enam. forget jakarta

88 18 0
                                    

/ Promise that we'll never look behind
Tonight, we're gone to where this journey ends /

Adhitia Sofyan - Forget Jakarta

31st December 2017
Montauk, New York
10:30 PM

"Baikan?" tanya Luke ketika Elana melepaskan pelukannya. Elana tersenyum lemah, mengangguk.

Luke menatap mata perempuan itu. "Cowok yang lo temuin 4 tahun lalu emang gue." ucapnya kemudian.

"Kenapa lo boong?"

"Maaf," ujar Luke sejujur-jujurnya. "Gue tau sesuatu hal terjadi ke lo malam itu dan gue nggak mau gue menjadi orang yang mengingatkan lo akan kejadian itu, El."

Luke mengambil napas sejenak,"Karena gue mau lo ngerasa aman di dekat gue."

Elana tersenyum. "Makasih udah dengerin gue ngoceh," ia melihat sekeliling, menahan air matanya. "Maksud gue, kenapa harus lo? Kenapa harus selalu lo? Gue nggak kenal sama lo lebih dari satu hari dan gue udah nyeritain semua tentang hidup gue dan gue takut."

"Lo nggak perlu takut sama gue,El." ucap Luke meyakinkan.

"Bukan, Luke," Elana menggelengkan kepalanya. "Bukan itu yang gue takutin."

"Terus-"

"Luke, just tell me I'm doing a right thing right now," sela Elana cepat. "Please..."

Luke mengangguk. "You're doing a right thing." Ia melanjutnya, "I won't let you down, I promise, ok?"

Elana tertawa ditengah isakannya. "Just don't make an empty promise. or promises."

Luke membuka lemari pakainnya, mengambil sebuah sweater asal dari sana dan memberikannya kepada Elana. "Jadi, gue pikir lebih baik kalau kita ke luar untuk nyapa orang-orang. tapi karena di luar dingin banget, lo pake sweater gue aja. Gimana?"

Elana menatap pakaian yang dikenakannya. "Dress di kombinasiin sama sweater?....O-kay.."

"Oh come on, they don't give a fuck," balas Luke menahan tawanya. "Daripada lo kedinginan." lanjutnya pelan. Elana yang mendengarnya diam saja. Kemudian dengan gerakan lembut ia mengenakan sweater itu ketubuhnya.

"Kebesaran," ujarnya cemberut.

"They look better on you." sanggah Luke.

"Oh, cliche." Elana memutar bola matanya sebal. "Anyway, Luke, I have to make a phone call. Lo tunggu bentar diluar ya?"

Luke mengangguk, memberikan Elana privasi.

🎆🎆🎆

Sejenak Elana bimbang, sendirian di kamar Luke dengan pikiran yang berkecamuk. Dengan tangannya yang gemetaran, dibukanya aplikasi WhatsApp dari ponselnya. Jari jemarinya mencari sebuah kontak. Satu nama yang tidak bisa ia lupakan, bagaimanapun keadaannya. Kemudian perempuan itu menekan tombol Voice Call.

"Ha-halo..." ucapnya tercekat ketika sudah tersambung dengan orang yang hidubunginya.

"Baik..." perempuan itu memberikan jeda cukup lama untuk pertanyaan selanjutnya. "Ma-mama apa kabar?"

"A-aku nggak nangis," ia menjauhkan ponselnya sejenak agar ibunya tidak mendengar isakannya. "Maaf aku nggak pernah ke Jakarta..."

"Tahun depan aku usahain ke Jakarta. Mama sehat, kan?" tanyanya lagi. "Aku juga sehat, nggak kenapa-kenapa. Maaf ya ma..."

Elana menahan tangisnya. "Iya..kangen mama..kangen papa.."

"Mah.." panggilnya lembut. "Selamat tahun baru dari New York.... disini jam 10 lebih kayaknya, aku lagi sama temen....Namanya? Namanya Luke...Iya, kapan-kapan aku kenalin ke mamah...Iya seneng...." Elana tertawa kecil, tulus.

Sudah lama sekali sejak terakhir kali Elana berbicara dengan mamanya tanpa menyimpan rasa benci atau amarah. Tapi kini, ia selalu tahu bahwa mamanya akan selalu berada di sana, untuk papa dan untuk dirinya. "Iya...aku nggak pernah lupa Jakarta. Aku udah lebih baik dari kemarin, Mah....dan aku yakin ini yang papa mau."

🎆🎆🎆

"Udah?" tanya Luke ketika Elana membuka pintu kamarnya dengan pelan.

Elana mengangguk.

"Jangan nangis lagi," ucap Luke sembari menggaruk tengkuknya sendiri. "Gue nggak suka."

Elana mengangguk, lagi.

"Elana I'm serious, I want you to be strong for yourself." ucap Luke tiba-tiba.

Elana menatapnya, menyiratkan banyak tanda tanya. Luke tersenyum, "No more crying when you're alone, no more blaming yourself, just, just be happy, I guess."

Elana mematung. "Can you do that?" lanjut Luke ketika Elana diam saja.

Kemudian perempuan itu tersenyum. "I'll try, Luke."

Luke tersenyum lega. "Boleh gue peluk lo?"

Ketika Luke mengira Elana akan menolak namun, perempuan itu malah mengangguk. "Bego."

Lalu Luke merangkul tubuh perempuan itu, menenggelamkan semua perasaannya, tanpa kata.

Lelaki itu menaruh dagunya diatas kepala perempuan itu, menjalarkan kehangatan yang dimilikinya agar setidaknya Elana merasa hangat. Dan perlahan, Elana membalas pelukan Luke. Sama eratnya.

Luke tahu ia sudah menunggu momen ini sejak 3 tahun lalu.

















New Year's Day / lrh ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang