Aku tahu aku begitu kejam mengubah alur hidupku dengan cepat setelah kepergian ayah 6 bulan yang lalu tanpa meminta pertimbangan Abra.
Aku tahu Abra menyayangiku. Aku tahu Abra begitu tergantung padaku tapi aku saat ini tidak siap menerima itu semua. Bagiku setelah kepergian Ayah, Abra bukan lagi masuk kedalam orang utama dari yang paling utama. Aku mengeliminasinya dari posisi tersebut dan hanya menyisakan Ibu dan Irsyad.
Aku tahu begitu jahat tapi aku yang tahu apa yang terjadi di dalam keluargaku setelah kepergian ayahku. Hutang menumpuk untuk keperluan tetek bengek yang muncul seperti biaya sekolah dan hidup bersosial. Apalagi uang jajan Irsyad yang belum bisa dikontrol karena usianya.
Dan aku sebagai anak kedua dan terbesar di rumah harus menanggung hutang tersebut setelah lulus.Aku tahu ini akan mudah bagi Abra.namun aku malu, aku tidak berani, dan aku tidak ingin membebankan itu semua pada Abra. Abra hanya pacarku bukan suamiku, dan bagiku aku masih harus menjunjung harga diriku karena aku tahu mungkin saat ini Abra adalah milikku tapi ikatan pacaran itu sangat rawan dan mudah terputus.
Abra tidak tahu dengan masalah ini dan aku tidak ingin menerangkan masalah ini.
Semakin kesini aku semakin merasa tidak sebanding dengan Abra rasa rendah diri itu semakin mengikatku. Aku tidak ingin menjadi seperti ini tapi keadaan yang terus menunjukkanku hal tersebut.
Setiap kali Abra memaksaku ke apartemennya, kekantornya, ke kaffe bersama teman-temannya, menemaninya bermain dengan hobinya, atau bahkan ke acara besar perusahaannya seluruh perbedaan itu seakan semakin memancar memaksaku untuk memandangnya.
Abra tidak tahu betapa perhitungan aku sekarang bahkan uang 20.000 saat ini menjadi sangat berharga untukku.
Aku terkadang ingin lepas darinya, menjauhkan diri dari ketidak nyamanan ini. Sayangnya aku merasa seakan Abra malah semakin mengikatku begitu kuat begitu erat dan itu semakin menyiksaku. Kata-kataku hilang ketika aku berada dilingkungannya merasa kecil dan ingin hilang ditelan bumi. Setiap kali aku tak berhasil menolak ajakan Abra aku jadi malas menyambut hari-H acara tersebut.Dunia Abra saat ini menjadi momok menakutkan bagi kepercayaan diriku walaupun aku menyembunyikan masalah itu padanya. Ya aku sekarang setertutup itu. Bahkan aku tak lagi berani melarang segala apa yang dilakukan Abra. Aku merasa kami sangat jauh dan Abra lebih cocok dengan orang yang seperti Abra. Aku jadi lebih sering membandngkan keadaan kami dengan keadaan pasangan lain.
"Kita bisa tinggal di dekat mama hingga irsyad cukup dewasa jika itu yang kamu takutkan" Suara Abra membuatku terhenyak.
Kenapa aku sebodoh itu membuat alasan yang sangat mudah ditepis Abra."Aku masih pengen peluk-peluk ibu saat mau tidur juga mas"
"Kamu masih bisa melakukannya, aku gak masalah nunggu kamu sejam dua jam di kamar" Abra menjadi orang yang paling menyebalkan
"Maaf mas, kamu bisa cari...
Abra berdiri keluar dengan bantingan pintu keras membuatku berjengit kaget. Kuteteskan air mata untuk beberapa saat. Menulis beberapa kalimat di note dan meletakkan di meja tamu.Aku pulang mas
Maafkan akuKulangkahkan kakiku meninggalkan tempat ternyaman selain rumahku ini dengan perasaan yang kacau. Aku sayang dia namun rasa sayangku harus ditahan karena aku lebih dibutuhkan keluargaku dari pada Abra.
***
Sebagai anak dengan pendidikan yang memerlukan perjuangan dalam menjalaninya untuk masalah biaya, aku sadar ibuku memiliki harapan lebih padaku dan aku akan merasa sangat egois untuk mengabaikan harapan ibuku itu. Beliau tidak membebankan segalanya padaku namun aku seakan memiliki tanggung jawab mental untuk membantunya, menggantinya.
Dan saat ini aku mulai menganggap masalahku dengan Abra sebagai ujian dalam menghadapi perekonomian, bukan sebaliknya. Mungkin saja Abra bisa mencari orang lain, bersenang-senang dengan yang lain dan hidup bersama orang lain setelah berpisah denganku tanpa harus mengingat aku sedikitpun.Aku tahu aku tidak sepenting itu jika nyatanya aku bukan jodohnya. Namun aku sangatlah penting bagi ibuku. Ia tidak akan mendapat putri lagi setelah aku pergi. Tidak akan ada yang dipeluknya sebagai penggantiku walaupun nyatanya ia masih memiliki anak yang lain. Tidak akan ada pengganti seorang anak dimata ibunya. Jadi jika disuruh memilih aku memilih leluargaku. Keputusanku memang egois bagi Abra, namun untuk ibuku mungkin ini yang paling tepat.
Aku tidak akan menceritakan masalah ini pada ibu dan tidak akan mengijinkan Abra membahas ini di depan keluargaku.
Biarkan ia bebas dengan keputusanya. Ia sudah cukup dewasa untuk benar-benar mengetahui apa yang terjadi dan memahami apa yang harus ia pilih. Aku akan menerima semua keputusannya. Tidak akan lagi terlalu menggenggamnya, sadar akan kondisi dan posisiku adalah yang terbaik. Aku begitu kecil hingga untuk membalas pesan tante Ima mama Abra pun rasanya begitu canggung.Ku tatap langit-langit kamarku yang dibeberapa tempat memiliki bercak. Bayangan rumah Abra begitu nyata terekan di ingatanku, ini membuatku mulai membandingkan keadaan sebenarnya. Aku ingin menangis namun aku tahu air mataku tak dapat mengubah segalanya. Rasanya begitu menyiksa didada. Dering ponsel di meja menarik kesadaranku. Aku tahu itu siapa. Pasti Abra.
From Mas Abra
Maafkan emosiku, aku lelah dan bingung tadiTo Mas Abra
Maafkan aku juga masFrom Mas Abra
Selalu buat kamu sayangDitengah air mata yang akhirnya menetes aku tersenyum. Begitu baiknya Abra padaku pada keluargaku. Aku tahu Abra begitu sopan dan sayang pada ibu. Menghormati kakakku walaupun ia lebih tua dari mereka. Abra adalah paket lengkap selain emosinya yang meledak-ledak. Dan paket lengkap itu terlalu tidak mungkin jika tercipta untukku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Kepper
ChickLitBagaimana jika kamu terjebak pada hubungan yang menyebalkan? Kekasihmu adalah lelaki brengsek yang penuh cinta. Terlalu sering berselingkuh hingga kamu tidak dapat membedakan itu khilaf atau rutinitas. Ingin mengakhiri namun terlalu sulit untuk m...