Angel's Wish

4K 545 13
                                    

Malam itu, Ia meminta satu permohonan padaku.

***
Autumn, 2016

***

"Hyung, jemput Jimin kesini ya."

Aku mendekatkan Handphoneku ke telinga dengan tangan kiri, sedangkan tangan kananku memeriksa beberapa berkas kantor yang harus kuurus.

"Halo, Jim? Apa? Ulang dong, hyung nggak denger. Disini bising," ucapku agak keras.

Jimin terdengar menghela napasnya sebentar, "Jemput Jimin disini. Bosen, hyung. Asli deh. Tiba-tiba Jimin pengen  makan cheesecake masa."

Aku terkekeh sebentar, lalu meletakkan benda-benda tipis namun bertumpuk di tanganku keatas meja. "Yaudah. Ntar hyung bawain ya. Kamu ada dimana ini?" aku beralih mendudukkan badanku diatas kursi.

Terdengar suara hembusan napas diseberang sana. "Uh.. Ini nih, di sungai Han. Langitnya bagus. Cepet kesini ya, hyung." samar-samar Jimin menjawab dengan suaranya yang terdengar sedikit bergetar.

Aku mengangguk, lupa jika Jimin tak akan melihatnya, lalu dengan cepat menjawab, "Oke. Lima belas menit lagi hyung sampai. Tunggu ya," jawabku sembari merapikan berkas-berkas diatas mejaku.

Jimin terdengar berdeham, "Hm. Aku tunggu. Dah, hyung!" kemudian anak itu mematikan sambungan teleponnya bahkan ketika aku belum sempat menjawab kalimatnya.

Aku terkekeh simpul sembari menatap layar handphone ku yang sudah kembali berwarna hitam. Kumasukkan benda itu kedalam kantung mantelku lalu kemudian secepat mungkin mengunci pintu kantorku.

Aku sampai di sungai Han lima menit lebih cepat setelah sempat membeli sekotak cheesecake hangat yang baru saja selesai dibuat.

Mataku menatap presensi Jimin yang tengah terduduk melamun dekat sebuah pohon maple yang daun-daunnya hampir seluruhnya rontok ke tanah.

Pandangan pemuda itu kosong. Ia jadi terlihat seperti mayat hidup yang tengah mencari raganya yang pergi entah kemana.

Perlahan aku menepuk bahu sempit itu. Sesaat Jimin sedikit berjengit kaget, lalu kembali menormal saat Ia menyadariku.

Jimin tersenyum, "Hehe. Dateng juga. Bawa cheesecake beneran lagi. Padahal tadi cuma bercanda," ucapnya cengengesan namun tangannya tak urung juga membuka kotak sedang yang kubawa lalu mencomot salah satu isinya dan memakannya dengan lahap.

Aku sedikit menoyor kepalanya, "Yeee gitu-gitu juga dimakan. Udahlah, hyung juga lagi pengen santai. Bosen liat kertas mulu," sahutku sembari meluruskan kaki.

Jimin tersenyum, "Hyung-ku pekerja keras banget. Calon suami idaman ya," kemudian Ia tertawa.

Aku balas tertawa sembari mengamini ucapannya berkali-kali. Untuk beberapa menit, kami sama-sama terdiam. Lebih memilih menikmati pemandangan malam hari di sungai Han  yang terlihat amat memukau diterpa sinar sang rembulan.

Jimin bergumam, "Kangen mama sama ayah." Ia berkedip sangat pelan yang membuatku mengira jika Ia tengah mengantuk, makanya Ia berbicara melantur seperti itu.

"Udah. Mereka udah bahagia disana. Kamu liat diatas sana? Dua bintang paling bersinar adalah mereka. Mereka liat kita, Jim. Mereka akan selalu berdoa untuk kita karena mereka sayang kita," sahutku menunjuk dua bintang yang terlihat agak besar sembari berupaya menenangkan Jimin.

Benar. Mama dan Ayah sudah pergi. Ke surga. Lima bulan yang lalu, karena sebuah kecelakaan pesawat. Dan Jimin tak sempat melihat jasad mereka berdua karena hari itu kampusnya sedang mengadakan study tour ke Pulau Jeju.

Jimin tersenyum sendu. Kepalanya tertunduk. Ia kembali berucap dengan lesu, "Tapi Jimin nggak sempat lihat mereka untuk yang terakhir kali, hyung. Jimin anak durhaka, ya?"

Aku menggelengkan kepala berulang kali dengan cepat, "Bukan. Bukan begitu. Mama sama Ayah nggak ingin ngasih tau kamu duluan karena mereka nggak ingin liat kamu sedih," tegurku sembari menepuk bahunya yang bergetar.

Ia mendongak, menghirup oksigen banyak-banyak lewat hidungnya, lalu menghembuskan udara kotor dari paru-parunya sembari mengusap matanya yang ternyata sudah lebih dulu mengeluarkan bulir bening menyedihkan.

"Tapi toh tetep aja Jimin sedih." Ia berkata lirih sembari terisak pelan.

Tanganku bergerak mengusap pelan puncak kepalanya. Mengembuskan napas, aku berkata dengan nada tenang, "Sedih itu wajar, Jim. Tapi jangan terlalu berlarut-larut kayak gitu. Kamu tuh masih punya hyung disini, Jim. Kamu nggak jalan sendirian, sebab hyung ada disampingmu buat nemenin kamu hidup disini."

Anak itu menganggukkan kepalanya beberapa kali, lalu menyingkap lengan panjang dari bajunya untuk Ia gunakan mengelap wajahnya yang basah kuyup.

Ia berusaha tersenyum, "Oke hyung. Boleh nggak kalo malam ini kita abisin buat ngeliat langit malam tempat Mama sama Ayah sambil ngeliat pantulan sinar bulan dari sungai Han tanpa bicara apapun lagi? Jimin pengen liat mereka. Dengan tenang." katanya mengajukan sebuah permintaan.

Aku mengangguk menyetujui. "Makasih, hyung." jawabnya yang hanya kujawab dengan anggukkan dan seulas senyum.

Maka itu merupakan awal dari malam panjang yang bisu dan menjadi saksi atas bagaimana satu hari menjadi begitu melelahkan bagi kami berdua.

Yang ternyata adalah permintaannya yang paling berarti. Satu-satunya permintaan darinya yang dapat kupenuhi untuk terakhir kalinya.

***

Lil DAngel [✔] || 나의 동생Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang