16

10.5K 677 8
                                    


Niel terkejut dan berlari mendekati Elena yang berdiri mematung didepan pintu pondok dengan tubuhnya gemetar dan raut pucat pasi, gadis itu ketakutan.

"Hey ada apa?" tanya Niel pelan dan merengkuhnya, Elena memeluk Niel dan membenamkan wajahnya didada bidang lelaki itu dan Niel merasakan Elena menggigil.

"A...ada teng.....korak." Elena terbata-bata dengan telunjuk terarah kedalam pondok.

Neil mengikuti arah telunjuk Elena dan menghela nafas panjang, dilantai papan itu berserakan kerangka manusia yang telah menjadi tulang-belulang. Niel mengusap punggung Elena pelan, "ssttt nggak apa-apa, itu hanya tulang belulang." Bisik Niel ditelinga Elena.

Elena mengurai pelukannya dan menoleh kedalam pondok dengan raut ngeri. Niel masuk kedalam pondok dan meneliti sekeliling, tangannya meraih satu buah kering yang banyak berserakan disekitar kerangka.

"Untung kau belum sempat memakan buah tadi, jika tidak kau sudah berakhir seperti mereka," Niel melemparkan buah kering bekas digigit itu yang langsung ditangkap Elena, gadis itu bergidik membayangkan ia meregang nyawa memakan buah beracun itu, untung Niel mencegahnya.

Niel mengumpulkan kerangka itu dan menguburkannya dengan layak, ada dua kerangka dan Niel menduga mereka adalah pasangan suami istri.

"Siapa mereka?"

"Aku tidak tahu, mungkin orang yang terdampar seperti kita."

"Tapi dari mana mereka mendapat peralatan membangun pondok ini? Ini jelas-jelas membangunnya memakai alat-alat pertukangan," Elena memeriksa seluruh pondok dengan matanya, meski sudah nyaris lapuk namun masih bisa digunakan dan pembangunannya sangat rapi, bangunan berukuran 3X4 itu terbuat dari papan dan atap daun kelapa yang dianyam.

"Mungkin kotak ini bisa menjawab pertanyaanmu," Niel membuka kotak kayu besar disudut pondok yang berisikan alat-alat pertukangan dan satu kotak lagi berisi pakaian, mungkin milik kedua kerangka tadi tapi sayang tidak ada tanda pengenal mereka jadi Niel tidak tahu identitas keduanya.

Detik berikutnya Niel sibuk membenahi pondok itu, menambal dinding yang berlubang dan menambah atapnya yang lapuk dimakan usia.

"Apa kita akan tinggal disini?"

"Setidaknya didalam sini kita bisa terlindung dari hujan dan angin malam, ngomong-ngomong semalam kau tidur dimana?" Niel balik bertanya.

"Dicerukan batu karang, dinginnya minta ampun."

Niel kembali sibuk dengan aktivitasnya sementara Elena tak berniat membantu, ia hanya mengawasi dengan takjub lelaki itu dari pintu pondok. Ternyata tak hanya ahli mengatur perusahaan, Niel juga mahir jadi tukang kayu.

Malam menjelang dan kegelapan melingkupi hutan kecil itu, ruangan dalam pondok terang benderang oleh cahaya yang berasal dari lampu damar yang dibuat Niel. Lelaki itu menggunakan getah pohon damar yang diambilnya dari dalam hutan.

"Darimana kau mengetahui getah damar bisa dijadikan penerangan?" tanya Elena dengan tatapan takjub menatap nyala obor yang meliuk-liuk mengikuti tiupan angin dari celah dinding.

"Aku pernah ikut Pramuka saat SMU dulu dan kami diajarkan cara bertahan hidup dialam liar, ternyata pelajaran itu berguna saat ini." Niel menyusun daun-daun kering yang dikumpulkannya dari dalam hutan dan menutupnya memakai kain yang ditemukannya dalam kotak membentuknya seperti kasur, "sini tidur!" Niel menepuk-nepuk kasur daunnya dengan tangan kirinya kemudian merebahkan tubuhnya yang lelah.

Elena tertegun, tidur dengan Niel? Ia bergidik ketika ingatannya melayang pada kejadian diapartemen pria itu, tubuhnya penuh dengan bercak-bercak merah hasil karya Niel, lalu sekarang apa yang akan pria itu lakukan padanya? Apalagi mereka hanya berdua saja dipulau terpencil ini? Niel yang sudah terpejam kembali membuka matanya dan menatap Elena heran.

"Mmmh Niel, kau takkan berbuat sesuatu kan?" jemari Elena terangkat diudara saat mengatakan kata 'sesuatu'.

Niel merubah posisi menjadi duduk, "Hey jangan berpikiran yang aneh-aneh, tak mungkin aku berani berbuat yang iya-iya dipulau ini bisa-bisa penunggu tempat ini murka."

"Penunggu? Maksudmu?" bulu kuduk Elena merinding, kata penunggu membuat ia berpikiran negatif.

"Makhluk halus penunggu pulau, ia akan marah jika kita mengotori tempat tinggalnya."

"Dari mana kau tau pulau ini ada penunggunya?" Perlahan Elena beringsut mendekati tempat Niel.

"Aku merasakannya, bahkan saat ini mereka tengah mengawasi kita. Kalau kau tak mau tidur ya sudah, begadang saja sampai pagi," Niel kembali merebahkan tubuhnya dan mengambil ancang-ancang berangkat kedunia mimpi.

Sontak Elena menubruk Niel dan meringkuk disampingnya, Niel yang sudah menduganya terkekeh dan memeluk gadis itu melilitkan kakinya kekaki Elena menyalurkan kehangatan dari tubuh masing-masing. Tidur dialam liar tanpa selimut harus pintar-pintar memanfaatkan situasi, dan Niel harus berperang melawan dingin dan reaksi alaminya sebagai lelaki dewasa.

***

Sementara di Jakarta, Rudi terpaku menatap layar televisi yang sedang menayangkan berita kecelakaan pesawat. Nafasnya terhenti mengetahui pesawat yang sedang diberitakan itu adalah pesawat yang ditumpangi Ethan dan Elena. Rudi terduduk lemas disofa dengan pikiran kosong, baru pagi tadi ia mengantarkan Niel kebandara dan melepas keduanya di pintu keberangkatan dan sekarang keduanya telah tiada. Menurut pembaca berita, pesawat komersial itu menembus awan kolomunimbus dan meledak diudara, Tim Sar gabungan bahkan sudah menemukan puing-puing pesawat dilaut lepas begitu juga dengan potongan tubuh yang diduga penumpang pesawat. Dilihat dari serpihan tubuh pesawat yang ditemukan kecil kemungkinan ada penumpang yang selamat.

Rudi bertindak cepat memberitahukan kedua orang tua Ethan dan Elena mengenai musibah itu, tepat dugaannya orang-orang itu syok mendengar kabar duka anak mereka namun mereka berusaha tabah dan bersiap ke Lombok mencari kabar keduanya. Rudi memerintahkan bawahannya menyewa jet pribadi untuk menerbangkan dirinya dan keempat orang tersebut ke Lombok. Meski mustahil tapi Rudi berdoa semoga terjadi keajaiban dan Niel serta Elena selamat.

Sesampai di Lombok kelimanya bergegas kerumah sakit tempat korban pesawat disemayamkan. Pelataran rumah sakit yang dijadikan posko informasi sudah dipenuhi keluarga korban yang mencari info anggota keluarganya yang menjadi penumpang pesawat.

Alexander dan Nena orang tua Ethan memberikan data-data force mortem dan ante mortem pada dokter forensik untuk dicocokkan dengan mayat korban yang sudah ditemukan, begitu juga dengan Andri dan Sinta orang tua Elena. Semua wajah keluarga korban menampilkan raut yang sama, sedih, was-was dan harap-harap cemas, berdoa dalam hati semoga mayat yang sedang diperiksa bukan anggota keluarga yang mereka cintai, dan berharap anggota keluarga mereka selamat dan berada disuatu tempat.

Lima belas hari sudah peristiwa mengerikan itu berlalu, dari 150 orang penumpang pesawat dan kru baru 60 mayat yang ditemukan. Keadaan mayat sangat memprihatinkan dan sudah tidak utuh lagi, bahkan sebagian hangus terbakar. Tim dokter forensik bekerja keras mencocokkan DNA untuk mengetahui identitas korban. Jenazah yang sudah diketahui identitasnya diserahkan kepihak keluarga untuk dikebumikan.

Orang tua Elena dan orang tua Ethan tak bisa menutupi kegundahan mereka, sampai detik ini jenazah keduanya belum ditemukan. Dalam hati kecil mereka masih ada harapan semoga anak kesayangan mereka masih hidup meski kecil kemungkinannya, tapi kalau tuhan berkehendak semua bisa terjadi kan?

***

Maaf updatenya telat, dua hari ini aku sibuk banget, biasaaaa sibuk banting tulang peras keringat cari uang, jadi nggak sempat update.

TERDAMPARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang