LIMA BELAS

2.5K 241 25
                                    

Sasuke PoV

Hariku yang tenang harus kembali terusik dengan kedatangan Sakura, Ino, Sai dan Naruto. Awalnya aku hanya berencana ingin menenangkan pikiranku di studio ini seorang diri. Namun kedatangan mereka berempat harus membuatku membatalkan rencana tersebut.

Aku pasti tidak bisa melarikan diri, mereka akan mengikutiku kemana pun aku pergi. Dan itu akan.. sangat merepotkan.

Jadi sekarang yang dapat aku lakukan hanya diam. Setidaknya mereka sadar bahwa aku sedang tidak ingin bicara tentang apa pun. Semua hal membuatku bosan, semuanya.. Kecuali tentang Hinata. Kepergian Hinata seminggu lalu telah banyak mempengaruhi kehidupan yang aku jalani belakangan ini.

Ck. Kehidupan?

Aku bahkan tidak pernah melakukan apa pun yang patut aku sebut sebagai aktifitas untuk menjalani hidup. Setiap saat yang aku lakukan hanyalah memeriksa keadaan ponselku dan menunggu benda pipih itu untuk berdering. Setidaknya aku harus bersyukur, otak jeniusku dapat berpikir cepat untuk segera mengirim anak buahku mengikuti kepergian Hinata.

Hinata?

Bahkan keadaan sekitarku yang terdengar ramai pun tak dapat menutupi kesepianku karena kepergian gadis itu. Ck. Aku benci seperti ini. Seorang Uchiha tidak seharusnya menjadi sosok yang lemah dan tak berdaya.

Sekarang aku harus bagaimana? Haruskah aku menyusul Hinata ke London?

Tidak!

Aku rasa itu bukanlah pilihan yang tepat. Setelah peristiwa pertemuanku dengan Hinata seminggu lalu, aku telah mengucapkan permintaan maaf kepadanya. Saat itu Hinata memang tidak menjawab permintaan maafku secara langsung. Tapi aku tahu, bahwa gadis itu sudah sedikit melupakan rasa kesalnya kepadaku.

Dari mana aku tahu? Tentu saja karena aku seorang Uchiha.

Aku berusaha menahan kedua sudut bibirku yang ingin bergerak membentuk sebuah senyuman. Hinata, gadis itu begitu lucu dan menggemaskan. Aku memang pergi meninggalkannya setelah aku berhasil mengucapkan permintaan maaf yang terasa sangat sulit keluar dari bibirku, tapi bukan berarti saat itu aku benar-benar menginggalkannya.

Hell. Tentu saja aku tidak akan melakukan hal itu. Keadaan sekitar hotel yang sedang ramai justru membuatku waspada untuk tetap mengintai keberadaan Hinata. Gadis itu terlalu baik dan polos untuk ukuran gadis jaman sekarang.

Dia bahkan tidak tahu seberapa menariknya dia hingga membuat puluhan pasang mata selalu memperhatikannya. Dan tentu saja, aku akan selalu memasang mode siaga untuk hal tersebut.

Pikiranku kembali melayang pada kejadian malam itu. Beberapa saat setelah aku pergi meninggalkan Hinata di depan hotel, dia masih termenung di sana seperti seorang gadis bodoh. Namun sesaat kemudian, senyumanku terbit ketika aku melihat Hinata yang sedang mencari keberadaanku.

Aku memandang Hinata yang terlihat sedang menggumam seorang diri. Entah apa yang sedang dia ucapkan. Keberadaanku yang jauh dan terhalang pohon menyulitkanku untuk dapat mendengar apa yang dia ucapkan. Apakah gadis itu sedang melamun? Apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan?

Gadis itu terlalu polos, ekspresif dan tentu saja.. menggemaskan. Ekspresi wajahnya yang berubah-ubah membuatku tidak dapat memperkirakan dengan pasti apa yang sedang gadis itu lamunkan. Apakah dia sedang memikirkanku? Ataukah dia sedang menyumpahi keberadaanku yang tiba-tiba muncul di hadapannya?

Beruntunglah beberapa saat kemudian Hinata segera beranjak dari tempatnya. Selama hampir satu jam gadis itu hanya terlihat duduk jongkok di depan hotel sambil sesekali menengadahkan kepalanya ke atas.

Hinata.. Hinata.. Hinata..

Dengan tanpa terkontrol, pikiranku kembali dipenuhi oleh semua hal yang selalu berkaitan dengannya.

Beautiful to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang