I Forgive You (Part 2)

704 62 12
                                    

"Kita sudah sampai," kata dokter Ryan yang baru saja selesai memarkirkan mobilnya di bahu jalan, tepat di belakang garis polisi. Tidak banyak orang yang datang selain awak media dan beberapa polisi. Seingat Raki jalanan sekitar sini juga ditutup, sesuai permintaan Raki. Dia ingin reka adegan pembunuhan kakaknya itu dilakukan secara rahasia.

"Aku ingin berjalan kaki ke sana."

Dokter Ryan yang sudah bersiap menurunkan kursi roda Raki langsung berbalik dan duduk di samping Raki lagi. Dia memandang Raki lekat-lekat. Dari mata itu dia bisa melihat raut sedih bercampur kebencian luarbiasa.

"Kamu yakin bisa?" tanya dokter Ryan yang langsung dijawab anggukan oleh Raki. Dokter Ryan ikut mengangguk, dia melepaskan jarum infus yang menempel di punggung tangan Raki dan menutupnya dengan kapas kecil.

"Ayo, saya bantu."

Raki menurut, dia meraih tangan dokter Ryan yang terulur di depannya. Kakinya perlahan melangkah ke arah lokasi pembunuhan. Masih ada darah di jalan itu, darah yang sangat banyak dan itu hanya dari satu orang. Raki merasakan hatinya kembali sakit membayangkan kakaknya yang tengkurap sendirian di sana, menahan kesakitannya sendiri saat malaikat maut perlahan mengambil nyawanya.

"Kamu, baik-baik saja?" tanya dokter Ryan melihat Raki berkali-kali menarik napas panjang sambil memejamkan mata. Raki membuka matanya yang sudah memerah sambil mengangguk meskipun tubuhnya sudah lemas sekarang.

"Mau duduk dulu?" Raki menggeleng, dia masih terus memandang gambar putih di jalan itu. Membayangkan kakaknya, otaknya perlahan mulai membayangkan bagaimana kejadian sebenarnya, tepat saat suara sirine polisi menggema di telinganya.

Raki menatap mobil polisi itu datar. Seorang lelaki bertubuh kekar keluar dari mobil itu dengan tangan diborgol dan wajah ditutup kain hitam. Dua orang polisi menggandengnya dan menggiringnya masuk ke lokasi. Kedua polisi itu menjabat tangan Raki saat mereka berpapasan.

"Boleh dibuka sebentar? Saya ingin melihat wajahnya." Kedua polisi itu saling pandang mendengar permintaan Raki. Mereka juga memandang dokter Ryan yang setia memegangi oksigen portable Raki dan menggandeng erat tangan Raki dengan sebelah tangannya.

"Silakan," kata dokter Ryan, seolah memberikan izin pada kedua polisi itu. Begitu kain putih yang menutupi wajah laki-laki kekar itu dibuka, Raki terkesiap. Tubuhnya bahkan sempat oleng dan membuat panik hampir semua orang yang ada disana.

"Kamu..." bisik Raki pelan. Laki-laki kekar itu hanya bisa menunduk, tidak berani menatap mata Raki yang sarat akan kebencian.

"Kenapa kamu melakukannya? Apa salahnya?" todong Raki dengan suaranya yang sudah bergetar hebat. Laki-laki itu hanya bisa menunduk, sesekali tubuhnya terdorong mundur saat tangan kurus Raki memukul dadanya dan mendorongnya pelan.

"Hei lihat aku, lihat mataku, kenapa kamu membunuhnya?!" teriak Raki. Dia benar-benar marah sekarang. Bahkan bisa dibilang sangat marah. Airmatanya sudah mengalir dari sudut mata, membasahi pipinya dan membuatnya sedikit kesulitan bernapas, tapi tangannya masih terus memukul tubuh laki-laki di depannya itu pelan.

"Kami akan segera melakukan reka adegannya," kata polisi itu sambil menggiring tubuh pembunuh Raka ke tempat pertama reka adegannya, membuat Raki tidak bisa melakukan apa-apa selain menatap kepergian laki-laki itu dengan sorot mata kecewa dan marah yang bercampur menjadi satu.

^^^

"Raki, polisi bilang kamu boleh maju sedikit lagi. Reka adegannya akan dimulai setelah mendapatkan persetujuanmu." Raki mengangguk, dia menyeret kakinya mendekati laki-laki kekar itu dengan bantuan dokter Ryan. Di sampingnya, dokter Ryan benar-benar tidak tega melihat Raki yang kesulitan berjalan, jangankan berjalan, dokter Ryan yakin 100% Raki kesulitan bernapas sekarang ini. Tapi sifat keras kepala Raki membuat dokter Ryan tidak bisa melakukan apapun selain bersiaga di sampingnya. Jaga-jaga saat tubuh Raki memberontak lebih dari yang bisa Raki tanggung.

This Love... ✓Where stories live. Discover now