lama kasihan juga. Sehun yang salah tingkah menjadi begitu menderita di matanya. Seperti balita yang kalang kabut karena ketahuan makan cokelat.
"Sudah, sudah, lupakan saja. Aku cuma menggoda kok. Sekarang, ayo kita cari tempat duduk dan makan." Inari tersenyum, merampas salah satu kantung plastik dari tangan Sehun dan mendahului Sehun untuk berjalan.
Akhirnya, mereka mendapatkan tempat terbaik untuk makan di salah satu sudut kebun raya yang masih termasuk dalam wilayah taman itu.
Inari memilih salah satu pohon rimbun untuk duduk. Dari sana, ia dihadapkan dengan banyak tumbuhan indah, bunga-bunga yang tumbuh berkelompok. Jadi lebih indah lagi karena petugas taman itu memangkas kelompok bunga dengan sedemikian rupa, membentuk pola yang bagus dan sedap dipandang mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEAR IT TO THE SKY! ✔
Fanfiction***Sehun Exo Fanfiction - InaHun Book 1*** Jika karena tertawa, membuat fans dan pendukung yang tidak setuju menjadi berduka, maka dari itulah Sehun dilarang bahagia, dilarang jatuh cinta. Jika karena berduka, membuat orang lain memberi tanggapan ba...