Makan dengan diam tanpa ada kalimat yang terucap menyisakan tatapan tajam milik Abra yang seakan bisa membakar kepala Iris. Anehnya teman wanita atau mungkin calon pacar Abra yang baru juga ikut diam seakan tahu akan keadaan yang sedang terjadi.
Gustaf mengelus pahanya untuk menenangkan sayangnya gerakan itu nampak dimata Abra dan itu menciptakan bantingan sendok dan garpu.
"Ab, ." bukan itu bukan suara Iris. Itu milik si wanita cantik yang sedang memasang wajah cemberut yang sangat elegan.
"hai kenalin aku Nikita, kalian siapa?" Iris memasang senyum canggungnya dan meraih tangannya yang begitu sempurna. "aku Iris"
"siapa? " tanyanya memutarkan mata jelas bukan nama Iris yang benar-benar ingin diketahuinya.
"Iris" Iris bersikukuh
"dia calon istriku" suaranya begitu kering begitu kaku.
Nikita terkejut namun berusaha menyembunyikannya. Iris mengabaikan tatapan penuh tuntutan dari Abra dan berusaha menikmati makanannya, tangan kirinya mencoba menggapai baju bawah Gustaf, mencari sisa-sisa keberanian disana.
Gustaf menoleh dengan senyum kecut yang diyakini Iris adalah senyum penuh usaha untuk membuatnya tenang namun gagal, disituasi lain mungkin Iris akan dengan senang hati meledek senyum pengecut Gustaf itu namun saat ini situasinya berbeda dan bahkan Iris pun merasa tidak enak pada Gustaf karena telah membawa cowok itu masuk kedalam situasi buruk seperti ini. Iris berjanji suatu saat akan meneraktir Gustaf makan untuk menebus rasa bersalah ini.
"ohh maafkan aku Iris, aku enggak tau. Ku kira kalian saudara sepupu, kalian tidak terlihat seperti sepasang kekasih" terang Nikita terlihat mengejek Iris dengan tatapan jenakanya. Iris tahu ia terlihat seperti gadis kuliahan yang tanda kutip Kuper karena tanda kutip miskin, namun disampaikan secara langsung dihadapannya semakin menambah rasa rendah dirinya.
"justru kalian berdua terlihat lebih,..." wanita siluman ular itu menjeda kalimatnya menimbulkan geraman dari Abra. Abra tidak suka dan ia tidak ingin bersusah payah menutupinya. Sedangkan Iris sendiri hanya tersenyum canggung.
"maafkan aku, ku kira kalian berdua sedang berkencan. Apa kau ingin bertukar kursi denganku sekarang? " tawar Nikita lagi yang jelas ku beri gelengan kepala.
"Tidak apa kak, banyak yang bilang begitu, mungkin karena perbedaan usia kami yang cukup jauh" bantah Iris kikuk.
"Abra juga tidak terlihat memiliki kekasih di kantor, ia jarang memegang ponsel" tambah Nikita
"ia memang orang yang fokus" jawab Iris cepat.
Nikita memancingnya atau marah padanya dan mencoba mencari penyangkalan. Walaupun Iris ingin mengakhiri hubungan ini namun ia belum ingin mati sekarang untuk semakin membuat pria yang tak melepaskan pandangan darinya itu meledak dengan hebatnya ditempat ini. Cukup ponselnya yang menjadi korban jangan dirinya
Ponsel Gustaf bergetar disaku celananya dan tanpa rasa bersalah atau kikuk pun ia berani mengangkatnya didepan Abra yang tidak terganggu oleh suara dering tersebut.
"iya ma? " Iris segera menoleh ketika Gustaf menjawab telfon tersebut diikuti tatapan Abra yang semakin berasap. Apalagi ketika melihat gumaman Iris pada Gustaf.
"ini lagi makan ma, sama bang Abra juga" jawab Gustaf "kenapa ma? "
Gustaf menyimak sesaat "mau langsung bicara aja sama anaknya ma? " ucap Gustaf sambil mengangsurkan ponsel ke arah Iris
"iya ma, ahh ponselku ada dirumah mungkin kehabisan baterai"
Iris akan berdiri ketika Abra segera mencekal lengannya untuk tetap duduk bahkan mengambil pelan ponsel itu dae meloadspekernya. Pria sialan, Iris meringis dibuatnya.
"Dia tanya tadi, kamu yakin nulis didaftar seragam buat pasangan sama Gustaf, bukan Abra, apa kamu udahan sama nak Abra......"
Iris tak lagi bisa mendengar kalimat lanjutan ibunya karena sibuk menata detak jantungnya yang bertalu, ia akan berakhir hari ini karena tatapan Abra yang serasa menusuknya. Ia takut, ya ampun bahkan suara detak jantungnya pun mengalahkan suara keramaian pusat perbelanjaan itu.
"memangnya kamu udahan sama nak Abra Ris, apa cuman ada masalah aja, ingat Ris kalo cuman ada apa-apa aja sampe kayak gitu itu keterlaluan lo nak, kasihan Gustaf, dia jadi kebawa-bawa dalam masalah kalian...
"ibuk, Iris ini lagi makan, nanti dibicarain dirumah aja ya, Iris habis ini pulang kok" katanya memotong "assalamualaikum"
Bahkan sebelum ibunya selesai menjawab, Iris sudah mengakhiri panggilan itu karena panik.
Iris merunduk dalam merasakan kemarahan Abra yang jelas beecampur kekecewaan, Iris tahu Nikita tersenyum Dibalik ini semua.
"sampai sejauh ini masalah kita Ris, dan kamu masih tetap bungkam? "
Diliriknya Abra yang matanya memerah, ia merasa bersalah Tuhan tenggelamkan saja Ia dalam tanah saat ini juga.
"aku salah Abra maaf, Gustaf maaf udah bawa-bawa nama kamu, dan kak Niki maaf, aku ada urusan dulu sama Abra permisi" ijin Iris menarik Abra pergi dari tempat tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Kepper
ChickLitBagaimana jika kamu terjebak pada hubungan yang menyebalkan? Kekasihmu adalah lelaki brengsek yang penuh cinta. Terlalu sering berselingkuh hingga kamu tidak dapat membedakan itu khilaf atau rutinitas. Ingin mengakhiri namun terlalu sulit untuk m...