3. Mengingat Masa Kecil

938 51 1
                                    

Zulva mandang langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Tangannya memeluk foto keluarga yang ia ambil dari meja belajar.

Zulva bingung apa ia harus menelfon Ayahnya. Zulva takut Ayahnya sedang sibuk dan Zulva tidak mau mengganggu Ayahnya.

Zulva mengambil handphonenya yang berada di atas nakas tempat tidur. Setelah dapat ia terus menscroll layarnya mencari kontak seseorang dan setelah mendapatkannya ia langsung menekan icon panggil yang ada di layar handphone tersebut.

"Assalamualaikum," suara seorang wanita dari sebrang telepon.

" Waalaikumsallam," jawab Zulva

"Ada apa, Va?"

"Nya, gue masih bingung harus nelpon Ayah gue atau nggak,"

Ya Zulva menelpon Kanya. Karena ia masih bingung harus menelfon ayahnya atau tidak. Ia takut Ayahnya akan marah, padahal Zulva tahu bahwa Ayahnya itu tidak pernah marah pada Zulva.

"Ya allah, Va. Kok bingung sih. Ya lo harus nelpon lah, Lo kan anaknya bukan pacarnya kenapa harus bingung," suara kanya terdengar sangat kesal karena ulah Zulva.

"Tapi gue takut,"

"Huhh, lo belum coba aja dah takut. Lagi pula Ayah lo kan gak pernah marah sama lo, jadi lo knpa harus takut?"

"Hemm, iya deh gue telfon,"

"Bagus kalau gitu. Yudah ya gue matiin, karena Haikal di luar nunggui gue, Assalamualaikum."

"Waalaikumsallam,"

Kemudian panggilan di akhiri oleh Kanya secara sepihak.

Zulva mendengus kesal karena sahabatnya itu. Padahal Zulva masih ingin bercerita.

Zulva mengumpulkan semua keberaniannya. Setelahnya, ia mencari kontak Ayahnya, lalu menekan tombol panggil.

Terdengar nada sambung dari sebrang telepon, namun belum ada jawaban hingga nada sambung terhenti.

Zulva merasa tambah gugup. Sekarang ia sedang berfikir keras, apa Ayahnya sedang sibuk? atau sudah tidur? apa Ayahnya sengaja mengabaikan telfonya?

Semua fikiran itu terus mengelabuhi otaknya. Hingga handphone Zulva menyala terdengar lagu dari ED SHEREEN-PERFECT sebagai ringtone di handphone Zulva.

Ayah. nama yang tercantum di layar handphone Zulva.
Ia segera menarik nafas panjang, lalu segera menempelkan benda pipih tersebut di telinga sebelah kananya.

"Hallo Ayah, assalamualaikum," jawab Zulva, mendahului ayahnya.

"Waalaikumsallam sayang. Ada apa tadi kamu nelfon? Sorry ya, Ayah tadi di kamar mandi jadi enggak ngangkat telfon kamu," jelas Hendra, Ayah Zulva.

Zulva yang mendengar penjelasan Ayahnya tersenyum lega. Ternyata apa yang di fikirkannya sedari tadi salah.

"Emm, gak ada apa-apa, Yah. Zulva cuma kangen aja sama ayah," jawab Zulva

"Ayah juga kangen sama kamu sayang, tapi untuk sekarang ayah belum bisa pulang sorry ya sayang. Ayah usahain setelah pekerjaan Ayah selesai Ayah pasti langsung pulang,"

"Enggak papa, Yah. Zulva ngerti kok, Ayah kerja keras untuk Zulva," Zulva hanya tersenyum samar walau ia tahu bahwa Ayahnya tidak melihat senyumnya itu.

"Iya sayang makasi ya. Oh iya kamu lagi apa?" Tanya Hendra.

"Lagi baca-baca buku aja, Yah,"

"Oh Yaya. Sayang Ayah matiin dulu ya, Ayah masih ada kerjaan nanti Ayah telfon lagi, assalamualaikum,"

Belum sempat Zulva membalas salam, namun sambungan telah di putus secara sepihak oleh Ayahnya.

"Waalaikumsallam, Yah," jawab Zulva lirih. Ia berusah menahan air matanya untuk tidak keluar tapi ia tidak bisa.

Zulva terus menangis, ia merasa kesal dengan Ayahnya. Kapan ia bisa berbincang panjang dengan seorang Ayah? Ayahnya sama sekali tidak memperdulikannya.

"Yah, apa Ayah lebih sayang sama pekerjaan Ayah dari pada sama Zulva?" tanya Zulva pada dirinya sendiri, ia terus menangis.

Mengingat kenangannya dengan keluarga kecilnya dulu ketika masih ada Rina, Mama Zulva.

Flashback on

"Va, jangan lari-lari nanti kamu jatuh," seru wanita paruh baya pada anak perempuan yang sedang berlari dengan seorang pria yang juga paruh bayah.

Wanita tersebut sedang menyiapkan makanan untuk anak perempuan dan suaminya.

"Zulva nggak lari, Ma. Ayah aja yang terus ngejar Zulva," sahut anak kecil yang memakai baju pink dengan bando kupu-kupu yang menghiasi kepalanya.

Setelah lelah, pria paruh bayah tersebut berhenti diikuti dengan anak perempuan tersebut yang kini berada di depan pria itu

"Ayah capek?" tanya Zulva kecil, sambil berjalan ke arah Ayahnya.

"Enggak kok sayang," Jawab pria itu

Wanita yang sedari tadi menyiapkan makanan kini telah selesai. Ia berjalan menuju suami dan anak perempuannya.
"Sudah, kan, udah ayuk makan," ajak wanita tersebut, kemudian berjalan menuju meja kecil yang ada di taman.

Sementara, pria dan anak perempuan itu menyusul dari belakang, dengan sang anak yang di gendong oleh sang Ayah.

"Sayang nanti kalau kamu udah besar dan udah punya pacar kamu harus kenalin sama Ayah, ya. Biar Ayah introgasi dulu," ucap sang Ayah pada anak perempuan yang ia gendong di pelukannya.

Anak perempuan itu malah kebingungan tak mengerti maksud dari Aahnya.
"Pacar itu siapa, Yah?" tanya anak perempuan itu masih merasa bingung.

"Pacar itu calon suami kamu nantinya. Tapi kalau itu jodoh kamu kalau nggak itu berarti kamu hanya disuruh tuhan untuk memilikinya sesaat," jawab pria itu sambil mengelus kepala anak perempuannya.

Sedangakan anak perempuan itu hanya ber-ohh ria

"Jadi nanti kalau kamu dah besar kamu harus kenali pacar kamu sama Ayah, ya. Biar Ayah bisa mastiin kalau dia sayang sama kamu seperti rasa sayang Ayah ke kamu" jelas pria itu, kemudian ia mencium puncak kepala putrinya.

Flashback off

Zulva menangis di kamarnya sambil mengingat kenangan bersama Ayah dan Ibunya.

"Yah, mana kasih sayang Ayah yang dulu? Mana Ayah yang selalu ngecup kening Zulva? Mana Ayah yang selalu bertanya dengan siapa Zulva berteman. Zulva kangen semua itu, Yah," gumam Zulva dalam hati.

Zulva terus menangis hingga ia tanpa sadar ia memejamkan matanya, dan tertidur pulas.

[]

Jangan lupa tinggalkan jejak;)

Hadiah Terindah Dari Ayah (COMPLETED)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang