6. Ternyata Zifa...

34 13 2
                                    

Cassa pikir masalah selesai. Namun, ternyata itu baru awal dari masalah di persahabatan mereka.

Sejak saat itu zifa sering memarahi Cassa, menuduh, memaksa, memerintah bahkan berbuat kekerasan pada Cassa. Lagi dan lagi, Cassa selalu membuka hati untuk memaafkan.

Persahabatan mereka mulai tidak akur, hampir setiap hari itu terjadi. Silvi yang merasa kasihan pada Cassa berulang kali memarahi Zifa.
Zifa tetap saja tidak takut. Kejadian itu terus berlangsung.

---------

Siang itu di sekolah, matahari berada tepat di atas langit, membuat suasana terasa panas, sinarnya menyilaukan mata yang memandangnya.

Zifa dan Keshya yang kehausan, pergi ke kantin untuk membeli minuman. Cassa dan Silvi yang tetap berada di kelas, menemukan sebuah buku catatan milik Zifa di atas meja.

"Itu buku apa ya?" Silvi bertanya.

Pertanyaan itu didengar oleh Cassa,
"Punya Zifa, buku catetan gitu mungkin." jawab Cassa.

Penasaran, Silvi meraih buku itu dan membukanya.

"Silvi, jangan! Kita kan belum izin ke Zifa." Cassa berusaha mencegah.

"Cuma mau liat sebentar kok. Hehe...."
Silvi tetap menuruti rasa penasarannya.

Lembar demi lembar Silvi membacanya, ekspresinya semakin tak karuan saat tahu isi buku itu.

"Kamu baca apa sih? Kok kaget gitu?" Setelah melihat perubahan ekspresi Silvi, Cassa penasaran.

"Emm... nggak ada apa-apa kok." jawab Silvi.

"Coba, aku mau baca juga." Cassa menatap Silvi.

"Jangan, mendingan kamu nggak usah baca." Silvi menutup buku itu.

"Ih enggak, aku mau baca." Cassa merebut buku tersebut dan membukanya.

Terpampang jelas tulisan Zifa.

    Selesai membaca tulisan itu Cassa menangis

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Selesai membaca tulisan itu Cassa menangis.

Di dalam hati, ia berkata, "Selama ini aku beneran mau jadi sahabatnya Zifa. Aku nggak pernah benci sama Zifa. Biarpun Zifa marah sama aku juga, aku nggak akan benci dia. Biar gimanapun Zifa sahabat aku.
Tapi Zifa nggak anggap aku sahabat? Zifa deketin aku cuma buat manfaatin aku?" ungkap Cassa dalam hati. Tak terasa bulir bening berjatuhan membasahi wajah Cassa.

"Cassa, kalo kamu mau nangis nggak apa-apa, nangis aja. Aku temenin kamu ya. Aku ngerti, ini berat buat kamu. Aku juga nggak nyangka Zifa sejahat itu." Silvi memeluk Cassa, membiarkan Cassa menangis beberapa menit.

"Silvi emang aku jahat?" tanya Cassa setelah dirinya mulai tenang.

"Enggak kok, kamu sahabat terbaik yang pernah aku temuin." balas Silvi.

"Tapi tadi kata Zifa aku jahat?" Pertanyaan itu terus keluar dari mulut Cassa.

"Kamu itu baik, cuma Zifa aja yang salah mandang kamu, Zifa yang nggak sadar, Zifa yang sebenernya jahat, kamu nggak tau apa-apa." Silvi menenangkan Cassa.

"Terus kenapa Zifa benci sama aku? Zifa nggak anggap aku sahabatnya kenapa? Aku salah apa sama Zifa?"

"Zifa benci sama kamu? Aku lebih benci sama Zifa, Zifa nggak anggap kamu sahabatnya? Aku juga nggak anggap dia sahabat."

"Silvi... enggak boleh begitu. Zifa kan bencinya sama aku bukan sama kamu. Zifa maunya jadi sahabat Silvi, masa Silvi nggak anggap Zifa?"

"Aku nggak tega Cassa, kamu baik sama Zifa tapi Zifa malah kaya gini. Sahabat itu bukan buat main-main, bukan buat manfaatin yang lain, bukan buat saling nyakitin kaya gini, harusnya tuh Zifa mikir perasaan kamu sekarang gimana."

"Aku juga nggak tau, tapi aku tetep anggap Zifa sahabat aku kok."

"Ya udah Cassa, kamu sabar aja ya, semua pasti indah kalo udah waktunya. Zifa pasti bakalan sadar. Kalo kamu yakin pasti kamu bisa dapetin yang kamu mau, When you believe, you will get everyting you want. Tetep kuat ya, aku janji selalu ada buat Cassa, kapanpun kamu butuh bantuan."

"Makasihh ya Silvi. Kamu sahabat aku yang paling baik." Senyum Cassa telah kembali.

"iya nggak usah dipikirin, biar aku aja yang selesain nanti."

"Iya, aku udah maafin juga kok." seru Cassa.

"Aku salut banget sama Cassa, aku bangga punya sahabat kaya Cassa. Kamu bisa maafin dengan mudah walaupun udah di kecewain, disakitin berkali-kali, tapi kamu tetep baik tanpa ada kata marah sedikitpun."

"Aku juga bangga punya sahabat kaya Silvi, yang selalu ada dan siap dengerin keluh kesah aku. Makasih ya." Cassa memeluk Silvi.

When You BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang