14

150 11 0
                                    

"Ugh... disini bau sekali dan gelap kenapa kita harus lewat sini? Aku benci ini. Aku ingin sekali cepat-cepat mandi. Haaahh.. tidak adakah jalan lain?"

"Kau sendiri yang ingin ikut bukan? Jangan mengeluh."

"Yaahhh... apa boleh buat. Aku ingin memberi pelajaran kepada bocah bodoh itu."

"Terserah kau saja."

Aku tetap berjalan menelusuri saluran pembuangan ini. Tempat ini berupa terowongan yang sempit dengan lentera kecil yang menyala setiap 50 meter. Tempat ini begitu sunyi, yang dapat kudengar hanya suara tetesan air dari langit-langit. Tentu saja karena ini saluran pembuangan tempat ini sangat bau dan air kotor mengalir pelan membuat Natasha seperti itu.

"Tuan Reza tidak kesulitan ya berjalan dalam kondisi gelap seperti ini? Tuan Reza juga tidak mengeluh soal tempat ini."

"Hmm... aku sudah terbiasa saja dengan kondisi seperti ini di duniaku sebelumnya."

"Memangnya dunia tuan Reza sebelumnya seburuk ini?"

"Tidak.. masih banyak tempat yang indah. Aku.. hanya kurang beruntung saja."

"Maksudnya?"

"Lupakan itu.. aku tidak ingin membahasnya lagi."

Ya.. hidup sebagai gelandangan memang menyedihkan. Tinggal di tempat kumuh bukanlah hal yang kuinginkan. Apa yang aku dapatkan hanyalah kemalangan beruntun. Hidupku sebenarnya lebih baik dari itu. Aku sebenarnya dapat berjalan diatas semua orang. Tapi apa daya aku hanya bisa menerima kenyataan. Dulu aku berjuang untuk seseorang yang sangat penting untukku. Tapi sebelum aku berhasil, aku sudah kehilangannya. Setelah aku berhasil sukses aku kehilangan semua itu dalam waktu singkat. Dikhianati oleh orang yang sangat aku percayai. Hidupku benar-benar hancur. Semua usahaku sia-sia. Aku tidak ingin mengingat hal itu lagi. Tetapi aku tidak bisa melupakannya meskipun aku berusaha keras untuk melupakannya.

"Tuan Reza, aku lihat cahaya didepan. Mungkin itu jalur keluarnya!"

Aku tersadar dari lamunanku. Benar kata Natasha ada cahaya didepan. Natasha berlari mendahuluiku menuju tempat itu.

"Aku duluan tuan Reza!"

"Hoi.. tunggu!"

Aku pun bergegas mengikutinya berlari. Tak lama kemudian kulihat sekitar seperti parit kecil mengapit tempat ini. Aku menoleh ke kanan dan kulihat Natasha sedang memanjat.

"Ayo naik tuan Reza."

Aku memanjat pula seperti yang ia lakukan. Sesampainya di atas kulihat Natasha sedang merenggangkan tubuhnya kemudian ia berbaring di rerumputan. Aku termenung sesaat melihat hamparan padang rumput yang luas. Kini langit berwarna jingga dan matahari hampir bersembunyi dibalik gunung. Ternyata lama juga keluar dari tempat itu. Aku menoleh ke kanan kiri dan kulihat tembok ibukota cukup jauh dari sini. Samar-samar kudengar sorakan dari sana.

"Mungkin mereka sedang merayakan kemenangan mereka tuan Reza."

"Mungkin.. itu bisa menjadi yang terakhir bagi mereka."

"Hah? Apa maksud tuan Reza?"

"Tidak.. ayo kita pergi sekarang."

"Aahhh.. padahal baru saja keluar dari tempat mengerikan itu. Aku lelah tuan Reza. Tidak bisakah kita istirahat sejenak?"

"Tidak. Time is money."

"Hah??"

Aku tidak mempedulikannya dan pergi meninggalkan Natasha.

"Tunggu tuan Reza!"

~*   *~

Pagi sebelumnya

TreacheryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang