Rindu yang terbalas

17.9K 524 6
                                    

"Assalamualaikum anak manja..."

Seketika aku langsung menoleh kebelakang menuju sumber suara. Duduk selama tiga puluh menit dibangku bandara membuat ku hanya fokus pada layar ponsel, sampai suara salam memecah fokus ku.

"Aaaaa...." teriak ku saat melihat siapa yang memberi salam. Kuhamburkan pelukan ku pada seorang laki-laki dewasa yang sudah mempunyai seorang anak berumur tiga tahun.
Dia abang ku, kakak laki-laki satu satunya yang ku punya.

"Lamanyaa..." keluh ku seketika itu.

"Membaca salam itu sunah hukum nya, tapi kalo menjawab salam itu wajib hukum nya!" jawabnya dengan ketus.

"Wa'alaikum salam abang ku tersayanggg....." senyuman ala iklan pasta gigi pun aku keluarkan.

"Jalanan macet dek"

"Macet dari mananya? Ini jam 04.00 pagi bang, yang ada jalan masih lenggang kali" jawab ku dengan bibir manyun setelah itu.

"Gak usah banyak ribut! Mau pulang gak?"

"Bapak mana?"

"Itu.." kata abang sambil menunjuk seseorang yang berjalan ke arah kami dengan segelas kopi ditangan kirinya.

Langsung ku sapa dengan mencium tangan dan memeluk nya. Menumpahkan kerinduan pada sosok seorang bapak yang menyayangi anak bungsunya secara diam-diam.

"Adek sehat?"

"Alhamdulillah..."

"Yuk pulang" ajak abang yang langsung menarik koper besar milik ku. Selalu saja abang tidak membiarkan aku dan bapak berbicara lebih banyak.

....

"Bang seno gak tau apa kalo adek landing jam 03.30" suara ku memecah keheningan selama perjalanan.

"Tau.." jawab nya hanya dengan melirik ku dari kaca tengah sekilas lalu fokus pada jalan.

"Trus?!"

"Sengaja nelat"  jawab nya begitu enteng.

"Bapak... tuh abang tuh pak.." aduan ku pada bapak karna jawaban abang yang membiarkan adiknya menunggu dibandara begitu lama.

Aku tidak suka menunggu, sama sekali tidak suka. Walau pun Itu cuman lima belas menit aku akan tetap mengeluh pada orang yang aku tunggu. Karna bagi ku menunggu itu sulit dan membosankan, apa lagi menunggu tanpa kejelasan. Ehh.

"Haduhh.. burung beo mulai berkicau deh" keluh abang dengan jengahnya.

"Dudududududu" jawab ku asal. Sedangkan bapak hanya tersenyum kecil melihat dan mendengar anak pertama dan anak bungsu nya saling melempar ocehan.

Keheningan tercipta kembali dan hanya suara lagu dari radio sebagai saksi kebisuan kami.

Kuturukan kaca jendela sebelah kiri lalu kusandarkan kepala ku pada dinding pintu mobil, membuah wajah ku terkena hantaman angin yang begitu sejuk dipagi hari. Angin yang menerpa wajah membuat ku menutup mata, menikmati kesejukannya.

Tiba-tiba bayangan seorang 'dokter kutup' itu kembali berjalan difikiran ku. Membayangkan dia yang tersenyum manis kepada ku tanpa ada seorang pun yang ikut melihatnya. Ditambah dengan jas putih yang dipakai nya dengan stetoskop yang bertengger diantara bahu nya.

Masya Allah perempuan mana yang tidak meleleh jika melihat ciptaan-Nya yang mendekati sempurna. Tapi sesungguhnya kesempurnaan yang kekal itu hanya milik Allah semata. Sedangkan manusia hanya sekadarnya saja.

Ana Uhibbuka fillah, Dokter.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang