PART I [INTRODUCTION]

1.3K 51 13
                                    

Erissa's POV

"Yaaak!! Kakak, bangun! Wake up!" pukulan berulang kali mendarat di kakiku. Dia tidak peduli betapa menyakitkan pukulannya sampai dia tetap melakukannya walaupun sudah ku tendang.

Dia adikku. Mattew namanya. Baru menginjak kelas 3 SMA, umurnya memang tidak terpaut jauh denganku, hanya selisih 3 tahun.

"Bisakah lihat sekarang jam berapa? Katanya mau ada camping dan harus datang jam setengah tujuh, kan?" katanya lagi. Ia mengguncang-guncangkan badanku yang masih nempel di kasur. Seketika mataku membelalak, dan merasa mataku telah memerah karena terpaksa ku buka. Tubuhku segera duduk tegak melihat jam dinding, sampai Mattew terjatuh ke lantai karena gerakan sigapku.

"Yaaakkk!! Kaget sih kaget, tapi biasa aja dong!" Gerutunya. Aku tidak peduli. Segera ku lempar selimut dan bantal guling ku ke lantai, lalu berlari cepat menuju kamar mandi. Gawat! Jam sudah menunjukkan pukul 05.20.

Aku selesai sarapan lebih cepat. Jam sudah menunjukkan pukul 06.17. Satu tanganku sudah repot membawa peralatan untuk camping yang diadakan oleh organisasi pecinta alam yang baru saja aku ikuti. Berulang kali aku mengangkat pundakku karena tas carrier yang berat.

"Kamu makan yang banyak, kak. Kenapa buru-buru begitu?" mama memperhatikan betapa repotnya aku jalan menuju dirinya, hendak bersalaman.

"Lagian sudah tahu mau camping malah tidak pasang alarm." Sambung papa di sampingnya.

"Aku yang jadi alarm, pah." Celetuk Mattew sembari menyuapkan sesendok nasi di mulutnya. Ingin ku cubit tapi akan menghabiskan waktu 1 detikku.

Suara klakson mobil tiba-tiba terdengar keras dari luar, "yasudah, mah, pah, Erissa berangkat dulu, ya?" Aku mencium tangan keduanya secara bergantian.

"Siapa di luar?" Tanya papa menyelidik padaku.

"Kak Stevan, pah."

"Oh, iya, hati-hati." Tangannya menepuk pundakku.

Kak Stevan adalah teman dari almarhum abang ku yang sudah sangat akrab dengan keluarga kami. Sewaktu kecil, kalo abang main sama kak Stevan, aku selalu ikut. Hal yang wajar jika aku menyukai kegiatan berbau laki-laki dan yang memicu adrenalin. Termasuk naik gunung sampai ikut perkumpulan pecinta alam. Jarak umurku dengan kak Stevan otomatis sama dengan jarak umurku dengan abang, yaitu 2 tahun.

Dia segera turun dari balik kemudinya, membantuku memasukkan barang-barang ke dalam bagasi, "lama sekali kamu tuh! Sudah ku tunggu daritadi dan menelefonmu berulang kali juga," cerocosnya.

"Oh, maaf. Aku nggak sempat buka hp, kak."

GREB!! Pintu bagasi ditutupnya dengan keras.

"Huuuuhh, kamu tuh!" Tangannya mengusek-usek rambutku, "aku rasa kita akan telat sampai lapangan, padahal kan aku panitia." Katanya lagi sedikit mengeluh, lalu berjalan meninggalkanku. Aku hanya menunduk terdiam, sedikit merasa bersalah.

"Ayo naik! Jangan diam saja." Dia membukakan pintu depan mobil. Ah, bodoh!

***

Kami sampai titik kumpul pukul 06.35. Setelah menurunkan seluruh barangku, seorang laki-laki bertubuh tinggi dan rambut hitam yang sangat rapi, hidungnya mancung dengan mata lebar, datang mendekat. Sebuah name tag terlihat menggantung di lehernya, menandakan ia pun seorang panitia.

"Kemana saja kamu? Daritadi dicariin juga." Ujarnya tanpa menyapa terlebih dahulu.

"Jemput adik temanku. Maaf, pak ketua, maaf, hehe..." jawabnya, dan dibalas  pukulan ringan dari laki-laki di sampingnya itu.

TSILY [END] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang