5. Awal Pertengkaran

27 13 3
                                    

      Setelah beberapa bulan lamanya mereka bersahabat. Suatu hari Zifa sakit dan tidak bisa masuk sekolah beberapa hari, Kebetulan minggu itu sedang banyak tugas dan pekerjaan rumah.

[Cassa, boleh tolong kerjain tugas sama pr aku nggak? Tolong tulisin semuanya di buku baru ya]
Sebuah pesan dari Zifa masuk di ponsel Cassa.

Cassa menghela napas, ia sedikit keberatan karena tugas minggu ini sangatlah banyak. Namun, ia tidak enak jika harus menolak permintaan orang lain, apalagi sahabatnya.

"Aku kerjain aja deh nggak apa-apa. Zifa kan lagi sakit, kasian dia kalo harus ngerjain tugas sebanyak itu."
ucap Cassa dalam hati. Ia sudah mengambil keputusan untuk membantu Zifa.

      Beberapa hari kemudian, kondisi Zifa kembali sehat dan sudah bisa masuk sekolah.
Hal pertama yang ia lakukan saat menginjakkan kaki di sekolah adalah mencari Cassa.

Zifa berlari, menghampiri Cassa.

"Zifa, kamu udah sehat?" Sumringah, Cassa menyambut sahabatnya.

"Udah dong, kaya yang kamu liat sekarang. Eh, gimana tugas aku udah dikerjain semua kan?" Zifa bertanya pada Cassa.

"Seinget aku udah, nih bukunya." Sebuah buku tulis diserahkan kepada Zifa.

"Bagus deh, makasih ya."

"Iya yuk, ke kelas."

       Silvi melihat buku tugas milik Zifa  ia terkejut karena semuanya berisi tulisan tangan Cassa.
"Lho kok, tulisannya persis tulisan Cassa? Apa semua ini Cassa yang ngerjain?" gumam Silvi dalam hati.

Silvi menoleh ke Cassa yang ada di sebelahnya, dan segera bertanya, "Cassa, emang bener ya kalo tugasnya Zifa semua kamu yang kerjain? Ini tulisan kamu."

"Iya betul, aku yang ngerjain. Kasian Zifa kemarin sakit. Pasti capek banget kalo harus ngerjain tugas." Cassa menjawab santai.

"Tapi kan ini tugasnya Zifa, berarti tanggung jawab Zifa lah! Harusnya Zifa kerjain Sendiri! Kamu kasian sama Zifa kalo harus capek ngerjain tugas banyak, tapi kamu nggak kasian sama diri kamu sendiri Sa? Tugas kamu sendiri aja udah banyak, ditambah harus ngerjain punya Zifa." Nada bicara Silvi mulai meninggi.

"Nggak apa-apa Silvi, Zifa kan sahabat aku. Dia butuh bantuan aku, selama aku bisa bantu pasti aku bisa bantu." Cassa berusaha menenangkan.

"Nggak bisa gitu Sa. Kalo emang Zifa belum sanggup ngerjain, dia bisa minta keringanan waktu ke guru. Cara kamu bantuin dia salah, dengan kamu kaya gini sama aja kamu dukung dia buat berbohong." jelas Silvi.

Zifa yang baru saja dari toilet, masuk ke kelas. Dirinya tak tahu kalau sedang dibicarakan oleh Silvi dan Cassa.

"Cassa, kata Keshya ada tugas IPS ya yang dikumpulin hari ini? Tapi kok di buku aku tugas IPS-nya belum ada?" tanya Zifa saat menghampiri mereka.

"Oh iya, aku lupa mungkin. Maaf ya." jawab Cassa.

"Ih gimana sih? Nyusahin orang aja. Udah tau hari ini mau dikumpulin. Kamu sengaja ya, mau bikin gue dimarahin?" Zifa mulai membentak Cassa, cara bicaranya pun berubah.

Cassa ketakutan, "Maaf Zifa. Aku enggak sengaja. Aku beneran lupa, karena tugasnya terlalu banyak yang harus dikerjain." jawabnya sambil menunduk.

"Nggak mau tau, pokoknya lo harus kerjain sekarang!" tegas Zifa. Tangannya mengepal di atas meja, membuat Cassa, Silvi dan Keshya kaget.

Butiran bening terjun bebas dari pelupuk mata Cassa, "Iya, aku kerjain sekarang." Sedikit gemetar, Cassa mengambil buku milik Zifa.

Namun, ada yang menghentikan pergerakan tangan Cassa. Dialah Silvi, ia tidak tega sahabatnya diperlakukan seperti itu.

"Udah Cassa, biarin aja nggak usah dikerjain. Biar aku yang selesain masalah ini." Silvi menghapus air mata Cassa.

"Zifa! Kamu kok tega sih manfaatin sahabat kamu sendiri?" sambung Silvi memarahi Zifa.

"Gue nggak manfaatin dia, cuma minta tolong." elak Zifa.

"Minta tolong? Kamu nggak sadar, kamu yang udah nyusahin Cassa. Tugas dia aja udah banyak, masa disuruh ngerjain punya kamu juga." Amarah Silvi mulai naik.

"Seminggu kemarin gue sakit, butuh istirahat. Nggak bisa ngerjain tugas." Zifa terus saja mengelak.

"Kalo nggak bisa harusnya kamu ngomong ke guru, pasti guru juga ngertiin. Jangan suruh Cassa ngerjain,  sama aja kamu manfaatin kebaikan dia. Udah dikerjain juga, bukannya berterimakasih malah marah pas tau tugasnya ada yang kurang." Silvi semakin tegas.

"Nanti gue nggak dapet nilai, gue kan juga butuh istirahat, tapi tetep mau dapet nilai."

"Emang kamu kira Cassa nggak butuh istirahat? Sahabat macam apa yang nggak bisa ngertiin sahabatnya sendiri!"

"Kalian semua nggak bisa ngertiin gue. Apalagi Cassa!" Zifa berlari keluar.

"Zifa marah sama aku." Cassa mulai terisak.

"Silvi ini gimana? Kok jadi berantem?" Keshya yang sedari tadi hanya menonton, kebingungan.

"Ya udah Key sekarang kamu kejar Zifa, aku tenangin Cassa." perintah Silvi.

Keshya bergegas mengejar Zifa. Semetara Silvi duduk di samping Cassa.

"Cassa, kamu kenapa nangis? Zifa nggak marah kok sama kamu, mungkin dia lagi kesel aja." tanya Silvi pelan.

"Tapi aku takut Zifa nggak mau temenan sama aku lagi. Aku nggak mau kehilangan sahabat." Cassa berusaha menjelaskan.

"Kenapa harus takut ? Kamu nggak salah, lagi pula masih ada aku sama Keshya kok, kita selalu belain kamu, selalu jadi sahabat kamu, kan kita sayang Cassa, inget Sa, when you believe, you will get the best for you."

"Makasih ya Silvi, aku cuma nggak mau marahan sama Zifa, aku nggak mau musuhan sama Zifa."

"Kamu jangan takut sama apa yang belum terjadi Cassa, kalo misalkan itu bikin kamu lebih baik, nggak usah takut, sekalipun itu beneran kejadian tenang aja ada aku, aku selalu disamping kamu." Silvi membelai rambut Cassa perlahan.

Keshya datang dengan nafas tersengal, keringat mengucur deras dari dahinya.

"Silvi itu Zifa nggak mau, minta maaf. Udah nyerah aku bujuk dia." ujar Keshya, kedua tangannya bertumpu pada lutut.

"Yaudah tunggu aku aja yang samperin." Silvi berlari meninggalkan mereka.

Beberapa saat kemudian, Silvi datang sambil menarik paksa tangan Zifa.

"Silvi lepasin aku nggak mau ditarik-tarik, aku kan punya kaki bisa jalan sendiri." Zifa menolak setengah berteriak.

"Liat itu! Kamu nggak kasian sama Cassaz dia nangis gara-gara kamu. Dia nggak mau kehilangan kamu!" Silvi menunjuk ke arah Cassa.

"Ngapain di kasianin? dia aja nggak kasian sama aku nggak mau bantuin aku." gerutu Zifa.

"Cassa kan udah bantuin kamu, Cassa udah ngerjain tugas kamu, biarpun nggak semuanya, tapi itukan udah banyak. Kamu bukannya terima kasih, malah nggak ngehargain Cassa, ini balesan kamu ke Cassa?
Kamu dateng ke dia cuma pas butuh? Kamu nggak inget? Setiap Kamu sedih Cassa jadi orang pertama yang hibur kamu, Cassa yang selalu bikin kamu ketawa, Cassa nggak pernah marah sama kamu. Tapi sekarang kamu kaya gini. Ini yang namanya Sahabat? Bukannya kamu udah janji nggak mau kecewain Cassa?" jelas Silvi panjang lebar.

Zifa terdiam sejenak.

"Ya maaf Silvi aku baru ngerti.
Cassa maafin aku juga ya, aku nyesel, makasih ya udah bantuin aku." ucap Zifa.

"Aku udah maafin kok. Aku juga minta maaf ya." balas Cassa disambut dengan pelukan Zifa.

"Nah gitu dong, akur." timbal Silvi.

"Ikutan dong." Keshya menghambur ke pelukan mereka, diikuti oleh Silvi.

Mereka semua berpelukan.

When You BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang