ENAM BELAS

2.5K 250 36
                                    

Sasuke PoV

"Teme." Aku mendengar Naruto mengetuk pintu beberapa kali.

"Teme." Cowok blonde itu kembali memanggilku dengan suara yang lebih keras hingga membuat kepalaku terasa semakin pusing.

"Sasuke.. Sasuke." Kali ini dia justru menggendor pintu dengan tenaga yang lebih kuat.

Aku mengerang frustasi. Dobe benar-benar cocok jika dikatakan sebagai pengganggu. Dengan malas aku berjalan menuju ke arah pintu.

"Te.."

Ceklek.

"Eh?" Naruto menggaruk tengkuknya saat aku langsung menatap dia dengan pandangan datar namun sangat menusuk. Dia memberikan cengirannya padaku, namun aku segera kembali masuk ke dalam ruangan yang telah empat hari ini aku tinggali.

Aku duduk di sebuah sofa yang terletak di ujung ruangan. Aku meletakkan kedua kakiku di atas meja kayu di depanku. Ruangan ini memang tidak terlalu besar. Namun aku bisa meletakkan sebuah tempat tidur queen size, sebuah sofa besar berbentuk memanjang yang dapat ditempati oleh empat orang dewasa sekaligus, serta sebuah lemari yang aku isi beberapa perlengkapanku. Tidak terlalu besar, bukan?

Aku melirik sekilas ke arah Naruto yang juga ikut duduk di sampingku. Dia meletakkan beberapa bungkusan yang tertulis nama salah satu makanan fast food. Dia membuka sendiri bungkusan itu kemudian memakan sebuah burger.

Naruto menatap ke arah dinding yang berada beberapa meter di depan kami. Cat dinding tersebut tidak terlihat karena seluruh bagian tertutup oleh potret Hinata dalam berbagai pose.

Deg.

Aku merasakan dadaku yang kembali berdebar hebat. Debaran ini tidak lagi terasa menyenangkan karena di setiap dentumannya disertai tusukan yang menyesakkan. Aku mencoba memejamkan mata. Walau telah tinggal di tempat ini selama empat hari, nyatanya aku belum juga terbebas dari rasa nyeri yang aku rasakan di dadaku.

Meskipun aku telah menatap ribuan kali potret tersebut, namun setiap aku mengingat Hinata berbagai perasaan menyesakkan itu kembali datang. Aku pikir aku akan terbiasa, tapi aku salah. Rasa sakit itu justru semakin menjalar dengan cepat hingga ke seluruh saraf dan sendi tubuhku. Terasa sangat sesak.

"Makanlah, Teme!" Naruto membuka salah satu bungkusan yang dia bawa dan mengeluarkan sebuah sandwich. "Kaa-san yang membuatnya, dengan ekstra tomat."

"Hn." Aku mengambil sebuah sandwich dan langsung memakannya. Beberapa hari ini pola makanku sangat berantakan. Aku bisa tertidur seharian tanpa makan dan minum. Kemudian ketika aku terbangun, perutku terasa terlilit.

Beruntunglah di depan studio terdapat sebuah restoran fast food yang buka 24 jam. Aku memang sengaja meninggalkan mobilku di apartemen, aku tidak ingin mereka mengetahui keberadaanku di sini lalu mengganggu ketenanganku.

"Baa-san mencarimu." Naruto meminum sodanya sambil menatapku.

Kaa-san?

"Baa-san sangat mengkhawatirkanmu. Dia menelfonku beberapa kali saat aku menemani tou-san ke Suna." Naruto menghembuskan nafasnya. "Baa-san menanyakanmu, tapi aku tidak memberitahunya tentang keberadaanmu di sini. Jujur saja aku merasa bersalah."

Maafkan Sasuke, kaa-san? Aku meletakkan sandwich kedua yang baru saja aku gigit. Selera makanku sudah hilang.

"Apakah kau masih ingin di sini, Sasuke? Kau tidak ingin menemui baa-san? Itachi-nii pergi ke Suna bersama tou-san sejak beberapa hari lalu. Dan mereka masih belum kembali ke Konoha."

Beautiful to Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang