Vote 😆
***
Entah apa yang ada diotak kecil berpentium rendah milikku ini pikirkan. Kurasa aku sudah gila. Berdiri didepan ruang rawat inap Danendra dengan separcel buah yang kubeli disupermarket saat aku pulang dari kantor tadi seperti orang bodoh.
Dan sekarang aku bimbang harus masuk atau tidak. Ini semua ketidaksengajaan. Spontan saja aku mengemasi barang ku begitu mendapat telepon dari Rika bahwa Danendra sakit. Dan setelah sampai disini, aku hanya berdiri bak orang bodoh yang kebingungan.
Pintu ruangan rawat inap Danendra terbuka, menampilkan Tante Anita yang baru saja keluar dengan raut datar.
"Kok ga masuk?" aku tersenyum canggung kearah tante Anita, seraya memeluk parcel buah yang ada dipelukanku ini erat.
"Ini baru mau masuk tante"
"Kebetulan ada kamu. Tante mau pulang dulu mandi sama ambil perlengkapan Danendra. Tolong jagain sebentar ya, nanti tante balik lagi kesini"
"Oh iya, gapapa tante" Tante Anita tersenyum kemudian melangkah pergi meninggalkan ku yang kembali terdiam ditempatku.
Kuberanikan diri untuk membuka pintu ruangan yang ada didepanku ini. Bagaimanapun aku harus segera masuk. Sudah cukup tatapan aneh dari para orang-orang disekitarku ini yang tertuju padaku.
"Assalamualaikum" Kulihat Danendra mengalihkan fokusnya dari televisi yang ada didepannya menjadi kearahku. Ada nampak sorot terkejut dimatanya yang mampu ia tutupi dengan baik setelahnya.
"Waalaikumsalam"
"Bapak sakit apa?" pertanyaan basa-basi yang sering orang lain tanyakan saat membesuk orang sakit begitu 'kan?
"Cuma kelelahan aja makanya tumbang sampai harus diinfus gini" suaranya masih terdengar lemah. Namun kekehan kecil itu sempat keluar diakhir kalimatnya.
"Makanya kalau udah ngerasa sakit ga usah dipaksain kerja" aku meletakkan parcel buah yang kubawa tadi keatas nakas.
"Saya kira kamu ga bakal nengokin kesini" aku terdiam mendengar ucapan Danendra dan memilih tidak menjawab lagi.
"Kupasin saya apel yang kamu bawa dong"
"Oh, iya" oke ini sangat awkward sekali. Berdua didalam ruangan bersama Danendra serasa membuat pergerakanku terbatas. Sebenarnya inilah mengapa aku benci berada di satu ruangan yang sama dengan Danendra. Akhir-akhir ini jantungku selalu memompa tak normal saja bawaannya jika bersama pria ini.
"Ini Pak, dimakan" kuulurkan semangkuk buah apel yang sudah kukupas dan kupotong-potong tadi kearah Danendra. Yang langsung pria itu terima lengkap dengan senyum manis dan ucapan terimakasih. Entah mengapa saat sedang sakit begini, pria itu berubah menjadi pria manis yang penurut dimataku.
Bunyi pintu terbuka mengalihkan perhatian aku dan Danendra. Mbak Gita masuk seraya menenteng parcel buah dengan ukuran yang lebih besar dari pada yang kubawa tadi.
"Hai" sapa Mbak Gita seraya tersenyum kearah Danendra dan aku bergantian.
Oke kurasa tugasku sudah selesai, sudah ada yang menggantikanku sampai Tante Anita kembali. Lagi pula berada didalam ruangan yang sama dengan Mbak Gita dan Danendra masih membuat ku tak enak hati.
Baru saja aku hendak beranjak, namun tanganku tiba-tiba digenggam oleh Danendra.
"Kamu tetap disini" entah mengapa kata-kata sederhana semacam itu mampu membuat hatiku menghangat kala diucapkan oleh Danendra saat dalam situasi yang seperti ini. tak sengaja pula sempat kulihat tatapan Mbak Gita pun sama kagetnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIAGEPHOBIA (DICTATOR BOSS 1st VERSION)
Chick-Lit#1 Watty2018 (05/10/2018) #8 ChickLit (07/03/2018) Ganti judul : Dictator Boss -> Gamophobia -> MARRIAGEPHOBIA (DICTATOR BOSS 1st VERSION) Berawal dari banyak nya berita yang ia tonton serta artikel yang sering ia baca. Faranisa Pratista, wani...