Kau bilang cinta semanis gula, tapi kenapa hanya rasa pahit yang kudapat?
Rein pov
"Putus ya."
Aku mengerjapkan mata berkali kali. Senyumku hilang perlahan, diganti dengan raut wajah bingung.
"Galucu banget." Ucapku tertawa kaku.
"Kita putus." Ucap Tian sambil menatap ke arah manik mataku. Dia berdiri, lalu menatap ke arah jalanan yang mulai padat.
"A.. Apa?" Aku bertanya memastikan. Walaupun aku dapat mendengar jelas kata yang baru saja keluar dari mulut Tian. Semua terekam jelas dalam ingatanku.
Suhu tubuhku mendadak dingin tapi keringat mulai bercucuran membasahi dahiku. Jantungku berdetak lebih cepat. Bahkan untuk bernapas rasanya berat, seolah tidak ada pasokan udara.
"Aku mau kita putus Rein." Tian enggan menatap kearah mataku yang sudah berkaca-kaca.
"Ta.. Tapi kenapa? Tadi kamu masih bikin aku seneng, ta..tadi kita baik-baik aja." Ucapku dengan suara yang sudah parau. Aku berusaha mati-matian agar tidak menangis didepan Tian.
Jujur, hatiku sakit, lebih sakit dari yang kalian bayangkan. Hatiki hancur, bahkan lebih dari hancur. Permintaanku hanya satu, Tian tetap disisiku. Tapi kenapa sekarang dia harus pergi. Semua orang pergi. Takdir seakan menuntutku untuk terus sendiri tanpa merasakan kasih sayang dari orang lain. Aku tidak mau jika harus kembali sendiri. Aku hanya ingin Tian.
"Lo udah nutupin rahasia lo ke gua, sedangkan gue selalu cerita semuanya ke lo. Hubungan kita udah gabaik."
"A.. Aku janji. Aku janji gabakal nutupin apapun lagi. Ja..ngan pergi ple..ase" Aku langsung berdiri menghadap ke arah Tian.
"Gue capek bosen." aku dapat melihat rahang Tian yang mengeras seolah menahan amarah dan tangannya yang terkepal kuat hingga menampakan urat-uratnya.
"Please aku cuma punya kamu. Jangan pergi lagi kaya mereka." ucapku menarik tangan Tian agar menatap kearah mataku. Aku berusaha untuk tersenyum dengan air mata yang sudah mengalir membasahi pipiku.
Aku terus berusaha menguatkan diri. Terus tersenyum dalan tangis layaknya orang bodoh sambil menatap Tian yang sama sekali tidak memperdulikanku.
"Rein lepas. Kita udah gak ada hubungan oke." Ucap Tian yang menarik tangannya.
"Jangan pergi." Ucapku dengan suara yang sudah sangat parau. "Please jangan pergi. Aku takut. A.. Aku aku gamau sendiri. Aku takut please." Lidahku kelu untuk berucap, bahkan kaki ini sudah tidak kuat untuk menopang tubuhku sendiri.
Aku menunduk, setetes air mata jatuh mengenai ujung sepatuku. Aku terisak, aku benar-benar sakit. Ku keluarkan semua luka lewat air mata ini.
Napasku mulai tersendat
Aku menarik napas mengambil oksigen sebanyak banyaknya. Rasanya masih sama, sesak, sakit dan perih, sangat perih hingga aku tidak bisa untuk merasakannya.Aku belum bisa merelakan Tian pergi, dia yang terindah. Aku sudah tidak bisa tersenyum, aku terisak. Hatiku benar-benar sakit.
"Gue balik." Tian berjalan melewatiku yang masih terisak.
Refleks aku memeluk Tian dari belakang. Melarangnya untuk pergi meninggalkanku. Aku tidak ingin sendiri lagi. Aku hanya ingin ada orang yang memperhatikanku, apa salah?
Dibalik punggung Tian. Tangisku semakin deras, tubuhku gemetar. Hati ini serasa ditusuk dengan beribu-ribu jarum. Aku takut, aku takut sendiri. Aku takut merasakan sakit lagi, sudah cukup hatiku terluka, jangan menambah luka di hatiku yang bahkan belum mengering.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fucking LOVE
FanfictionBercerita tentang dia yang selalu mencintai, tapi pada akhirnya tidak pernah berhasil untuk memiliki. Hanya karna luka dimasalalu yang selalu menjadi krikil dalam setiap kisah cintanya. Dia sudah tidak percaya akan adanya cinta, hanya karna pernah...