Seminggu setelah kejadian pembullyan Ruth itu, Revent dan Marchella mengunjungi Abby karena mendengar bahwa anaknya sama sekali tidak membela diri ketika dibully. Tentu saja Jevin dan Adhi melaporkan kejadian itu pada sekolah, Ruth mendapatkan sanksi skorsing selama dua minggu sementara antek-anteknya satu minggu karena telah membantu Ruth. Marchella sempat marah pada suaminya karena tidak mengijinkan anak mereka melakukan kekerasan walau untuk membela diri dan Revent pun menyesal karena perintahnya yang keras kepala membuat putri tunggalnya terluka. Sebagai penyesalan, Revent mengijinkan Jevin tinggal disana sehari lagi untuk menemani Abby sementara ia dan istrinya berangkat dinas ke luar negeri sekali lagi. Hanya sehari lagi, memang bukan imbalan yang pantas tapi memang begitulah karakter Revent yang keras.
"Maaf bi, kalo gua dateng lebih cepet lo gak akan luka kayak gini."
"Udah Jev, gue bosen dengernya. Ini entah udah yang ke berapa kalinya lo ngomong kaya gitu," balas Abby sambil memutar bola matanya.
"Ya kan kalo gua-"
"Sutttt. Udah ah gue males dengernya." Abby memonyongkan mulut Jevin dengan tangannya.
"Nhaphahin, mwahhu huhwa chihm?" kata Jevin tak jelas
"Ngomong apa lo, bocah!" balas Abby mendorong kepala Jevin ke belakang.
Jevin mencebik kesal. Abby tertawa karena wajah lucu itu, ia yang gemas mencium pipi Jevin dan membisikkan suatu kata yang membuat Jevin mampu tersenyum layaknya orang paling bahagia di dunia ini.
"You did well, Jevin."
***
Enam bulan kemudian.
'Udah sampe mana, bi?'
"Gue baru mau jalan elah, Jev."
'Kan gua gak sabar, gua yang jemput aja ya.'
"No! Tunggu aja di rumah, tolong jauhin minyak ikan dan whip creamnya."
Jevin tertawa saat Abby memutuskan sambungan telfon itu.
"Nona tidak ingin turun?"
"Pak, kita putar balik ke Rexiez aja. Aku mau liat kehidupan Jevin selama aku gak ada," kata Abby sambil tersenyum kecil.
"Baik non."
.
.
.Sesampainya di gerbang RHS, Abby cukup terkejut melihat seorang Saras Indrianti sedang terlihat merayu-rayu Jevin walaupun Jevin terlihat sangat jengah dan terus menjauh.
Saras, teman sebangkunya dulu, menyukai Jevin? Wow, berita ini yang cukup mengejutkan atau memang Abby yang tidak mengikuti berita walau ia pernah sekolah disana lagipula ia juga bersekolah disana sangat sebentar.
Tak lama kemudian motor Jevin sudah pergi jauh, Jevin memboncengi Saras dengan wajah datarnya. Poor Saras. Kenapa juga si Saras bisa suka sama anak nyebelin sok cool macem Jevin, apa dia gak sadar kepribadian asli Jevin?
Ponsel Abby berdering membuat Abby membuyarkan pikirannya dan beralih pada ponsel di dalam sakunya.
Papa is calling...
"Ya, halo pah?"
'Sayang, kamu sudah sampai Jakarta?'
"Iya udah nih, ada apa pah?"
'Papa mau minta tolong, kamu nanti ke kantor disana dan tolong e-mailin papa berkas administrasi ya.'
"Emang papa lagi ada dimana sekarang? Kok tumben gak minta Mr. Plisetzu?"
'Papa lagi di Belanda sedangkan Mr. Plisetzu sedang izin karena isterinya sakit keras, papa lagi nyari sekertaris baru untuk sementara.'
"Ohh, ya udah entar aku kesana deh."
'Makasih ya sayang.'
"Sama-sama pah, titip salam buat mama ya."
'Iya nanti papa sampein. Kamu hati-hati ya, kamu cuma boleh "memainkan" tangan untuk membela diri saja.'
"Siap bos!"
Begitu telpon dimatikan, Abby menghela nafas lega.
"Kita pulang, nona?"
"Tidak, kita ke kantor Pearce di Jakarta pak. Saya ada perlu sebentar."
Mobil itu mulai melaju menuju kantor Pearce Group, tanpa pemberitahuan sama sekali bahwa Abby akan datang kesana.
Memang sangat sedikit karyawan yang mengenalnya sebagai anak dari Revent Pearce, bos mereka, namun Abby tak pernah menyangka kalau selama ini di kantor saat tidak ada ayahnya para karyawan bersikap semena-mena terhadap bawahan mereka.
Tidak hanya memarahi, ini sudah yang ke-7 kalinya Abby melihat bawahan dipukul oleh atasannya selama ia berjalan santai menuju lift. Sejak kapan kantor ini menganut sistem hirarki mutlak? Apa sekarang ini semua orang tidak peduli dengan hak asasi manusia?
"Oh come on..." desah Abby saat tidak sengaja melihat 'teman baik'nya sedang mengancam seorang office girl di pojokan yang benar-benar hampir tidak terlihat.
"Perlukah saya menghentikannya, nona?"
"Tidak perlu," balas Abby sambil tersenyum pada supir yang merangkap bodyguardnya itu.
Abby menghela nafas panjang dan bergumam pelan, "Astaga, papa bener-bener harus cepet pulang kesini."
"Hoi Alvred!" seruku memanggil 'teman baik'nya yang terlihat mulai akan memerkosa office girl itu saat ini juga.
Alvred menolehkan kepalanya dengan wajah kesal namun wajah dan sikapnya itu langsung berubah ketika melihat siapa yang memanggilnya.
"N-no-nona Vincent?"
"Ikuti aku," balas Abby sedikit angkuh karena langsung masuk ke lift.
Alvred harus berlari dengan kecepatan penuh karena jarak lift dengan tempatnya tadi cukup jauh dan Abby pasti akan memecatnya jika ia tertinggal walau hanya sebentar.
Abby memang tidak angkuh dengan orang yang hanya sedikit mengenalnya namun Abby bisa sangat kejam dengan sindiran halusnya yang sangat amat menusuk.
"Hei, apa kau kehabisan jalang kemarin?"
Alvred tertohok karena mendengarnya sesaat setelah dia baru sampai dengan keringat bercucuran.
"C-cent, bukan begitu. She's goddamn hot! G-gue agak kelepasan."
Abby memutar bola matanya dengan kesal.
"Urus dulu diri lo lalu temui aku di ruang CEO," kata Abby dengan datar.
Sebelum itu, Alvred memeluk Abby sebentar dan membisik di telinga Abby, "Hei, gue kangen sama lo!"
Kemudian barulah sesuai perintah, Alvred berlari pergi dari Abby. Setelah itu, Abby mulai mencari berkas yang diminta oleh ayahnya tapi saat mencari Abby tidak sengaja melihat satu berkas yang menarik perhatiannya.
"Jevin Hantarian Pierre dan Saraswati Indrianti"
Abby terkekeh melihat isi berkas itu, tak disangka ayahnya cukup peduli sampai memata-matai Jevin dengan rinci. Setelah selesai membacanya sekilas, ia menyingkirkan berkas itu dan di bawahnya ternyata ada berkas yang ia cari.
Laporan Keuangan Pearce [DOKUMEN RAHASIA OLEH PEARCE COMPANY].
Abby segera menyimpannya di dalam string bag yang sedang ia pakai lalu memutuskan untuk pergi, tidak lupa meninggalkan sebuah note berisi tugas dan hukuman untuk Alvred yang tentunya tidak mudah dilakukan seorang diri.
"Kita pulang, nona?" tanya supir Abby begitu ia membukakan pintu mobil untuk nona mudanya.
"Ya, tolong antar aku pulang."
Selama perjalanan Abby merenung dalam-dalam. Mungkin sebaiknya gue gak balik kesini lagi, ya?
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Room [Onhold]
Teen Fiction[NOT an Adult Story] Abbriana Elleanor Vincetia Pearce adalah seorang perempuan yang tinggal a.k.a menumpang di rumah sahabat masa kecilnya, Jevin. Dengan segala keanehan dan kekompakan keluarga Jevin, bagaimana kisah Abby?