6) No Regrets?

3.6K 932 195
                                    

Yang Jimin tahu, perang itu identik dengan kebisingan. Mulai dari Perang Dunia pertama, Perang Salib, bahkan sampai Perang antara mamanya dan ibu-ibu yang lain saat belanja panci di tukang panci keliling.

Tapi baru kali ini Jimin tahu ada juga rupanya perang tanpa keributan.

Contohnya seperti Joe dan Taehyung sekarang ini.

Jimin sebenarnya agak heran. Eira dan Joe ada di perpustakan, begitu juga dengan Taehyung. Tapi Taehyung justru sibuk mengobrol dengan Eira, bertingkah seolah Joe tidak ada di sana.

Sebelumnya Jimin memang sempat bertanya kenapa Taehyung tiba-tiba bersikap aneh pada Joe. Awalnya Taehyung tidak mau mengaku, tapi akhirnya laki-laki itu mengiyakan juga.

"Gue capek. Lagian Eira lebih baik daripada Joe."

Jimin berusaha untuk diam, hanya sekadar jadi pendengar. Meskipun sebenarnya sebagian dari dirinya tidak menyukai pertanyaan Taehyung barusan.

Jimin sudah kenal betul dengan Taehyung. Dan satu-satunya hal yang paling cepat Taehyung lupakan itu hutan. Urusan hati akan jadi yang paling membekas untuk sahabatnya itu.

Dan setahu Jimin, Taehyung bukanlah laki-laki yang bodoh.

Tapi sekarang... oke, Taehyung bukan bodoh lagi. Dia bego mati.

Kenyataannya Taehyung benar-benar mengabaikan Joe.

Niat Jimin sebenarnya hanya diam, dan mengintip seperti ini bukanlah rencana awalnya. Tapi dia tidak bisa terus begini.

Terutama ketika dia melihat Joe yang menggigit bibir, seakan ingin bicara pada Taehyung namun laki-laki itu terus mengabaikannya.

Bego beneran Taehyung ini.

Jimin bisa lihat bagaimana Joe di sana yang mati-matian menahan diri untuk tidak meledak—dia yakin betul soal itu.

Selagi menggendong tas ransel, Jimin melangkahkan kakinya mendekati meja tempat Taehyung, Eira, dan Joe duduk. Tapi bukan sapaan yang pertama keluar dari bibirnya.

"Lo mau sampai kapan bikin anak orang gigit bibir, Tae?" Nada bicara Jimin terdengar kesal. Eira yang melihat Jimin langsung berdiri.

"Bang Jimin?"

Jimin hanya menoleh ke arah Eira, namun sama sekali tidak bicara pada gadis itu.

"Lo keterlaluan kalau gini terus!"

Persetan dengan orang yang melihat. Jimin tidak peduli. Tangannya tiba-tiba bergerak menarik Joe untuk berdiri.

Joe jelas saja kaget. Dia berusaha bertanya pada Jimin, namun niatnya hilang begitu menangkap ekspresi Jimin.

Ini apa?

"Just tell her already, bego! Tinggal bilang kalau lo suka sama dia. Nggak usah pake acara sok move on ke orang lain dan malah cuekin dia. Lo kira cara kayak gitu berhasil?"

Taehyung jelas saja kaget. Sudah Jimin muncul tiba-tiba, dia bahkan datang sambil mengomelnya dadakan.

Dia bisa saja mengira ini trap atau keisengan Jimin. Tapi ekspresi wajah itu seperti bukanlah sebuah lelucon belaka.

"Jim, lo apa-apaan sih?"

"Bangsat, gue bilang ngaku sekarang!" Kendati menjawab pertanyaan Taehyung, Jimin justru berteriak. "Bilang apa yang pengen lo kasih tahu ke Joe. Jangan kayak bocah deh diam-diaman gini. Geli gue."

Joe sudah bingung bukan main. Kenapa Jimin tiba-tiba datang dan... astaga.

"Jimin, nggak..."

"Bilang, Tae. Sekarang."

Sebelumnya Jimin belum pernah semarah ini. Dan Jimin tahu dia tidak punya alasan yang tepat untuk melakukan semua ini. Tapi Taehyung keterlaluan. Dan dia tahu dirinya sendiri menjadi salah satu alasan atas kemarahannya.

Jimin pikir, paling tidak Taehyung akan berhenti bertingkah bodoh begini.

Namun percuma. Ekspektasinya jelas jauh dengan apa yang dia harapkan. Karena ucapan Taehyung jelas bukan seperti apa yang ia pikirkan.

Karena yang Taehyung katakan justru, "Joe, gue benci lo. I regret time that I wasted to loving you."

Brengsek!

Joe kelihatan sudah siap menangis detik ini juga. Dan Jimin pun sudah siap untuk menonjok Taehyung. Tapi dia menahan diri.

"Gila ya lo."

Tiga kata itu Jimin gunakan untuk menahan amarahnya. Suara tawanya terdengar meremehkan.

Tangannya kemudian menggenggam tangan Joe. Dan di tempat, Eira jadi kaget bukan main.

"Jangan tarik kata-kata lo, Tae," desis Jimin tajam. "Dan gue anggap itu sebagai persetujuan kalau lo rela Joe gue ambil."

Taehyung bahkan belum sempat merespon kata-kata itu, dan Jimin sudah lebih dulu pergi dan membawa Joe.

Taehyung tidak peduli. Sama sekali tidak.

Tapi anehnya, dia ingin marah.

"Shit!"

*

Arata's Noteu:

Tau ah. Aku bingung. Konflik soal ini bener-bener bikin aku plin plan. Tadinya ini cuman sekadar short story soal daily life Tae-Joe yang cheesy abis sebenernya. Entah kenapa malah jadinya begini.

Sorry kalau jadinya random gini. Buku ini juga kayaknya bakal agak ngedrama haha. Bear with it, ya. Atau mungkin tinggal bilang aja biar cerita ini aku ke-bumi-kan :'')

Straw To Berry (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang