9

9.3K 771 20
                                    


Hari ini saya lagi baik hati dan update beberapa bagian sekaligus, cerita ini sudah lama saya tulis jadi dari pada lumutan dilaptop lebih baik dipublis aja, dan saya persembahkan buat kalian.

"Maaf pak, ada Pak Anwar mau ketemu dengan Bapak," terdengar suara Rani diujung sambungan interkom, Ethan mengerutkan keningnya heran, mau ngapain mantan calon mertuanya itu menemuinya? Bukankah mereka tak pernah berkomunikasi lagi semenjak insiden itu? Lagipula tak ada hubungan kerja sama antara perusahaan Ethan dan perusahaan Pak Anwar.

"Ya sudah, persilahkan masuk," Perintah Ethan begitu suara Rani memutuskan lamunannya, "Masuk!" teriak Ethan mendengar ketokan dipintunya.

"Silahkan masuk Pak," Rani membuka pintu dan mempersilahkan Pak Anwar masuk, lelaki paruh baya itu mengangguk dan melangkahkan kaki memasuki ruang kerja Ethan dan Rani kembali menutup pintu setelah tersenyum hormat pada lelaki itu.

Ethan berdiri menyambut Pak Anwar dan menjabat tangannya, meski ia masih sakit hati atas pengusiran lelaki itu dulu tapi ia harus bersikap profesional dan tak menunjukkan rasa tak sukanya.

"Silahkan duduk, Pak." Keduanya duduk berhadapan disofa kulit coklat muda itu, Pak Anwar menatap Ethan tajam seperti hendak mengutarakan sesuatu namun ada keraguan diraut wajahnya, "ada perlu apa Bapak datang kesini?"

Pak Anwar menghela nafas pendek, "Novi sudah melahirkan, anaknya perempuan."

Ethan melongo dengan mata membulat, anaknya melahirkan lalu kenapa Pak Anwar memberitahukannya pada Ethan? "Lalu hubungannya sama saya apa?" tanya Ethan polos.

"Saya rasa kau pasti tahu maksud saya, pernikahan Novi baru berjalan tujuh bulan dan ia sudah melahirkan, Robin tak mengakui bayi itu dan malah pergi meninggalkan anak saya."

Ethan terkesiap, ia mengerti arah pembicaraan mantan calon mertuanya ini, "Jadi maksud Pak Anwar bapak menuduh bayi itu anak saya?"

Pak Anwar mengangguk mantap dengan mata tak lepas menatap Ethan, "Siapa lagi pelakunya kalau bukan anda. Kalian sering bertemu sebelum acara ijab kabul kan?"

Tak salah lagi, Pak Anwar menunjuk langsung Ethan ayah biologis dari cucunya. Ethan tertawa lunak, "Pak, saya memang bukan lelaki baik-baik yang tak mengenal hubungan antara lelaki dan perempuan, tapi saya bersumpah saya tak pernah menyentuh anak Bapak apalagi sampai berbuat 'itu' padanya, apalagi kami bertemu tiga kali dan itu berlangsung singkat karena kesibukan saya yang padat. Saya menghormati anak bapak dan berjanji takkan menyentuhnya sebelum kami sah dan itu saya tepati. Kalau bapak tidak percaya saya bersedia melakukan tes DNA untuk membuktikan ucapan saya. Kenapa bapak tak bertanya langsung pada Novi siapa ayah dari bayinya?"

Pak Anwar tercenung dengan perkataan Ethan, ia mencari kebohongan dimata lelaki muda itu tapi ia melihat kejujuran dari sorot mata Ethan.

"Maafkan saya Nak Ethan, mungkin saya salah menuduh anda dan saya akan kembali bertanya pada Novi kebenarannya," Pak Anwar pamit dan berlalu keluar ruangan itu, dipintu ia berpapasan dengan Rudi yang hendak menemui Ethan, keduanya saling mengangguk hormat sebelum Pak Anwar menghilang dibalik pintu.

"Itu Pak Anwar kan mantan calon mertuamu, ngapain dia kesini?" Tanya Rudi dengan mata mengarah kepintu tempat Pak Anwar menghilang.

Ethan mengangguk, "Anaknya sudah melahirkan dan dia menuduhku sebagai ayah biologis bayi itu."

Rudi terkejut, dengan sigap ia menghempaskan tubuhnya disofa bekas tempat duduk Pak Anwar tadi dan menatap tajam sahabat sekaligus bosnya itu, "Kau dan Novi pernah melakukannya?" Ethan menggeleng, Rudi menghembuskan nafas lega, "untung pernikahanmu dengan anaknya itu gagal, jika tidak kau akan menjadi ayah dari anak yang bukan darah dagingmu."

Ethan melebarkan matanya hendak protes, namun mata itu menjadi sendu begitu ia mencerna perkataan sahabatnya itu. Rudi benar, entah apa yang akan terjadi dalam rumah tangganya yang baru seumur jagung mendapati bayi yang dilahirkan istrinya adalah benih orang lain. Apakah Ethan kecewa? Pasti sangat kecewa dikhianati oleh istri sendiri.

"Kau benar," gumamnya nyaris tak terdengar, mata Ethan menerawang menatap plafon ruangannya, "aku tak bisa membayangkan kekecewaan orang tuaku mengetahui cucunya bukan darah daging anaknya."

Rudi menyandarkan punggungnya kesandaran sofa dengan satu kaki menyilang diatas pahanya, "Lo harus berterimakasih pada Elena, kalau ia tak menggagalkan pernikahan itu mungkin sekarang lo terpuruk dan sakit hati dikhianati istri sendiri, mungkin jauh lebih sakit dan kecewa dibandingkan gagal menikah."

Perkataan Rudi menohok jantungnya tapi ia membenarkannya, hati siapa sih yang tak sakit dan terluka dikhianati? Dan ia yakin sakitnya jauh lebih parah dibandingkan gagal menikah, mungkin ia akan mengambil langkah seperti Robin yang meninggalkan istrinya karena kecewa sang istri ternyata telah hamil sebelum menikah dan itu bukan anaknya, dan mungkin saat ini Ethan sudah menyandang status duren, duda keren.

"Lo bener Rud, ternyata kemunculan Elena hari itu membawa hikmah buat gue."

Rudi manggut-manggut, "sebaiknya lo minta maaf sama dia dan hilangkan sakit hati lo itu padanya." Rudi menepuk bahu Ethan pelan sebelum berlalu keruangannya.

Ethan tercenung memikirkan kata-kata Rudi, tapi mengerjai Elena sudah menjadi kebiasaannya dan itu tak bisa dihentikan begitu saja. Ia jadi bersemangat kekantor hanya untuk menikmati wajah marah, kesal dan cemberut gadis itu. Apa aku sudah jatuh cinta padanya? Tanya batin Ethan.

Bukannya buntung si Ethan malah beruntung pernikahannya digagalkan Elena, ya nggak??

TERDAMPARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang