Reza merasa sedikit bahagia setelah mereka melakukan perjalanan singkat ke Bali. Liburan mereka di sana sepertinya sedikit demi sedikit mengikis jarak di antara mereka. Sampai kembali ke rumah pun, Reza menikmati tawa dan sentuhan lembut Nesa. Seperti saat ini, ketika mereka bersama menikmati pertandingan bola di televisi. Lebih tepatnya dirinya yang asyik menonton, sedangkan istrinya, yang berbaring di pangkuannya sedang membaca sebuah novel.
Kehidupan pernikahan seperti inilah yang mereka inginkan sejak dulu. Jika saja mereka bisa saling percaya lagi dan kembali seperti dulu, itu bahkan lebih bagus.
"Nes, kamu bisa buat itu tidak?" tanya Reza .
Nesa meletakkan novel yang sedang dibacanya. Rupanya Reza memindahkan saluran televisi. Kali ini layar itu memperlihatkan seorang chef yang sedang memasak pasta seafood.
"Bisa. Kamu mau dimasakin itu?" Nesa tertawa saat melihat suaminya itu mengangguk dengan pandangan penuh harap.
"Oke, besok aku belanja dulu."
Mendengar kata belanja, seketika Reza menegang. Itu artinya Nesa akan pergi kelur. Sendirian. Tanpa dirinya.
"Kuantar."
"Bukannya kamu ada janji sama Anto besok untuk mengurus ternak? Aku sendiri saja." Nesa yang tidak mengetahui perubahan suasana hati suaminya kembali membaca novelnya.
"Kuantar." Kali ini nada suara Reza yang sedikit rendah membuat Nesa mendongak untuk melihat wajah suaminya. Dan hatinya mencelos saat melihat raut wajah Reza yang tegang. Ya Tuhan, suaminya masih belum mempercayainya untuk pergi sendirian.
"Tapi, Za, kamu lebih dibutuhkan di peternakan daripada harus mengantarkanku belanja," kata Nesa halus sambil beringsut duduk agar bisa melihat wajah suaminya dengan jelas.
"Aku bisa mengurus ayam-ayamku setelah mengantar kamu. Pokoknya besok kuantar kamu belanja." Final. Akhir perdebatan.Jarak yang membentang di antara mereka mungkin semakin berkurang, tetapi bukan tidak ada sama sekali. Saat ini Nesa seperti berjalan di atas cangkang telur. Dia harus berhati-hati menentukan langkah agar telur-telur itu tidak pecah dan menimbulkan masalah.
"Baik, besok kamu harus bangun pagi dan mengantarku belanja." Nesa tersenyum sabar dan menepuk pundak suaminya. "Sekarang aku harus membayarmu, Tuan Baik Hati."
Reza tertawa mendengar itu.
"Kamu mau membayarku dengan apa?"
Nesa berdiri, "Secangkir kopi, tentu saja."
Sembari memanaskan air untuk membuat minuman, pikiran Nesa kembali mengelana. Betapa sulitnya menggapai kepercayaan Reza, suaminya sendiri. Lagipula kemana dia akan pergi meninggalkan laki-laki itu yang sekarang menjadi teman hidup dan keluarganya? Apakah pernikahan ini saja tidak cukup membuktikan kesungguhannya untuk kembali bersama Reza?
Ah, tapi apa pun yang terjadi, jika Reza memperlakukannya sebagai istri seperti saat ini mungkin sudah cukup bagi Nesa.Keesokan paginya, Reza mengantarkannya ke pasar terdekat yang jaraknya hanya satu kilometer dari rumah mereka. Laki-laki itu menunggunya di seberang pasar seperti yang dilakukan oleh laki-laki lain yang mengantar istrinya belanja. Ketika Nesa keluar dari pintu pasar dan melihat Reza duduk santai di atas motor yang terparkir di bahu jalan, langkah Nesa terhenti. Pemandangan itu sangat indah. Sinar matahari pagi yang lembut jatuh dengan anggunnya di wajah laki-laki itu. Rasanya begitu tepat jika jantungnya berdegup dengan begitu kencang hanya karena Reza.
Suaminya buru-buru menyeberang jalan saat melihatnya keluar dari pasar dan membawakan kantong belanjanya.
"Kamu mau hajatan atau apa? Bukannya kita hanya mau beli seafood?"
Hhh, dasar laki-laki! Mereka pikir wanita hanya akan membeli barang yang dibutuhkan lalu pulang begitu saja?
"Sekalian saja aku belanja, Za," jawab Nesa.
Reza langsung pergi ke peternakan setelah meletakkan kantong belanja di dapur. Ini adalah hari Minggu, tapi suaminya tetap saja bekerja. Sepertinya benar jika ada yang mengatakan jangan mengharapkan hari libur dari peternak dan petani, sebab tidak ada hari Minggu dalam kalender mereka.Pagi itu Nesa menerima pesan dari rekan kerjanya dulu. Sekolah tempatnya dulu bekerja menginginkan Nesa kembali mengisi lowongan kosong. Bagi Nesa tawaran itu seperti pelepas dahaga, kesempatannya untuk keluar dari rutinitas menjemukan di rumah. Dia ingin memiliki kesibukannya kembali. Jemarinya ingin menggenggam spidol dan menulis di papan. Dia begitu ingin kembali berdiri di depan murid-muridnya dan memancing pengetahuan mereka. Dia ingin bekerja, tidak, lebih tepatnya dia perlu bekerja.
Tak bisa dipungkiri bahwa Nesa merasa terperangkap di dalam rumah. Reza tidak akan pernah mengizinkannya keluar sendirian dari jarak 500 meter dari rumah. Bahkan Reza sepertinya enggan memberikan izin padanya untuk mengunjungi orang tuanya, apalagi jika dia ingin menginap di sana. Sedangkan di dalam rumah, Nesa selalu sendiri karena Reza sibuk dengan pekerjaannya.
Nesa bukannya tak menyadari alasan Reza yang enggan memberinya izin, tapi terkadang perasaan ingin bebas itu menyeruak begitu saja dalam dirinya. Dia memang tidak tahu bagaimana Reza menjalani tiga tahun kesendiriannya setelah Nesa pergi waktu itu. Nesa takut untuk bertanya sebab dia tahu bahwa masalah itu merupakan tombol merah besar yang mungkin bisa menghancurkan pernikahan mereka. Reza terlalu sensitif jika berhubungan dengan masalah kepergiannya.
"Kamu sedang memikirkan apa?"
Nesa terlonjak kaget mendengar suara Reza yang tiba-tiba ada di belakangnya.
"Tidak ada," jawab Nesa sembari mematikan kompor dan berbalik untuk memeluk laki-laki itu.
"Nasi goreng a la Chef Nesa. Aku akan makan dua kali lwbih banyak."
Nesa tertawa. "Ambil piringmu sana!"
Di awal pernikahan mereka beberapa bulan lalu, Nesa tidak bisa membayangkan bahwa mereka akan menjalani kehidupan pernikahan seperti ini. Laki-laki inilah yang selalu dicintainya sampai dia memutuskan menikah dengan Reza meski saat itu Reza seolah tidak akan pernah memaafkannya.
Namun, Nesa tetap akan memikirkan cara untuk membuat suaminya mengerti bahwa dia ingin kembali mengajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terperangkap
Romance"Kamu harus ada di sampingku, Nes. Itu harga yang harus kamu bayar karena meninggalkanku." Tiga tahun lalu, Nesa memutuskan pertunangannya dengan Reza demi mimpinya. Kali ini dia harus membayar keegoisan itu dalam ikatan pernikahan. Kekasih yang dul...