21

20.8K 955 47
                                    


Dengan dada berdegup kencang menahan rasa haru Elena menapaki anak tangga pesawat. Jangan ditanya bagaimana keadaannya, ia trauma dan tertekan selama pesawat mengudara. Pengalaman mengerikan itu masih terbayang dipelupuk matanya dan ia tak berani memejamkan mata sedetik pun sampai mereka mendarat di Soetta.

"Alhamdulillah, kau selamat nak, kami tak percaya kau masih hidup," Mama Elena memeluk anaknya berlinangan airmata.

Niel pun disambut keluarganya dengan keharuan yang sama, bergantian orang tua dan keluarganya memeluk pria itu dengan air mata berlinang. Para wartawan mengerubungi keduanya menanyakan pengalaman mereka selama ini, pihak maskapai memberikan waktu setengah jam bagi para kuli tinta itu untuk mengumpulkan berita.

Setelah acara konfrensi pers keduanya diungsikan kesebuah hotel untuk acara pernikahan Niel. Elena mengikuti langkah rombongan dengan langkah lunglai, hatinya terasa kosong dan hampa mengingat hajat besar yang akan dilangsungkan keluarga Niel. Elena merebahkan tubuhnya yang lelah begitu sampai dikamar hotel dan orang tuanya berada dikamar lain. Dengan pikiran berkecamuk gadis itu terlelap dibuai mimpi yang terpotong-potong.

Tok tok tok!

Elena membuka mata dan menajamkan pendengaran, ia bangkit dan mengucek mata sebelum melangkah membuka pintu.

"Selamat pagi Nona, saya Yosi dan ini asisten saya Yuni, kami dikirim Tuan Ethan untuk mendandani anda," seorang pria kemayu dan asistennya berdiri tegak didepan pintu, sang asisten memegang gantungan kebaya putih dan sebuah kotak besar.

Elena membuka lebar daun pintu memberi akses keduanya untuk masuk, "Apa saya juga harus hadir?" Elena menyadari pertanyaan bodohnya, ya sudah pasti ia harus hadir selain yang menikah adalah atasannya lelaki itu juga partner hidupnya selama terdampar. Elena mendesah panjang, jika boleh hari ini ditiadakan ia ingin satu hari ini hilang dalam kalender, supaya matanya tak melihat Niel bersanding dengan kekasihnya. Sialnya ia sudah berjanji pada pria itu untuk tak lagi menggagalkan pernikahannya.

Setelah mandi dan sarapan Elena mulai didandani, ia tak terlalu memperhatikan dan hanya menuruti apa yang dilakukan Yosi, ia juga tak diberi kesempatan untuk melihat kaca dan tak mengetahui seperti apa wajahnya saat ini, yang jelas wajahnya terasa berat dan kaku kebanyakan diberi pupur.

"sudah selesai!!" Yosi menatap puas hasil karyanya, ia meneliti setiap inchi tubuh Elena dan berdecak kagum memuji kacantikan wanita didepannya, sementara yang ditatap hanya melamun dan tak merespon sedikitpun.

Pintu terbuka dan Mama Elena melangkah masuk, "Anak mama cantik sekali," puji Mama seraya menatap anaknya dari atas sampai kebawah.

Elena tersenyum miris, seandainya ia yang jadi pengantin perempuannya pasti hari ini menjadi hari paling berbahagia dalam hidupnya. Tapi sayang semua itu tak terjadi dan wanita lain yang akan menjadi pendamping hidup Niel. Elena juga heran ia hanya sebagai teman Niel tapi kenapa harus didandani seheboh ini?

Dengan didampingi sang Mama Elena melangkah memasuki aula tempat ijab kabul akan dilangsungkan, matanya menelusuri seluruh ruangan mencari keberadaan calon istri Niel namun ia tak melihat seorang wanitapun yang memakai kebaya pengantin, apa sang calon sedang ada diruangan lain?

Niel sudah duduk ditempat ijab kabul berhadapan dengan seorang lelaki paruh baya, disana juga sudah ada penghulu yang akan menikahkan pria itu. Elena berniat duduk disalah satu kursi kosong tak jauh dari tempat ijab kabul tapi Mamanya menghelanya kearah depan dan mendudukkannya disebelah Niel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TERDAMPARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang