Keep Alive My Brother (part 4)

576 42 9
                                    

"Bang, kak Lara ke mana?" Hendra mengerutkan keningnya bingung mendengar pertanyaan Fabi. Benar, sudah hampir sebulan ini Lara selalu pulang telat. Lara juga sering izin tidak masuk dengan berbagai alasan yang tidak pernah diduga. Tapi beberapa hari ini Lara semakin keterlaluan sepertinya, dia bahkan pernah pulang pagi sekitar pukul 8 dan berangkat bekerja lagi di restoran jam 10nya, membuat Fabi jarang bisa bertemu Lara.

"Mungkin masih ada urusan, kenapa?" Fabi menggeleng pelan. Matanya terus menatap jam di dinding yang semakin mendekati angka 10. Dia belum bertemu kakaknya seharian ini. benar-benar seharian karena terakhir dia bertemu Lara adalah kemarin sebelum dia berangkat kerja.

"Operasinya kapan Fab?" tanya Hendra mengalihkan perhatian Fabi. Fabi menatap Hendra sejenak sebelum mengatakan lusa sebagai jawabannya. Dia tiba-tiba takut kakaknya itu melupakan jadwal operasinya dan tidak kembali seharian seperti sekarang.

Fabi tiba-tiba membalikkan tubuhnya dan meringkuk dengan kepala terjuntai ke bawah. Dia menangkupkan kedua tangannya ke mulutnya, membuat Hendra reflex berdiri panik dan menarik wadah untuk muntah. Fabi langsung membuka matanya dan mengeluarkan apapun yang ada di perutnya. Dengan sabar Hendra mengusap punggung Fabi dan memegangi wadah itu sementara Fabi beberapa kali terbatuk dan mengerang.

"Fab? Abang panggilin dokter, ya?" Fabi tidak merespon sama sekali. Dia sudah tidak muntah lagi, tapi nafasnya masih tersengal dan beberapa kali terbatuk. Hendra menjauhkan wadah itu dari Fabi dan mencoba menegakkan tubuh Fabi.

"Fabi? Bisa denger suara Abang, kan?"

Jantung Hendra sudah berdetak kencang sekarang. Fabi masih mempertahankan posisinya meskipun Hendra mencoba menegakkan tubuh Fabi. Tubuh itu benar-benar kaku, detik berikutnya yang Hendra tau tubuh itu mengalami kejang-kejang hebat dengan darah mengalir dari hidung dan mulutnya.

"Fabi!!" Hendra berusaha memegang tubuh Fabi, dia sebenarnya tidak tahu apa yang harus dia lakukan, dia hanya mencoba menahannya agar tidak jatuh ke lantai sementara tangannya berusaha meraih tombol untuk memanggil suster.

"Tahan Fabi, tahan! Ayo, lawan penyakitnya, lawan sama Abang!"

Hendra menangis keras meskipun tanpa suara, dia ketakutan, dia panik, dia tidak tahu harus berbuat apa dan para dokter tidak juga datang. Dia tidak pernah menghadapi hal seperti ini sebelumnya dan ini benar-benar membuat hatinya sakit.

"Ada apa? Astaga Fabi!" Hendra memutar kepalanya secepat mungkin saat mendengar suara orang lain selain dirinya sendiri. Dia langsung terdorong menjauh saat orang-orang itu dengan paniknya berusaha memanggil Fabi, memeriksa kondisinya dan berakhir membawa Fabi beserta ranjangnya keluar ruangan.

"Hubungi Lara sekarang!" teriak dokter Bayu sebelum membawa ranjang Fabi berlari menyusuri lorong.

Hendra mengeluarkan ponselnya dengan tangan bergetar, mencari kontak Lara dan menghubunginya dengan airmata yang masih mengalir di kedua pipinya. Demi Tuhan dia ketakutan sekarang. Darah Fabi sangat banyak, kejangnya, bahkan mulutnya sampai berbusa. Belum lagi darah di muntahannya tadi.

"Astaga Lara, angkat! Lo kemana sih! Adek lo butuh lo sekarang!" maki Hendra kesal. Jujur, dia kecewa dengan Lara. Bagaimana kalau dia tidak ada? Apa yang akan terjadi dengan Fabi?

Hendra kembali mengulangi panggilannya, entah sudah berapa puluh kali. Dia bahkan sekarang sudah berpindah tempat ke ruang operasi. Mereka memutuskan mempercepat operasi Fabi karena kondisinya yang sudah tidak bisa ditunda lagi. Hendra akhirnya harus menandatanganinya tanpa sepengetahuan Lara.

"Halo? Ada apa?"

"Shit! Lo di mana sekarang?"

"Fabi baik-baik aja, 'kan? Bilang sama dia gue langsung ke restoran."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 18, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

This Love... ✓Where stories live. Discover now