prolog

34.7K 765 6
                                    

Ketika Allah sudah menjadikan dia sebagai pelengkap hidupmu, maka jadilah dia sebagai tulang rusuk kedua untuk mu.

***

Perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula).

 Seketika otak ku merespon potongan ayat surah an nur itu saat ingatan tentang London dan kaum adam itu terbesit kembali difikiran ku.

Sudah sekitar lima jam aku duduk dalam pesawat ini untuk kembali ke indonesia. Ya, duduk dengan diam seribu bahasa dan fikiran yang masih tertinggal disana.

Saat aku buka jendela sebelah kiri, nampak sekumpulan bintang bintang yang setia menemani bulan dalam kegelapan. Memberikan setitik cahaya dalam lingkaran keindahan atas ciptaan-Nya.

Aku merutuki diri ku sendiri. Hidup ku sudah jauh lebih baik dengan segala pertolongan Nya, dan yang harus aku lakukan adalah dengan mensyukurinya bukan malah tenggelam dalam penyesalan.

Seharusnya aku tidak membiarkan hati milik Allah ini merasa bimbang kembali. Bimbang karna sesama ciptaanya? Kaum adam lagi? Ya Allah ampuni aku. Tetapkan lah hati ini pada mu dan tenangkanlah jiwa ini karna Mu juga.

"Bodoh kamu Aisyah! Buat apa kamu memikirkannya? Belum tentu dia memikirkan mu juga. Sudah lah! Pendidikan dan urusan mu disana telah selesai, sekarang tutup mata mu dan buka mata mu saat tiba di indonesia nanti." Gunam ku dalam hati.

Setelah beberapa menit aku berusaha memejamkan mata namun hasilnya nihil, aku masih terjaga. Aku masih berfikir jika mahkluk Allah itu sedang sibuk menggenggam beberapa alat medis untuk menyelamatkan seseorang.

Sebentar, mahkluk Allah? Apa dia seorang muslim? Kalau iya.. kalau tidak bagaimana?

Dia seorang laki laki dengan langkah tegap penuh dengan kepercayaan. Dan profesi yang dijabatnya adalah salah satu profesi cita cita ku dulu.

Seorang dokter. Ya, dokter yang sangat dingin dan pemaksa pada pasiennya. Jika waktu itu aku tidak tumbang karna maag yang ku punya. Mungkin fikiran ku tidak dipenuhi oleh dokter itu saat ini.

Aku perempuan yang masih jauh dari kata sholehah. Masih jauh dari kata baik. Tapi masih mencoba mendekat pada apa yang dinamakan istiqamah.

Menjaga pandangan atas apa yang diharamkan. Contoh saja menatap dengan berharap lebih pada dokter dingin itu. Tidak bisa dipungkiri jika aku sering memperhatikannya namun menundukkan pandangan jika didepannya.

Sepintar-pintarnya aku mencuri pandangan tetap lebih pintar Tuhan ku yang tau jika hambanya ini berbuat nakal. Aku diberi kesempatan untuk mengenal seseorang yang dinamakan laki laki dan dia si dokter kutup itu. Dokter dengan sebongkah kedinginan.

Aku belum mengenalnya jauh, hanya sebatas pasien dan dokter yang saling berbincang diluar rumah sakit. Terkadang sang dokter mengantar pasiennya pulang juga sih.

Beberapa bulan terakhir sebelum aku meninggalkan London, aku baru mengetahui jika dia seorang dokter yang sangat profesional dan juga memiliki sisi hangat. Namun tetap saja lebih dominan sikap dingin nya. Dan aku tidak tau apa kah dia seorang muslim atau tidak, karna aku tidak pernah menanyakan tentang hal itu padanya.

Entah fikiran dari mana tiba tiba saja dokter itu ku sebut dalam sepertiga malam terakhirku di London. Menyemogakannya untuk menjadi imam ku. Tapi aku sendiri membatasi diri agar dia tidak mengenalku lebih jauh.

Dan sekarang aku meninggalkan segalanya tentang negara itu dan laki laki itu. Dengan sejuta keceriaan dan kesedihan yang sudah terangkai. Tanpa ada kata perpisahan yang tersirat, Lambaian tangan yang terlihat dan kata salam yang terucap.

Semoga ini yang terbaik, namun jika boleh aku meminta. Ingin rasanya bertemu kembali dengan perasaan yang lebih pasti dan karna mu ya Allah. Dan disepertiga malam ku nanti dia menjadi imam ku. Dan saat fajar tiba aku bisa mengucapkan,

"Ana uhibbuka fillah, dokter..."

***

Ana Uhibbuka fillah, Dokter.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang