Aku dan Alder berjalan beriringan menuju kelas kami. Tadi pagi Alder menjemputku, bahkan ikut sarapan dengan keluargaku. Dan kalian perlu tahu bahwa tadi Ayah sangat gencar menggodaku dan Alder, yang membuatku sedikit sulit untuk menelan sepotong roti. Sedangkan Alder terlihat santai, bahkan sesekali terkekeh menerima seberondong pertanyaan yang Ayah ajukan padanya.
"Der, lain kali kalo Ayah gue tanya-tanya nggak jelas kayak tadi, udah, jangan lo jawab. Semakin lo jawab, semakin aneh nanti pertanyaannya." Aku buka suara saat kami sedang berjalan di koridor yang mulai ramai oleh siswa yang berseliweran menuju kelasnya masing-masing.
"Santai aja, bokap lo asyik kok orangnya." Alder membenarkan posisi tasnya yang dia sampirkan di bahu kirinya.
"Tapi, tadi lo santai banget deh ngejawab pertanyaan-pertanyaan Ayah yang menurut gue... kalau gue yang ditanya begitu gue pasti awkward banget mau jawab apa. Kok lo bisa sesantai itu sih, Der?" Aku menyuarakan pertanyaan yang sedari tadi mengganjal di pikiranku. Aku juga belum paham dengan sifat Alder yang cepat berubah-ubah seperti bunglon ini. Maksudnya, sebentar cuek, dingin, lalu bisa menjadi sosok yang hangat dan romantis, lalu sosok yang misterius dan menakutkan seperti saat pertama kami bertemu, dan sosok calm atau stay cool gitulah pokoknya, persis saat tadi pagi mengobrol dengan Ayah.
Alder malah terkekeh menatapku.
"Kok lo malah ketawa, sih?" Aku bertanya bingung.
"Muka lo tuh sok serius banget, sih." Alder mengacak-acak rambutku.
"Ish!"
"Udah, masuk sana."
Ternyata kami sudah berada di depan kelas. Serius, saking asyiknya mengobrol, aku sampai tak sadar.
"Ya udah, gue ke kelas dulu," pamitnya.
Aku mengangguk.
"Belajar yang rajin, jangan mikirin gue mulu." Lagi, Alder mengacak-acak rambutku.
"Dih, kepedean banget," cibirku.
"Hahaha. Nanti istirahat gue jemput."
"Iya, udah sana, masuk kelas."
"Iya, iya."
Alder berjalan menuju kelasnya, sedangkan aku masuk ke kelasku. Kulihat sudah ada Hana, Risma, dan Sarah yang duduk berkumpul. Mereka menatapku sambil tersenyum misterius. Segera saja kuhampiri mereka. Bercerita tentang hubunganku dengan Alder, karena kebetulan mereka sudah menodong lebih dulu. Ah, jangan tanya bagaimana mereka bisa tahu kalau kemarin aku pulang bareng Alder. Mereka itu memang selalu up to date.
***
Bel istirahat berbunyi nyaring. Semua siswa langsung berhamburan keluar kelas, menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang meronta ingin diisi. Risma dan Hana sudah ngacir duluan ke kantin, sedangkan Sarah berdiri bersamaku di depan kelas, lebih tepatnya menemaniku yang sedang menunggu Alder keluar kelasnya.
Sarah tengah sibuk dengan ponselnya, sedangkan aku beberapa kali menoleh ke kelas Alder, menunggu cowok itu keluar.
"Eh, Tar, gue ke kantin duluan, ya? Ini Dimas udah chat gue soalnya," ucap Sarah.
"Oh, ya udah," jawabku sambil tersenyum.
"Kalo gitu gue duluan, ya."
Tak lama kemudian Alder keluar dari kelasnya dan menghampiriku.
"Udah lama nunggu?" tanyanya begitu sampai di hadapanku.
"Lumayan. Udah, yuk, ke kantin, keburu rame entar."
Kami berjalan beriringan menuju kantin, dengan Alder yang bercerita tentang betapa pusing kepalanya saat pelajaran Kimia yang tadi membuatnya agak lama keluar kelas. Sedang asyiknya bercerita, tiba-tiba dari arah berlawanan seorang siswi menubruk Alder dan jatuh terduduk—dengan dua buku yang semula dipegangnya pun ikut jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth or Dare (Completed)
Teen Fiction"Gue suka sama lo. Mau gak jadi pacar gue?" Kalimat itu terlontar jelas dari mulut Tari yang saat ini merasa malu setengah mati melakukan tantangan Truth or Dare dari teman-temannya itu. "Oke, mulai hari ini kita pacaran." Jawaban yang sungguh dilu...