6. Terungkap!

24.9K 3.2K 17
                                    

Setelah ku konfirmasi perihal data tak masuk akal yang jadi permasalahan Danendra kemarin, tim kami mulai semakin sibuk mencari titik permasalahan yang ada. Aku dan Reno selaku  yang ikut andil paling inti akan permasalahan tersebut sudah semakin pusing.

"Mas Rio, ini data dari divisi pembelian. Harga biasa dipasaran relatif dapat berubah-ubah. Bagian akunting cuma menyediakan anggaran dan mencatat transaksi yang dilakukan bagian pembelian. Jadi sumber masalah dari divisi pembelian, bisa dipastikan." Aku memperlihatkan hasil print out yang diberikan divisi Pembelian kepada Reno beberapa hari lalu, seraya menunjuk angka-angka yang terdapat didalamnya.

"Ga mungkin juga kan Mas harga grosir tahun lalu sama tahun ini naik nya nauzubillah. Salah nya gue ga ngecek lagi ini data masuk akal apa enggak" Reno yang berdiri disamping ku ikut menimpali penjelasan ku. Karena bagaimana pun ini kesalahan kami berdua yang berkeras bahwa sudah teliti. Nyalin data sih iya bener. Kemasuk akalannya saja yang lupa di cek.

Yah biasa nya kalau cuma buat laporan seperti itu saja tidak pernah dicek, kecuali akhir tahun. Tapi untuk kali ini Danendra memberikan satu lagi tugas tambahan yang tidak menambah gaji itu pada kami. Membandingkan harga barang per bulan nya.

Kenapa pekerjaan ini tambah kompleks saja? Aku setres bisa saja jika Danendra yang terus  memimpin.

"Siapa yang kasih No?"

"Manager Divisi nya Pak. Pak Suripto"

"Apa perasaan gue aja ya, bukannya suudzon nih ya. Pak Suripto kan dengar-dengar istrinya lagi dirawat gara-gara sakit lupus" Mas Rio menatap kearah kami berdua. Hingga akhirnya kami bertiga saling tatap dari mata yang satu ke mata yang lain, dengan berbagai macam pikiran yang tak masuk akal berputar.

"Ga mungkin" Kami bertiga spontan berucap bersamaan.

"Gue cari tahu dulu ya.. Kalau ada yang ganjel dipikiran kalian, jangan segan buat ngomong"

"Siap Mas"

Mas Rio berlalu meninggalkan aku dan Reno yang sama-sama terdiam setelah nya. Terjadi hening cukup lama diantara aku dan Reno. Hanya ada suara ketikan dari kubikel Mas Adi dan suara mesin foto copy di sudut ruangan yang sedang dioperasikan Mbak Tari.

"Nis. Gue traktir lo makan deh kalo emang masalah ini clear tapi ga menyakiti pihak lain yang terpaksa ngelakuin demi kebaikan"

Reno tiba-tiba saja bersuara saat aku hendak kembali kekubikel ku untuk sekedar melanjutkan pekerjaan yang lainnya.

"Kok pikiran kita dari tadi sama mulu ya No? Gue kok mikirnya kejauhan"

"Masalah nih Nis, soalnya udah nyampe atasan. Harusnya kita bisa cegah masalah ini ga ada kalau kita lebih teliti lagi. Gue ga tega aja kalau pikiran gue ini beneran apa enggak kenyataan nya"

"Kita tutupi sebisa nya No"

"Divisi kita yang jelek Nis. Lo mau terima amplop tipis bulan ini?"

Aku bergidik ngeri mendengar ucapan Reno. Horor sekali membayangkannya.

"Ya enggak lah No. Gue tau tabungan buat lo nikah kan bisa terusik"

"Calon aja ga punya Nis. Mau nikah sama siapa? Elo?"

"Amit-amit No."

Reno tertawa saat mendengar ucapan terakhirku sebelum aku hendak kembali ke kubikel ku.

Saat aku akan duduk, tak sengaja mata ku menangkap pemandangan malaikat maut yang entah kapan sudah ada diruangan ini seraya berbicara dengan Mas Adi. Mungkin baru masuk. Kedatangannya tidak terasa, persis malaikat maut.

MARRIAGEPHOBIA  (DICTATOR BOSS 1st VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang