Hari Jadi

11 0 0
                                    

"In, kalo Fadil nembak kamu."

*Uhuuukkk

Aku tersedak es teh, pernyataan Nia mengagetkanku.

"Pelan pelan, In." Kata Nia, mengelus pundakku.

Aku mengangguk, "Makasi, Ni."

"Kaget banget ya, In?" Ia meringis.

Aku mengangguk, pelan.

"Emangnya, kamu belum yakin?"

Aku diam. "Bukan gitu, Ni." Kataku.

"Terus apa?" Tanya Nia, penasaran.

"Fadil, terlalu abu abu." Kataku. "Sampe sekarang aku gatau, dia gimana."

"Dia sms kamu, tiap hari. Perhatian juga, masih gatau kalo itu pendekatan?" Tanya Nia.

Aku menghela nafas, "Dia cuek banget, Ni. "

Nia tersenyum miring, "Emangnya kamu ga ngerasa nyuekin Fadil juga?"

Aku menoleh, "Maksudnya?"

"Fadil bilang, dia sering keabisan kata kata. Gatau harus jawab apa karena respon kamu ngga jelas."

"Kamu ga pernah nanyain dia balik, ga pernah mulai percakapan duluan."

Aku tertegun, apakah aku secuek itu pada Fadil? "Kalo aku perhatian juga, apa beda kita sekarang sama pacaran?"

Nia tersenyum lebar, tatapannya tidak dapat aku artikan.

Aku menepuk jidat, menyadari sesuatu. "Bukan gitu, Ni. Maksudnya," Aku kelabakan.

Nia tertawa sembari mengangguk. "Oke, aku paham."

Pipiku bersemu merah, malu sekali mengatakan itu. Padahal bukan itu maksudku, maksudnya aku tidak berharap berpacaran dengan Fadil, walaupun mungkin sedikit atau banyak? Ah aku bahkan malu menuliskannya. Tapi apa bedanya pendekatan dengan pacaran jika sudah menuntut perhatian, toh pendekatan ini juga belum pasti berujung pacaran.

"Yaudah, aku pulang dulu ya." Pamit Nia, ia bangkit dari kursi tunggu tak jauh dari pos satpam sekolah, mamahnya sudah menjemput.

"Ati ati, Ni." Kataku.

"Iya. Dah!"

***

"In, aku pulang dulu ya." Kata Melani, anak terakhir selain aku yang berada di kelas.

"Ati ati Mel." Kataku.

Aku memasukkan buku buku kedalam tas, sebelum pulang aku dimintai tolong untuk memasukkan hasil tugas teman teman ke daftar nilai. Selagi itu tidak membebani ku, sepenuh hati aku kerjakan.

"In!" Nia memanggilku, ia masuk kedalam kelas dengan tatapan cerah, seperti melihat air di gurun pasir.

"Ada apa Ni?" Kataku.

"Kamu belum pulang, kan?"

Aku menggeleng, "Mau ketemu dulu sama pak Sugih di kesiswaan."

Nia terlihat berpikir, tatapan cerahnya mulai pudar.

"Ada apa?"

"Lama?"

Aku menggidikkan bahu, "Belum tau."

Nia mengangguk, "Yaudah deh." Katanya lalu pergi.

Tak lama setelah Nia keluar kelas, Shella datang.

"Nia ngapain, In?" Tanya Shella, ketika menghampiri tempat dudukku.

"Gatau. Tiba tiba aja." Kataku.

Kabar Baik, NugiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang