Vote sebelum baca 😉
**
Aku menundukkan kepala ku dalam bak sedang mengheningkan cipta pada saat upacara bendera hari senin. Aku bukan sedang mengenang jasa para pahlawan, melainkan sedang mengenang kesalahanku yang fatal. Sangat fatal sampai pria yang mengaku sebagai bos ku ini hanya mampu menatapku tajam tanpa berkata-kata.
"Pak, bapak mau ngapain saya?" Aku mendongak, memberanikan diri menatap Danendra. Kudengar-dengar umur bos ku ini baru tigapuluh tahun, itu artinya hanya tua tiga tahun saja dari jarak usiaku. Masih muda, tapi sudah memiliki riwayat penyakit darah tinggi. Sungguh menyedihkan masa mudanya.
"Saya mau makan kamu!" Danendra menggeram kesal, dan itu sungguh membuat ku meringsut mundur ketakutan.
"Bapak kanibal?"
Aku menatap Danendra tak percaya. Tampan dan mapan tapi punya penyakit kejiwaan yang sangat fatal? Sungguh mengerikan berlama-lama disini dengannya!
"Menurut kamu?"
"Pak, saya bakal laporin bapak ke polisi kalau bapak beneran mau bunuh saya terus makan saya!"
Aku makin parno. Berita kekerasan dan pembunuhan yang sempat beredar membuatku semakin was-was. Apalagi jika pria seperti Danendra yang terkenal kejam bahkan di hari pertama pria itu resmi menjadi pemilik baru. Akan mudah baginya untuk menutup mulut orang-orang disekitar ku jika benar ia seorang psikopat seperti yang aku bayangkan.
"Kamu nuduh saya?" Danendra semakin menatap ku tajam. Kata-kata ku tadi semakin membuatnya tak suka.
"Saya kan nanya, tapi bapak balik nanya"
"Siapa nama kamu?"
"Bapak ga akan ngapa-ngapain saya kan kalau saya beritahu?"
"Jawab saja!" Danendra berteriak kepadaku. Sungguh menyeramkan pria ini!
"Faranisa, Pak" Aku berucap lirih.
"Saya tidak dengar"
"Faranisa, Pak!" sedikit kunaikan nada suaraku. Masih muda sudah tuli!
"Tidak usah teriak sama saya! Saya tidak tuli!"
"Bapak tadi kan ga denger" sungguh menjengkelkan berlama-lama bersama orang ini. Lebih menjengkelkan dari Pak Jackie tentu saja.
"Saya beri keringanan untuk kamu. Karena ini hari saya menjadi pimpinan disini, maka saya tidak akan memberikan hukuman dalam bentuk apapun untuk kamu. Kembali lah"
Kenapa ga dari tadi sih? Ngeselin banget ini orang. Terus fungsiku disini jadi apa? lima belas menit aku berdiri dihadapannya tadi untuk apa? Aku menahan kekesalan pada diriku untuk tidak mencaci Danendra. Tahan. Setidaknya dia yang akan memberikan mu gaji.
"Saya permisi pak"
Aku berbalik dan berjalan dengan hati yang masih kesal. Aku jamin, begitu aku menginjakkan kaki diruangan Akunting mas Rio pasti akan kembali mengomeliku seperti apa yang dilakukan Danendra.
"Nisa!" belum selesai pemikiran ku akan dua orang itu. Salah satu nya kembali menarik ku ke alam nyata ku.
"Iya mas?" Aku pasrah. Takdir ku memang selalu mendapatkan khotbah pagi.
"Kamu bener-bener bikin mas malu ya. Kamu lihat grup chat tadi malam? Tari udah koar-koar pake capslock ngasih tau disana" Aku memang tidak menghidupkan data seluler ponsel ku tadi malam, karena terlalu capek jadi aku langsung tidur tanpa menyentuh ponselku.
"Nisa semalam ketiduran mas, jadi ga sempet buka ponsel" Dan akhirnya aku sadar, disini akulah yang salah. Aku tidak tau jika mbak Tari memberi pengumuman digrup chat.
"Diomelin apa aja kamu sama Pak Danendra?"
"Mas Rio kepo ya" Aku tersenyum menggoda kearah mas Rio. Namun wajahku kembali datar saat mas Rio memandang ku datar pula.
"Terserah kamu"
Aku terbahak setelahnya. Mas Rio ga bisa tahan lama marah sama anggotanya yang lain.
"Mas kita kerja nih?"
"Makan, Nisa!"
"Yee malah becanda"
****
Ekspektasi ku yang mengira bahwa hari ini tidak full bekerja salah besar. Bukannya berkurang, pekerjaan ku makin banyak. Perubahan yang cukup rumit dari atasan membuat kepalaku serasa akan meledak.
Mas Rio terus menerus memberikan tumpukan dokumen yang berisikan istilah akuntansi bercampur angka tersebut kepada kami.Baru kali ini aku berasa setres. Padahal ini awal bulan, yang artinya pekerjaan kami masih dalam tahap pencatatan. Dan seharunya tidaklah sesibuk ini.
Jadi apa yang membuat hampir seluruh anggota divisi akunting ini tidak menggunakan waktu makan siangnya dengan efektif?Entah apa maksudnya Mas Rio dengan teganya menyuruh kami mengecek ulang tahap pencatatan dari empat tahun belakang. Hal yang sama sekali belum pernah terjadi pada masa pimpinan Pak Jackie.
"Wah gila sih Rio. Ini pelampiasan tadi pagi bukan sih?" kulihat mbak Tari sedang meregangkan tangannya dan menyandarkan punggungnya ke kursi yang sedang ia duduki. Terlihat jelas wanita satu anak itu sama lelahnya denganku.
"Ga tau mbak, punya manager sama bos sama-sama kayak Hitler. Lama-kelamaan bisa ngerasain terjajah ke jaman perang dunia deh" Aku mengambil roti yang ada disamping mouse ku, yang tadi sempat ku titip beli ke mas Johan. Salah satu pekerja kebersihan dilantai tujuh ini.
"Buat apa coba Nis ngecek ulang data kemarin? Kerjaan yang bulan ini bisa terbengkalai"
"Nikmatin aja deh mbak. Kalo jadi kuli yah gini deh" Mbak Tari tertawa, kemudian menyeruput susu kotak yang ada diatas meja kubikel nya.
"Eh Di, jangan serius banget. Makan aja dulu. Walaupun roti seenggaknya ada yang dicerna perut" aku ikut menatap mas Adi yang tampak masih fokus pada layar komputer didepannya. Pria dua anak itu memang tipe ayah pekerja keras. Selain gaji yang lumayan, kebahagiaan anak dan istrinya adalah bayaran mahal untuk hasil kerja kerasnya, gitu sih kata Mas Adi.
"Iya Ri, tanggung" aku dan mbak Tari menggeleng kan kepala saja melihat sifat keras kepala mas Adi.
"Pak Danendra bilang apa aja sih sama lo Nis? Kok setelahnya semringah banget walaupun dimarahin" Reno ikut nimbrung diantara obrolan singkat kami, pria itu seumuran denganku. Dan status kami disini juga sama, sama-sama single dengan sejuta alasan.
"Kok lo kepo sih kayak mas Rio" aku hanya malas mengingat kejadian tadi pagi, dan Reno kembali mengungkit nya. Dan apa katanya tadi? Semringah? Kepala dia semringah!
"Wah mancing banget sih Reno" mbak Tari tertawa saat melihat kearah ku.
"Kan aku nanya mbak. Habisnya penasaran aja lihat kemarahan Pak Danendra sebelum Nisa dateng. Eh nih cewek dateng malah asal panggil ke ruangan dia aja" Reno tertawa saat melihat kearah wajah ku yang mulai jengkel.
"Sebenarnya gue ga mau buka aib orang. Tapi hati-hati aja. Pak Danendra itu psyco"
"Hah?" sekarang semua mata tertuju padaku. Termasuk Mas Adi yang tadi sempat fokus merasa terpanggil dengan gosip hot ku kali ini.
"Tau dari mana lo? Jangan sebar berita hoax buat jatuhin dia Nis" Reno menatapku lekat tak percaya, seolah mencari kebohongan dari wajah ku ini.
"Kalian tau ga? Tadi gue hampir dimakan sama dia"
"Kalaupun iya, dia ga bodoh buat bunuh dan makan kamu dikantornya dia Nis" mas Adi menggelengkan kepalanya mendengar penuturan ku.
"Aku serius mas, Pak Danendra itu psyco!"
"Bukannya kerja malah gosip! Jadi ini kerjaan kalian?"
Ini bukan suara Mas Rio, pintu bertuliskan 'manager' disudut ruangan ini juga masih tertutup rapat.
Oh shit! Kenapa bos ku ini masuk ke ruangan ini seperti minum obat saja. Tiga kali sehari!
***
Lagi semangat ngetik ini, Bikos rank nya naik terus :" thanks a lot reader :*
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIAGEPHOBIA (DICTATOR BOSS 1st VERSION)
ChickLit#1 Watty2018 (05/10/2018) #8 ChickLit (07/03/2018) Ganti judul : Dictator Boss -> Gamophobia -> MARRIAGEPHOBIA (DICTATOR BOSS 1st VERSION) Berawal dari banyak nya berita yang ia tonton serta artikel yang sering ia baca. Faranisa Pratista, wani...