15

10K 654 7
                                    

Buat Niyathan part ini menjawab pertanyaan kamu tentang keberadaan Niel, gimana keadaannya? Masih hidup atau.....

Happy reading,

Cicitan burung dan lengkingan monyet dari dalam hutan membangunkan Elena, ia mengucek matanya yang sembab dan berat karena kebanyakan menangis. Sejenak ia duduk mengumpulkan nyawanya yang masih berceceran, ia meringis mendapati kenyataan pahit hidupnya terdampar sendirian dipulau terpencil dan kosong.

Perutnya berbunyi meminta jatah makanan, biasanya pagi-pagi begini ia sudah duduk manis diwarungnya Bu Sovia bersama Jeni menikmati seporsi nasi goreng dan segelas teh manis hangat. Air liurnya meleleh membayangkan semua itu dan terpaksa ditelannya kembali seraya mengelus dada tak bisa menemukan makanan pavoritnya itu disini.

Ia bingung bagaimana harus mencari pengganjal perutnya, mana cacing diperutnya tak mau kompromi lagi. Elena melangkah ketepi laut mendekati karang-karang yang bermunculan dari dalam laut. Air laut sangat jernih dan Elena bisa melihat ikan-ikan berenang santai, mungkin karena jauh dari jangkauan manusia sehingga laut disini tak terkontaminasi sampah.

Dengan tangan kosong Elena berhasil menangkap tiga ekor ikan sebesar lengannya, ia keluar dari air dan bermaksud membakarnya tapi sebelumnya gadis itu harus membuat api. Dikumpulkannya kayu yang berserakan diatas pasir dan menumpuknya disatu tangan.

Mungkin saat nanti diselamatkan Elena akan membuat buku atau film dokumenter mengenai perjuangannya bertahan hidup dipulau terpencil ini. Orang-orang akan berdecak kagum dan Elena diundang roadshow kestasiun-stasiun TV menceritakan pengalamannya. Gadis itu terbahak menertawakan pikiran konyolnya , dalam kesunyian ia kembali mengumpulkan ranting kering yang berserakan diatas pasir.

"Ya tuhan ada mayat!!!!" serunya kaget dan menjatuhkan kayu ditangannya, dengan tubuh gemetar didekatinya sesosok tubuh memakai jaket keselamatan yang tertelungkup tak jauh dari tempatnya berdiri, sepertinya seorang lelaki tapi Elena tidak tahu orang itu pingsan atau meninggal. Mungkin ia salah satu penumpang pesawat yang sama dengan Elena tumpangi.

Tiba-tiba orang itu mengerang membuat Elena bergegas membalikkan tubuhnya yang tertelungkup.

"NIEL!!!"

Niel membuka matanya dan mengerjap beberapa kali, "El...Elena?" lirihnya dengan nada tak yakin, pria itu mengucek matanya meyakinkan pandangan matanya, "Ya tuhan, kau benar Elena!! Apa ini mimpi!!" serunya dan dipeluknya Elena erat seakan saat dilepas gadis itu akan menghilang dari hadapannya.

Keduanya berpelukan dengan tangis berurai, tak menyangka bisa bertemu setelah mengalami kejadian yang nyaris merenggut nyawa.

"Niel, sesak," Niel mengurai pelukannya, membiarkan Elena menghirup udara sebanyak-banyaknya sebelum diipeluknya kembali. Ia tak percaya sosok gadis dihadapannya nyata dan berpikir ia berhalusinasi.

"Ini bukan mimpi kan El? Ini nyata kan?" tanyanya berulang-ulang, dielusnya pipi Elena pelan kemudian dicubitnya pipinya sendiri, sakit berarti ini nyata.

"Aku juga tak menyangka akan bertemu lagi denganmu Niel, kupikir kau ikut tewas bersama pesawat yang meledak," Elena sesegukan didada Niel.

Niel mengecup puncak kepalanya, "aku lebih tak menyangka kau selamat El, aku tak bisa melupakan saat kau terhempas keluar pesawat dan itu kenangan terburuk yang tak bisa kuhapus dari ingatanku." Dibenamkannya Elena kepelukannya, menghujani puncak kepala gadis itu dengan kecupan.Dadanya sesak dan bergetar hebat, ia menangis tanpa suara dan airmatanya berurai membasahi rambut Elena.

"Kau lapar?" tanya Elena dengan kekehan kecil mendengar suara berisik dari perut Niel, Niel meringis dan mengelus perutnya yang berdemo meminta asupan makanan.

"Aku sudah mendapat ikan, kau bisa membuat api?" Niel mengangguk dan bangkit mengikuti Elena.

Keduanya duduk dipasir menghadapi tumpukan kayu bakar yang tadi dikumpulkan Elena. Niel membuat api dengan menggesek-gesekkan dua buah kayu yang memercikkan bunga api. Bau harum ikan bakar meneteskan liur yang langsung mereka santap begitu ikan matang. Tak lupa Niel mengambil beberapa buah kelapa muda untuk mereka minum, lelaki itu menggunakan kayu runcing membuat lubang ditampuk kelapa dan meminumnya melalui lubang itu.

"Enak, sayangnya nggak ada garam ya Niel," celetuk Elena disela aktifitas makan mereka, Niel tertawa.

"Apa tak ada orang lain dipulau ini?" Niel memandang sekeliling.

Elena menggeleng, "pulau ini kosong tapi aku belum sempat memeriksa semuanya, aku takut," Elena mengedikkan bahunya. "Dimana posisi kita sekarang?"

Niel menghentikan kunyahannya dan menatap Elena, "aku tidak tahu, entah masih dalam kawasan Indonesia atau sudah dinegara lain, kita tak punya petunjuk apa-apa."

"Niel, apa kita bisa ditemukan? Maksudku apa kita bisa kembali ke Jakarta?"

Niel terdiam, "Kita berdoa saja ya? Dan kita wajib bersyukur berhasil selamat tanpa luka sedikitpun."

Elena mengangguk, ia pantas bersyukur selamat dari kecelakan maut itu dan bisa bertemu dengan Niel, Tiba-tiba ia teringat dengan janjinya bukankah semalam ia berjanji akan meminta maaf dan berbaikan dengan pria itu?

"Niel mau kemana?" teriak Elena melihat Niel berjalan menjauh.

"Memeriksa pulau ini!!" Balas Niel tanpa menoleh. Elena bangkit dan berlari mengrjar Niel setelah memadamkan api dengan menimbunnya menggunakan pasir. Saat ini ia tak mau berjauhan dengan pria itu terlebih mereka berada dipulau kosong yang jauh dari peradaban.

Mereka sampai dipantai terbuka tanpa ada batu karang disepanjang pantai, Elena berdiri disisi Niel yang sedang memandang laut lepas dengan berkacak pinggang entah apa yang difikirkannya. Detik berikutnya pria itu mengalihkan pandangan kerimbunan bukit dibelakang mereka dan memicing melihat pondok kecil diatas bukit, mungkin itu rumah orang yang menghuni pulau ini berarti pulau ini tak benar-benar kosong.

"Ikut aku," Niel menggamit lengan Elena dan menariknya menaiki bukit. Mereka harus hati-hati banyak lumut ditanah membuat pijakan mereka licin, bahkan Elena beberapakali tergelincir dan nyaris jatuh jika Niel tak sigap menangkapnya.

"Niel, ada pondok," tunjuk Elena kearah depan, sejurus kemudian perhatiannya teralihkan pada sebatang pohon yang berbuah lebat, ia tertarik dengan buah berwarna merah mirip strawberry namun lebih besar dan permukaan buah licin, Elena memetik buah itu dan berniat memakannya.

"Jangan!!!" teriak Niel, Elena menoleh, "jangan makan sembarangan, bisa jadi buah itu beracun," Elena langsung membuang buah itu dan bergegas membuka pintu pondok didepannya, tiba-tiba...

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!!"

***

TERDAMPARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang