7. Bubar?

32 13 3
                                    

"Ngapain kalian baca buku aku?"
Suara Zifa yang tiba-tiba datang, membuat Cassa dan Silvi terkejut.

"M-maaf Zif, aku... aku penasaran." Dengan gugup, Silvi menjawab pertanyaan Zifa.

"Bohong! bilang aja Cassa kan yang suruh baca bukunya?" tuduh Zifa

"Iya, aku juga tadi penasaran. Maaf ya, aku baca buku kamu nggak bilang." ujar Cassa.

"Bukan Cassa, tadi aku yang baca duluan ini salah aku." Silvi membela Cassa.

"Nggak sopan banget sih, baca buku orang nggak bilang-bilang!" Zifa mendorong Cassa hingga terbentur meja.

Butiran bening berjatuhan dari mata Cassa. Benturan itu terasa sakit, tapi ada yang lebih sakit daripada itu. Yaitu sakit di hatinya, akibat perlakuan Zifa yang selama ini ia anggap sahabat.

"Zifa! Kenapa sih Cassa terus yang disalahin? Cassa terus yang disiksa? Emang Cassa salah apa? Tadi kamu tulis di buku, kata kamu Cassa jahat? Sejahat apa Cassa sampe kamu tega nyakitin dia kaya gitu?" Tak terima dengan perlakuan Zifa, Silvi membentaknya, sambil membangunkan Cassa yang terjatuh.

Keshya ikut menolong Cassa dan segera membawanya keluar, takut terjadi hal yang lebih buruk.

"Kalian udah tau semuanya 'kan? Bagus lah kalo udah tau biar Cassa sadar." Zifa tersenyum sinis, tanpa terselip rasa bersalah di hatinya.

"Harusnya yang sadar tuh lo Zifa! Lo perlakuin Cassa udah kaya bukan sahabat, bahkan lo nggak kaya manusia." Mendengar ucapan Zifa, membuat Silvi tak bisa lagi menahan kesabarannya. Tangan kanannya mengepal, berusaha menahan emosinya.

"Terus kenapa?" Zifa menjawab dengan santainya.

"Coba deh sekali aja kamu pikir, Cassa pernah jahat sama kamu? Enggak kan? Setiap kamu jahat sama Cassa dia nggak pernah bales, Cassa tetep baik. Setiap hari dia selalu ceria bikin kita ketawa padahal kamu nggak tau kalo sebenernya Cassa itu sedih. Terus siapa yang selalu bantuin kamu? Yang selaku hibur kamu? Cassa 'kan?" Ditengah emosinya, Silvi berusaha menjelaskan.

"Cassa duluan yang mulai semua ini. Gara-gara dia, Vania pindah sekolah. Gue tuh sahabat sama Vania, udah dari kecil. Nggak pernah sekalipun Vania murung. Sejak ada Cassa, semua berubah. Cassa udah buat gue kehilangan Vania. Gue juga mau Cassa ngerasain gimana rasanya kehilangan sahabat!" Zifa menghela napas, setelah mengeluarkan apa yang dipendamnya selama ini.

"Tapi Zif, Vania pindah bukan salah Cassa. Kalo boleh milih, pasti Cassa juga nggak pernah mau dijahatin sama Vania. Itu semua salah Vania sendiri."

Penjelasan Silvi tampaknya hanya angin lalu bagi Zifa, ia tak peduli. Alih-alih mendengarkan Silvi, Zifa malah berlari keluar, menarik Cassa dengan penuh amarah.

Hatinya masih kacau, Cassa tak berdaya saat ditarik oleh Zifa. Cassa hanya mengikuti ke mana Zifa membawanya pergi.
Sampailah mereka di tepi tangga menuju ke lantai satu.

"Sekali lagi Silvi berusaha nasehatin gue, Cassa bakalan gue dorong!" seru Zifa

Tidak mungkin Silvi merelakan sahabatnya disakiti, is bergegas merebut Cassa dari genggaman Zifa.

"Bukannya lo udah pernah janji? Tapi mana, Zif? Lo boleh nyakitin gue, marahin gue, tapi jangan Cassa. Kasian Cassa tuh nggak tau apa apa. Lo maunya apa sih? Mau persahabatan kita ancur? Mau persahabatan kita pecah? Ya udah kalo emang gitu mendingan kita bubar aja nggak usah ada sahabatan lagi, daripada kita sahabatan tapi saling nyakitin kaya gini, lo cuma mau manfaatin Cassaz lebih baik bubar." Emosi Silvi mulai memuncak.

"Silvi stop! Kamu yakin nggak mau kita jadi sahabat lagi? Apa nggak dipikirin dulu? Ini bisa dibicarain baik-baik." Cassa berusaha mempertahankan persahabatan mereka.

"Nggak bisa Cassa, nggak ada kesempatan lagi buat Zifa. Mau sampe kapan dia kaya gini terus? Aku nggak tega liatnya, daripada terus-terusan kaya gini mendingan udahin aja persahabatan kita, biar nggak ada lagi yang marahin kamu, nyakitin kamu, nyuruh-nyuruh kamu, nggak ada gunanya pertahanin sahabat kaya gitu." jelas Silvi.

"Dikira gue takut? Ya udah kalo emang mau bubar. Masih banyak temen lain. Gue nggak butuh temen kaya kalian!" Zifa menghentakkan kakinya.

"Oke, ayo Cassa pergi dari sini." Silvi menarik tangan Cassa.

"Tunggu, Keshya gimana?" Cassa memandang Keshya, ia sudah cukup dekat dengannya.

"Maaf Sa, tapi aku lebih pilih sama Zifa." Keshya berlalu begitu saja, mengikuti ke mana Zifa pergi.

Akhirnya persahabatan mereka bubar.

Kejadian itu telah berlalu beberapa jam. Namun, hingga pulang sekolah, Cassa masih bersedih, sesekali air mata meluncur membasahi wajahnya.

"Cassa kamu jangan nangis, kalo mereka liat kamu nangis mereka nanti makin seneng. Kamu harus bisa buktiin kalo kamu baik baik aja tanpa mereka." Silvi mengusap punggung Cassa.

"Tapi aku sedih, kehilangan dua sahabat sekaligus. Aku selalu inget waktu kita bareng-bareng." jawab Cassa pelan, diiringi air mata yang terus keluar.

"Enggak usah diinget lagi, masih ada aku. Aku janji, akan bikin kamu seneng tanpa mereka. Inget aja, when you believe. Suatu saat, mereka pasti nyesel."

Cassa hanya mengangguk.

When You BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang