Nasihat

21 0 0
                                    

Malam harinya, Fadil belum juga menghubungiku. Mengirim pesanpun tidak.

"Fadil kemana?" Kataku pada diri sendiri, Kekhawatiran pertamaku sebagai pacar Fadil adalah hari ini.

*ddddrrrrrtttttt ddddrrrrrrttttttt

Handphone ku berdering cukup lama, ada telefon masuk.

Bibirku melengkung ketika membaca nama yang tertera di layar. Fadil.

Ciye, sekarang pacaran ya?

Aku tersenyum mendengarnya, dari seberang sana aku mendengar Fadil tertawa.

Apaan sih? Kataku bersuara.

Lagi apa, In?

Abis makan

Oh

Aku diam saja. Hanya Oh?

Aku ngantuk. Tadi abis belajar fisika Kata Fadil, lagi.

Besok ulangan?

Belajar ga harus menjelang ulangan, In

Aku meringis

Bentar lagi kan kita ujian

Iya, bener. Aku kagum pada Fadil. Sebagai seorang lelaki, ambisinya dalam belajar patut diacungi jempol.

Nia bilang, Fadil salah satu murid berprestasi di kelas. Walaupun tidak masuk kelas unggulan di kelas sebelas sepertiku, ia mampu meraih sepuluh besar di kelas. Mewarnai deretan siswa berprestasi dengan kaum laki laki.

Selamat malam, In.

Malam juga

Telefon terputus. Percakapan yang singkat, mengingat kami sudah berpacaran sekarang. Tapi tidak apa apa, setelah belajar ia pasti lelah, otaknya butuh istirahat.

"Sampai bertemu besok, Fadil." Kataku pada diri sendiri.

***

Pada hari hari berikutnya aku dan Fadil semakin jarang bertemu, beberapa kali kelas Fadil telat istirahat, biasanya hal ini terjadi pada mata pelajaran yang terpotong istirahat. Guru guru yang mendapat jam ini, lebih sering menunda istirahat, dan menukarnya dengan jam pelajaran mereka. Biar sekalian katanya. Ada yang seperti ini juga? Kita sama.

"Kantin yuk, In." Ergi mengajakku. Ergi dan aku memang satu kelas, salah satu gerombolan Aras yang masuk kelas ipa, selain Evan.

"Bu Atik ga masuk?" Tanyaku, setelah jam istirahat tadi kelasku memang masih kosong. Harusnya diisi matematika peminatan.

"Kayaknya iya. Dari tadi ga masuk tuh." Kata Ergi.

Aku mengangguk, mengikuti Ergi ke kantin. Ia satu satunya anak yang bisa leluasa keluar kelas selama jam pelajaran seperti ini. Kami menyebutnya cabut, bisa karena suntuk atau sekedar berjalan jalan mencari angin, ya sama saja intinya.

Sekali lagi, jangan sangkut pautkan dengan title ketua OSIS ku yang sudah berlalu. Aku tetaplah anak SMA biasa.

"Mau makan ngga?" Tanya Ergi.

Aku yang semula melihat keseliling akhirnya menatap Ergi, "Minum aja deh. Udah makan tadi."

Ergi mengangguk.

Dari kejauhan aku melihat kelas Fadil ramai. Benar, kelasnya terlambat istirahat lagi. Pantas saja sejak tadi aku tidak melihatnya.

"Dil, Indira tuh." Kata Tedy, teman satu kelasnya. Ia menunjuk nunjuk diriku, sekaligus menyikut lengan Fadil yang ternyata tak jauh darinya.

Kabar Baik, NugiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang