Ketika Raffi menerima telepon itu, dia sedang berada ditengah meeting penting. Dia langsung melupakan semuanya dan meluncur secepat dia bisa ke rumah sakit tempat Nagita katanya dibawa.
Terengah Raffi berlari ke ruang gawat darurat dan hampir bertabrakan dengan Chand.
Napas Raffi terengah dan menatap Chand yang tampak pucat dan cemas, Raffi melihat darah. Darah di lengan dan baju Chand yang kebetulan berwarna putih,
"Kenapa ada darah di bajumu," suara Raffi bergetar, menahan perasaan cemas yang mulai menggelegak.
"Nyonya... nyonya pendarahan.. saya menggendongnya..."
Pendarahan? Kenapa ada darah? Mau tak mau ingatan Raffi melayang ke masa bertahun-tahun lalu ketika Gigi mengalami keguguran, pendarahan yang sama, kesakitan yang sama.
"Di mana Nagita?!"
"Dokter masih menanganinya Tuan"
"Raffi," suara Laura yang lembut mengalihkan perhatian Raffi,
"Kondisi Nagita kritis, Dokter bilang ada yang salah dengan posisi plasentanya, yang mengakibatkan pendarahan. Mereka sedang berusaha mengeluarkan bayinya"
"Bagaimana dengan Nagita?," suara Raffi bagaikan erangan menahan siksaan,
"Nagita tidak sadarkan diri sejak dibawa ke ambulance," Laura memandang Raffi cemas, "Mereka sedang berusaha di dalam sana," Laura menoleh pada ruang operasi di sudut dengan lampu merah yang menyala di atasnya, "Yang bisa kita lakukan hanyalah berdoa"
Berdoa? Raffi sudah lama tidak berdoa, dia pernah berdoa sebelumnya. Jiwanya yang kelam ini dulunya putih bersih. Percaya bahwa yang namanya Tuhan itu ada dan selalu tersedia untuk menolongnya. Tetapi Tuhan ternyata tidak ada ketika Gigi yang dulu dicintainya meregang nyawa. Tuhan tidak ada. Itulah yang dipercaya Raffi setelah menguburkan Gigi, sekaligus menguburkan seluruh kepercayaan yang dulunya pernah di pegangnya.
Raffi membuang hatinya, menjadi manusia berjiwa kelam yang jahat, dan kemudian lama kelamaan wataknya berubah menjadi kejam. Tidak ada yang bisa menyentuh belas kasihan Raffi, tidak ada lagi.
Sampai ayah Nagita datang dan menunjukkan foto anaknya untuk ditawarkan padanya. Raffi menyadari kemiripan itu, meskipun penampilan Nagita di foto berbeda dengan Gigi, dengan kacamata tebal dan potongan rambut kunonya.
Raffi tidak menampik, ketika membuat perjanjian pernikahan di usia Nagita yang ke dua puluh lima itu murni karena ingin menjadikan Raffi sebagai pengganti Gigi.
Tetapi kemudian entah kenapa Raffi jatuh cinta kepada Nagita, entah sejak kapan Raffi tidak tahu. Mungkin sejak dia selalu menerima foto-foto hasil pengintaian dari Chand yang membuatnya sadar bahwa Nagita telah berkembang menjadi perempuan yang mandiri. Mungkin setelah percintaan yang dahsyat di malam pertama itu, atau mungkin juga setelah perkawinan mereka, Raffi tidak tahu. Yang dia tahu pasti, Nagita tersimpan di hatinya. Hati yang dulu sudah dia buang, Ternyata selama ini hatinya masih ada di sana, menunggu untuk diisi kembali.
Dan sekarang, istri dan anaknya sedang meregang nyawa di ruang operasi. Dan yang bisa Raffi lakukan hanyalah menunggu di sini seperti orang bodoh.
Istri dan anaknya astaga! Bahkan Raffi selalu menutup mata, berpura-pura bahwa dia tidak mengakui keberadaan anak itu, selalu mengalihkan mata ketika menatap perut Nagita yang semakin dan semakin membuncit setiap harinya. Nagita berjuang sendirian selama masa-masa kehamilannya.
Sangat jauh dari yang dilakukannya ketika Gigi mengandung, dia merawatnya, dia menjaganya di setiap langkahnya. Memastikan Gigi sehat dan bahagia di setiap detiknya. Dan sekarang, kepada Nagita, istrinya, yang sesungguhnya sangat dia cintai, Raffi telah berbuat luar biasa jahat. Bagaimana jika nanti tidak ada kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya?