Aku tersenyum kala mengingat kembali kalimat sakral yang diucapkan Danendra dengan satu tarikan nafas tanpa terbata tersebut. Kalimat pengikat komitmen antara aku dan Danendra, yang diucapkan dengan penuh kesungguhan dan berakhir dengan hikmat oleh pria itu.
Sempat ragu kala melihat ada sorot kecemasan dan ketidak percayaan diri pria itu, namun kala ia berhasil mengucapkan kalimat tersebut dengan lantang dan lugas, sorot tersebut berubah menjadi kelegaan yang luar biasa.
Aku berbaring di tempat tidur baru ku, membaca dengan malas-malasan isi pesan dari grup WhatsApp kantor. Godaan receh, pembicaraan dewasa, sampai tutorial sesuatu yang sangat tabu dibahas secara umum nekat rekan-rekan ku share di sana.
Terutama Mbak Tari, dia yang sangat mendominasi percakapan grup malam ini.
Ku matikan data seluler ponsel ku lantas memilih memainkan game yang ada di ponsel ku dari pada ikut nimbrung dalam grup chat tersebut. Yang ada makin di pojokan oleh para pencari nafkah seperjuangan.
"Serius banget sih" hampir saja ponsel yang ada digenggaman ku terjatuh kala mendengar bisikan halus di telinga kiri ku.
"Ngagetin!" ku dorong wajah Danendra yang hanya berjarak beberapa senti saja dari bahu ku.
"Suami masuk kok di kacangin"
Ku lirik malas wajah menyebalkan Danendra. Selalu begini sikap nya, berbeda dengan awal-awal masa kelam ku saat ia pertama kali menginjakkan kaki di kantor nya.
"Kok aku geli ya Sa, nyebut suami didepan kamu" Danendra terkekeh diakhir kalimat nya seraya merebahkan diri nya disamping ku.
"Yaudah sebut Om-om aja" jawab ku datar.
"Emang aku nikahin anak-anak apa? Umur kamu kan udah kelewat mateng, ya walaupun muka kamu masih kayak anak-anak gitu"
"Maksud kamu aku tua 'kan?"
"Enggak gitu dong Sa," Ku tepis kasar tangan Danendra yang berusaha memeluk ku.
"Ga usah peluk-peluk" ucap ku datar.
"Apa sih Sa. Udah halal juga" balas Danendra tak mau kalah.
"Aku ngantuk, jangan aneh-aneh" Ku tarik selimut putih yang ada dibawah kaki ku kemudian membungkus diri ku sendiri dengan selimut tebal tersebut.
"Galakan kamu ya sekarang" Danendra tertawa kecil diakhir kalimat nya.
"Aku ga galak kok" aku refleks membalikan tubuh ku kearah kanan, arah tempat Danendra berbaring, lantas mendengus kesal seraya memukul bahu nya.
Namun bukan nya meringis, Danendra justru tertawa.
"Bagi dong selimut nya"
Aku menarik selimut yang membungkus tubuh ku kemudian membagi nya dengan Danendra.
"Dra!"
Aku menjerit keras, kaget akan aksi tiba-tiba Danendra yang memeluk ku setelah tubuh nya sudah di dalam selimut yang sama dengan ku.
"Pelukan setelah halal enak ya Nis, ga takut was-was dosa, apalagi kelepasan"
"Ngomong apa sih" aku menutup wajah ku menggunakan selimut yang masih ada diatas ku. Perkataan pria ini kok semakin hari semakin berani?
"Kamu biasa tidur jam berapa?" Danendra memecah keheningan yang sempat terjadi diantara kami, tanpa merasa risih, ia masih mempertahankan posisi tubuh yang masih memeluk ku.
"Ga tentu sih, biasanya kalau lagi lembur suka jam dua belas keatas"
"Kok lembur?" Kurasakan pelukan Danendra sedikit mengendur.
"Kan kamu yang ngasih kerjaan banyak lewat Mas Rio. Segitu tertarik nya sama aku makanya ngebet banget pengen lembur sama aku 'kan?"
Danendra tertawa garing, tangan nya yang sedari tadi diam mulai memelintir kecil rambut sebahu ku yang mulai memanjang.
"Sumpah cara PDKT kamu tuh norak tau ga" tambah ku lagi.
"Kalau aku nya sok kenal bakal kelihatan jauh lebih norak dong, Sa"
Benar juga. Aku ini tipe wanita yang cepat ilfeel kala melihat pria yang bertingkah norak demi mencari perhatian ku.
"Udah ah capek" aku mencoba menghentikan pembicaraan ini, entah kenapa semakin aku mengenal pria ini semakin bertambah pula kosa kata yang pria ini keluarkan dari mulut nya. Dan untung nya perkataan yang keluar dari mulut nya tergolong manis.
Coba saja jika kata-kata pedas tak berfilter itu yang selalu terdengar di telinga ku, sudah lama ku campakkan orang ini.
"Yah nanti dong. Mmmm.. Ini malem loh Sa"
Perkataan aneh macam apa yang sekarang ku dengar?
"Dra, kalau ini siang tapi gelap, kita kiamat"
"Pertama kali kita tidur ditempat yang sama" Danendra kembali meneruskan kalimat nya, dan ini semakin sulit ku pahami.
"Dra-"
"Aku boleh minta sesuatu?" Danendra menyela ucapan ku.
"Apa?"
"Aku mau kamu boleh?"
***
"Loh? Mama kok di luar?" Aku kaget luar biasa kala membuka pintu rumah dan mendapati mertua ku sudah duduk di teras rumah baru milik ku dan Danendra.
Tadi nya aku hendak keluar membeli sarapan. Mungkin ini tidak bisa dikatakan sarapan karena jarum jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Tentu saja, aku baru tidur pukul dua pagi gara-gara pria itu."Mama lupa nih ga nelpon dulu. Pas udah sampe baru inget kalian pasti bangun nya siang"
Wajah ku sontak memanas, mulut mertua ku ini benar-benar lost filter!
"Masuk dulu Ma, Nisa mau keluar sebentar beli sarapan. Soalnya belum sempat belanja isi kulkas"
Aku membukakan pintu lebar-lebar agar mertua ku bisa masuk. Jadi tidak enak membuat nya menunggu selama itu. Tapi ini kan bukan sepenuh nya salah ku, salahkan saja anak nya yang telah membuat tubuh ku remuk redam seperti ini.
"Ga usah, Mama bawain kalian sarapan nih" Mama memberikan kantung kertas yang sedari tadi ia pegang.
"Danendra mana?" tanya Mama setelah ia duduk di salah satu sofa ruang tamu ini.
"Masih tidur Ma" aku menutup kembali kantung kertas yang ada di tangan ku setelah mengintip nya.
"Mama mau langsung pulang aja deh, Mama tuh cuma mau ngasih ini kemarin lupa" Aku menatap dua lembar tiket pesawat yang Mama ulurkan padaku dengan tatapan bingung.
"Buat apa, Ma?" kuambil tiket tersebut dengan wajah yang masih kebingungan.
"Buat bulan madu kamu sama Danendra lah, Sayang"
***
Gue stop sampai sini yaa~
Mau pokus sama Gaze soalnya.
Revisi Shy Boy juga ga kelar2 -,Dah~ jangan neror mulu, gue bukan chanel youtube Nessie judge -_-
Visa Ranico
Prabumulih, sumatera Selatan
KAMU SEDANG MEMBACA
MARRIAGEPHOBIA (DICTATOR BOSS 1st VERSION)
ChickLit#1 Watty2018 (05/10/2018) #8 ChickLit (07/03/2018) Ganti judul : Dictator Boss -> Gamophobia -> MARRIAGEPHOBIA (DICTATOR BOSS 1st VERSION) Berawal dari banyak nya berita yang ia tonton serta artikel yang sering ia baca. Faranisa Pratista, wani...