Devil's Despair

4.5K 604 11
                                    

Dan aku tak pernah tahu jika selama ini ada beban berpuluh ton tengah singgah di kedua pundak rapuhnya.

***
Autumn, 2013
.

"Hyung.. Hari ini sibuk?"

Aku menggelengkan kepalaku sembari masih tetap sibuk mengunyah biskuit, "Enggak. Kenapa?"

Jimin tersenyum misterius. Ia menggeleng, "Nggak papa. Nanya doang kok. Emang nggak boleh?" sahutnya yang membuatku gemas. Tanganku terulur untuk mencubit pipinya.

"Kebiasaan nih dasar. Hyung jadiin isian kimbap* tau rasa kamu," tanganku menjepit gumpalan pipinya hingga Ia menjerit. (*nasi gulung khas Korea)

"Adawww... Iya, iya, Hyung maaf! Udah ah lepasin sakit woy!"

Aku terpingkal karena suara cemprengnya itu, lalu mengusak surai lembutnya hingga berantakan.

Kepalanya menoleh kearah dinding, melihat kalender yang tertempel oleh paku disana.

"Mama sama Ayah kapan pulangnya, hyung?"

Aku menangkup dagu, "Hmm.. Lusa? Iya, lusa deh kayaknya. Kenapa?"

Jimin menggeleng, lalu badannya bangkit berdiri dari tempat duduknya yang semula berada di sebelahku.

Ia mengambil segelas air putih didapur, matanya menatap lurus kearah televisi yang tengah menayangkan iklan sebuah cokelat.

Tangannya kemudian meletakkan gelas dipegangannya kearah meja. Ia mengusap bibirnya dengan telapak tangan sembari kembali berjalan kearahku.

"Kayaknya cokelat tadi enak deh, hyung."

Alisku menaik sebelah, menyambungkan pikiranku dengan perkataan Jimin. Lalu mengangguk setelah menyadari jika anak itu tengah mrmbahas iklan tadi, "Ya terus kenapa?"

Jimin malah mendengus seperti banteng, "Huh. Nggak jadi. Pantes jomblo."

Aku tersedak kaget atas ucapannya, "Heh, apa hubungannya?"

"Hyung nggak peka. Di kodein gitu aja nggak nyambung. Mana ada cewek yang mau deket-deket."

"Ngaca Jim, ngaca. Kurang dikasih kaca ya kamu. Sini, hyung hukum dulu."

Lenganku dengan cepat bergerak mengapit lehernya untuk kuletakkan--setengah mencekik dibawah ketiakku.

Jimin meronta sembari tertawa, "Ahahaha, akhhh... Iya-iya maaf. Aduh! Hyung nih kok hobi sih nyakitin adik sendiri? KDRT tau!"

Aku mendecak, "Halah. KDRT apaan. Itu namanya hukuman. Kamu sih bikin orang jadi bego karena teka-tekimu yang nggak masuk akal itu," sahutku tak kalah heboh.

Jimin terkekeh, "Hehehe. Bodoamat ah, intinya Jimin pengen makan cokelat. Hehehe.."

Pemuda itu kemudian bangkit sebelum berlari untuk mengambil sepatu miliknya di rak dan mantel yang tergantung diatasnya. Badannya dengan gesit melekatkan semua benda itu dengan rapi.

"Jimin siap!!"

Aku tertawa mengadapi tingkahnya, kemudian bangkit untuk menyusulnya memakai sepatu dan mantel sebelum akhirnya merangkul tubuh mungilnya.

Ditemani angin musim gugur, perjalanan kami serasa tak pernah sepi dengan semua obrolan random yang dilontarkan oleh satu-satunya adik kecilku ini. Ia bercerita dengan riang tentang hari-harinya.

Sesampainya di mini market, Jimin dengan cepat melajukan kedua kakinya kearah lorong tempat dimana berbungkus-bungkus cokelat tengah dipajang diatas rak-rak yang berjejer rapi.

"Hyung, boleh ambil dua nggak?"

Aku memutar bola mataku, "Iya terserah kamu lah."

Dan pemuda itu bersorak kegirangan. Ia mengambil satu kemasan cokelat putih dan satu lagi yang berwarna hitam. Kemudian kembali lagi kearahku sambil menyerahkan cokelat ditangannya kearahku.

"Ini aja, hyung. Jimin nggak mau banyak-banyak. Ntar gendut."

Aku mengangguk, lalu mengambil dua kemasan cokelat itu dan berjalan kearah kasir setelah mengambil dua cup ramyeon instan. Aku membayar benda-benda itu, kemudian berjalan kearah Jimin yan terlebih dahulu sudah duduk di kursi minimarket sembari menggambar sesuatu di kaca dengan tangannya.

Kepalanya tertoleh saat menyadari keberadaanku yang mulai ikut duduk di samping kursinya. Ia menatap bingung pada dua cup ramyeon yang tengah ku letakkan diatas meja.

"Eoh? Hyung, kok beli dua ramyeonnya?"

Aku mengangkat bahuku, "Kali aja kamu laper." Sekilas, kulihat telinganya sedikit memerah dan Ia tersenyum.

Ia meraih ramyeon itu terlebih dahulu. Meniup isi yang ada didalam sana sembari matanya mengerjap menatap asap yang mulai mengepul di udara. 

Aku masih mengunyah ramyeonku saat tiba-tiba pemuda itu melontarkan pertanyaan, "Hyung. Apa Jimin seburuk itu?"

Alisku menaik atas pertanyaan anehnya itu, "Hah? Buruk kenapa?"

Namun Jimin lebih memilih menundukkan kepalanya. Ia menggeleng sendu, "Nggak. Nanya aja."

Sesaat kebingungan menyerang otakku hingga tak mampu menelaah maksud atas kata-kata yang diucapkan pemuda itu. Memilih untuk mengabaikannya, aku pun bungkam sembari lanjut memakan sisa ramyeon di hadapanku.

Helaan napas kasar menghembus keras disamping telingaku. Kulihat Jimin menyandarkan kepalanya keatas meja dengan topangan dari tangannya yang tertekuk.

"Hyung, Jimin lelah."

Aku terdiam, "Lelah?"

Ia mengangguk, "Iya. Lelah banget. Kapan ya, Jimin bisa istirahat dari dunia yang bener-bener kejam ini?"

Dan aku benar-benar yakin, pemuda itu tengah menyembunyikan suatu hal yang sangat besar dibalik punggungnya.

Saat itu Ia bilang, "Hyung. Aku lelah."

***

Ciee nungguin ya:((

Lil DAngel [✔] || 나의 동생Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang