For You (Part 1)

645 48 19
                                    

Gimana latiannya?

Eza mengetikkan pesan pada seseorang yang berada jauh di sana sambil membayangkan si penerima pesan yang mungkin tengah memaki-maki angin sambil merapikan biolanya. Tidak sampai satu menit pesannya sudah mendapatkan balasan yang langsung dibuka oleh Eza.

Parah, gk ada lo. Knp harus keluar di saat2 kayak gini sih? Kompetisi kita gimana? Percuma kita capek latian 2 bulan ini! Gue harus mulai semuanya lagi, sama orang yg gak pernah gue kenal!

Eza terkekeh pelan. Dia sudah menyangka gadis ini akan menyalahkannya atas semua kemalangan yang terjadi padanya hari ini. Salah dia juga, meninggalkannya tanpa mengatakan apapun lebih dulu dan di saat-saat sepenting ini.

Biar lo bisa kerja sama orang lain, gk gue mulu.

Eza mengetikkan balasannya secepat mungkin. Berharap gadis di seberang sana masih memegang ponselnya, atau berada di sekitar ponsel itu. Dering balasan tak sampai 2 menit Eza terima, membuat senyumannya kembali terbit.

Gak pas deket2 kompetisi juga kali. Egois namanya!

Benar juga, dia mengundurkan diri tepat 2 bulan sebelum kompetisi piano terbesar se ASIA diselenggarakan. Padahal dirinya sudah mendaftarkan diri bersama orang yang tengah bertukar pesan dengannya ini, membuat kalang kabut pelatih mereka dan memutuskan menggantinya dengan orang lain, yang akhirnya justru menjadi sumber kemalangan lawan bicaranya ini.

Lo di mana?

Studio

Ketemu di tempat biasa jam 4?

Oke!

Eza meletakkan ponselnya di meja saat merasakan pusing kembali menderanya. Dia memejamkan mata sambil menyandarkan kepalanya di punggung sofa, menikmati sensasi mual dan berputar yang tengah menderanya. Tanpa sadar Eza membuka mulutnya, tiba-tiba saja dia kesulitan mengambil oksigen dari ruangan ini, padahal hanya ada dirinya sendiri di dalam ruangan luas dengan seluruh jendela terbuka ini.

"Za, nih ayam bakar pesenan lo!"

Rio memasuki ruangan sambil menunduk, memeriksa pesanannya sudah lengkap. Begitu kepalanya mendongak, Rio buru-buru berlari dan meletakkan makanannya dengan asal dan duduk di samping Eza, tapi meskipun begitu dia tidak berani memegang tubuh Eza, takut sahabatnya itu semakin kesakitan dengan sentuhannya.

"Lo kenapa? Mau ke rumah sakit?" tanya Rio panik. Eza mencoba menarik napas panjang-panjang, namun dia justru tersedak udara yang dia simpan di paru-parunya, alhasil dia terbatuk keras hingga menunduk sambil terus terbatuk. Rio menepuk pelan punggung Eza dengan mata berkaca-kaca, dirinya selalu tidak tega melihat Rio seperti ini.

"Kita ke rumah sakit, ya?"

Eza menggeleng pelan setelah berhasil menetralkan napasnya. Batuknya juga sudah berhenti, tapi dia masih merasakan pusing dan tubuhnya semakin lemas. Mendadak dia menyesal melupakan jadwal transfusi darahnya kemarin. Sepertinya hari ini dia harus pergi ke rumah sakit jika masih ingin hidup sampai besok.

"Mana ayam bakar gue?" tanya Eza mengalihkan pembicaraan.

"Bisa gak sih gak ngalihin pembicaraan, gue tanya baik-baik lo kenapa?"

"Gue laper, lo tau kan kalo gue gak boleh telat makan? Gue udah telat 15 menit, gara-gara lo lama beliinnya. Tanggung jawab! Mana ayam bakar gue?"

Rio menghela napas panjang, selalu kalah jika berdebat dengan Eza. Ia mengulurkan tangannya, mengambil paper bag di nakas dan memberikan satu kotak ayam bakar pada Eza. Tak lupa, ia membuka  satu botol air minum tinggi ion dan memberikannya pada Eza untuk diminum sebelum makan. Setelah memastikan sahabatnya tidak kesulitan makan, ia ikut mengambil satu untuknya sendiri.

This Love... ✓Where stories live. Discover now