2. Terkunci

45 14 0
                                    


Dua minggu kemudian, ada pengambilan nilai bulu tangkis untuk pelajaran olahraga, Cassa sangat takut karena ia tidak bisa bermain bulu tangkis, setengah jam sebelum pengambilan nilai Cassa belajar bermain bulu tangkis bersama Silvi.

Pada saat pengambilan nilai Cassa mendapat giliran berpasangan bermain bulu tangkis bersama Vania, diberi waktu 5 menit oleh guru olahraga untuk setiap pasangan.

Ketika giliran pasangan Cassa dan Vania, Cassa tidak bisa bermain lancar akhirnya nilai mereka berdua jadi rendah, Cassa dimarahi Vania lalu Cassa Menangis.

Silvi menghibur Cassa "Udah Sa jangan sedih, kan yang penting kamu udah berusaha, yang namanya belajar pasti pernah gagal ko, kamu nggak boleh nyerah, kan setiap manusia punya kekurangan dan kelebihan, mungkin kamu belum berhasil sekarang, tapi nggak apa-apa lain kali coba lagi, tunjukin kemampuan kamu yang lain, kamu pasti bisa! Kamu hebat! Aku percaya itu ko, nanti pasti kamu bisa cuma belum waktunya aja, sabar ya Sa"

"Makasih ya Silvi" kata Cassa

"Iya kamu percaya aja, kamu harus yakin sama kemampuan diri kamu sendiri, when you believe you can do anything." balas Silvi

"Oke, sekarang kita istirahat yuk."  ajak Cassa.

Setelah istirahat selesai, mereka kembali melanjutkan kegiatan belajar mengajar.
Pelajaran Bahasa Indonesia tengah berlangsung,

Cassa merasakan tidak nyaman karena ia ingin buang air kecil. Ia mengangkat tangan kanannya dan berkata "Maaf bu, boleh saya izin ke toilet sebentar?"

Bu guru pun mengangguk, sambil menjawab, "Boleh, asal jangan terlalu lama ya."

"Baik Bu, terima kasih" ucap Cassa.
Dengan sedikit berlari ia menuju toilet.

Perasaan lega menghampiri Cassa, saat ia keluar dari toilet. Tanpa menunggu lama, Cassa bergegas melangkah untuk kembali ke kelas.

Derap langkah kaki terdengar di belakang Cassa. Baru saja Cassa hendak menoleh, sepasang tangan telah melingkar di kedua matanya dan mengikatkan kain penutup mata.
Gelisah dan takut muncul di saat yang bersamaan, keringat dingin mulai menghiasi dahi Cassa, tangannya sedikit gemetar dan jantungnya berdebar lebih cepat.

Di tengah kepanikannya, Cassa berpikir apa yang harus ia lakukan?
Berteriak, adalah satu-satunya cara yang terlintas dibenaknya saat ini.
Cassa membuka mulutnya, tapi suaranya tercekat karena ada seseorang yang menutup mulutnya, disaat yang bersamaan juga ada orang lain menarik tangannya.

Pasrah, hanya itu yang bisa ia lakukan. Cassa mengikuti ke mana orang-orang itu membawanya pergi.
Ia hanya merasakan tubuhnya ditarik tanpa tahu arah.
Beberapa menit kemudian, tubuhnya terjatuh di sebuah ruangan, terasa sakit akibat dorongan keras di akhir keramaian.
Setelah dorongan keras itu, tak terdengar suara seorang pun. Tampaknya mereka semua telah pergi.

Meskipun tubuhnya kini lemas, Cassa berusaha menggerakkan tangannya, membuka penutup mata yang sedari tadi menghalangi penglihatannya.
Matanya mulai terbuka dan mengitari situasi saat ini.
Sebuah ruangan gelap, dipenuhi debu dan sampah, disinilah Cassa saat ini.

Bau tak sedap menyeruak masuk ke dalam hidungnya, membuat sisa makanan yang ada dalam perutnya melonjak naik ke tenggorokan.

Dengan sisa keberaniannya, Cassa menuju pintu dan berusaha membuktikan. Namun, nihil, pintunya terkunci dari luar.
Air mata mulai meluncur membasahi wajahnya, isakkan keluar dari bibirnya yang bergetar.
Sebisa mungkin Cassa berteriak, walaupun suaranya tercekat tak bisa keluar karena ketakutan yang cukup besar menguasainya.

Sementara itu di kelas, Silvi khawatir dengan keadaan Cassa yang sedaritadi belum kembali dari toilet.

Silvi bertanya kepada Vania, karena Vania dan kawannya baru saja kembali dari toilet.

"Van, kamu lihat Cassa nggak? Tadi kamu abis ke toilet juga kan?" tanya Vania.

"Oh iya, aku lupa kasih tau. Tadi, Cassa pulang duluan dijemput orang tuanya karena ada urusan mendadak." jawab Vania

"Iya? Kok tumben ya dia nggak izin guru dulu?" Ragu dengan pernyataan Vania, Silvi bertanya demikian.

"Buru-buru banget kayanya, tadi langsung nitip pesan ke aku tolong bilang ke guru." balas Vania.

"Kamu nggak bohong kan?" Silvi mengerutkan alisnya, ia masih ragu.

"Enggak, coba aja kamu cek di toilet, dia udah pergi. Oh iya sekalian tasnya Cassa nanti kamu bawa pulang juga ya, besok dia ambil. Tadi saking buru-burunya, dia nggak sempet ke kelas ngambil tas."

"Oke, ya udah deh, makasih ya."
Setelah diyakinkan oleh Vania, akhirnya Silvi percaya. Walaupun perasaannya tidak tenang, terasa ada yang mengganjal.


Hari berlalu. Matahari kembali terbit memancarkan sinarnya, keadaan yang semula gelap, kini mulai terang.
Silvi menghirup udara segar dari jendela kamarnya dan segera mandi untuk bersiap ke sekolah.

Usai mandi, Silvi melihat tas Cassa yang kini berada di kamarnya. Ia teringat Cassa.
"Apa hari ini Cassa masuk sekolah? Urusannya udah selesai belum ya?"

Menghindari lebih banyak pertanyaan muncul di benaknya, Silvi segera meraih ponselnya dan menelepon orang tua Cassa, karena saat ini Cassa belum dibolehkan memegang telepon genggam sendiri.

Panggilan tersambung, Silvi berbicara, "Halo, apa benar ini orang tuanya Cassa?"

Terdengar suara di seberang sana, "Ya, benar ini mamanya Cassa. Ada apa ya?"

"Apa Cassa ada Bu?" tanya Silvi

"Dia di rumah sendiri. Saya dan suami saya pergi ke luar kota sejak empat hari lalu."

Silvi merasa ada yang janggal, ia pun kembali bertanya, "Bukannya kemarin Ibu ke sekolah ya menjemput Cassa karena ada urusan mendadak?"

"Enggak kok, saya kemarin kerja seharian. Cassa juga sekolah seperti biasa. Memangnya ada apa ya?"

Mendengar penjelasan tersebut, Silvi semakin gelisah, sepertinya ada sesuatu yang tak beres.

Di sela kegelisahannya, Silvi membalas perkataan orang tua Cassa, "Oh maaf Bu, mungkin saya salah dengar. Terima kasih infonya."

Panggilan itu berakhir, menyisakan Silvi yang dilanda kebingungan.
Berbagai pertanyaan muncul menyerbu pikirannya.
Silvi tergesa-gesa bersiap dan berlari ke sekolah, melaporkan kejadian ini kepada guru dan satpam yang sudah hadir.

Dua orang guru dan satpam menemani Silvi mencari keberadaan Cassa.

Gudang penyimpanan terbuka, mulut mereka terbuka, terkejut saat melihat Cassa tergeletak pingsan akibat tertimpa kardus-kardus berisi buku paket usang.

When You BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang