24. Ketenangan

15.2K 445 11
                                    

Harap Baca sebelum membaca ceritanya, supaya kalian tidak bingung 😊

maaf nih part 24 Author ubah lagi alurnya, entahlah author ini tiba2 plinplan setelah baca part 24 malah terkesan terburu-buru dan berujung gaje, jadi untuk membuatnya tidak gaje terpaksa Author hapus part itu yang mungkin setengah dr kalian udah baca, please yah lupain yang itu kita awali lagi dengan alur ini anggap kalian memang belum baca ok say sok lanjutkan 😆😆

***

Aku masih berjalan bersama Arsen dengan tenang, pagi ini Aku dan Arsen melakukan jalan pagi untuk kesehatan anakku, aku senang setidaknya Arsen bisa menyempatkan waktunya untuk menemaniku jalan-jalan di pagi hari seperti Ibu hamil pada umumnya, ya walau nanti siang ia harus kembali kerja tapi tidak apa yang penting suamiku bisa menyempatkan waktunya untuk menemaniku.

Rasanya kisah kami memang sedang di mulai, setelah hilangnya Sany aku benar-benar merasa bahagia karena tidak ada lagi yang mengganggu rumah tangga kami, andai dulu seperti ini mungkin hari-hari yang sebelumnya kami abaikan akan terasa indah seperti saat ini.

"Kamu haus sayang?" Aku mengangguk.

"Kalau begitu, kamu tunggu di sini aku akan membelikan minum untukmu." Lagi aku hanya mengangguk, Arsen  menuntunku menuju sebuah bangku kecil dan mendudukanya di sana aku menatapnya dengan manja.

"Jangan lama ya."

"Hanya sebentar." Itu kata terakhirnya, setelahnya aku tak lagi mendengar perkataanya, Arsen sudah berlalu dari hadapanku, Aku memegang perutku yang kini usianya mencapai dua bulan rasanya tidak terasa sudah selama ini.

"Kira." Sontak aku menatap ke arah suara itu, awalnya aku tidak mengenalinya hingga saat di teliti pria  berkumis dan bulu-bulu tipis di pipinya membuatku menganga hampir tak percaya, terlihat dari penampilan yang sepertinya tidak terawat dan pria itu adalah...

"Ardhi, untuk apa di sini?" Aku segera berdiri, setelah sekian lama sekarang dia muncul lagi.  sekarang kami saling berhadapan, Ardhi tidak menjawab ia malah menatapku tajam.

"Aku ingin memilikimu, aku berusaha melupakanmu tapi aku tak bisa," Aku masih menatapnya menunggu perkataan selanjutnya.

"Selama ini aku tidak bisa hidup dengan tenang, Kira hanya kamu yang selalu ada di dalam otaku, bahkan sejak pertama kali kita bertemu di SMA aku benar-benar sudah terpikat denganmu."

Ardhi terlihat begitu rapuh, apa segitu inginkah ia padaku lalu untuk apa dulu Ardhi menolakku. Aku masih ingat betul bagaimana penolakan yang Ardhi berikan padaku.

"Jika kamu memang mencintaiku lalu kenapa saat itu kamu menolaku?" Entah pertanyaan itu lolos dari mulutku, bagaimanapun aku memang penasaran akan hal itu.

"Saat itu aku terpaksa menolakmu di depan temanku, karena mereka melarangku untuk berpacaran denganmu."

"Itulah alasanya, hanya karena di larang pacaran kamu sampai menolaku, kalau kamu memang benar-benar mencintaiku saat itu maka kamu harusnya memperjuangkan nya bukan malah menolakku." Puas rasanya mengatakan itu.

"Aku benar-benar meminta maaf dulu aku terlalu labil, dan sekarang aku menyesal Kira."

"Sepertinya yang kamu bicarakan sekarang itu percuma, karena aku sudah tidak lagi menyukaimu."
Aku lihat Ardhi membuang nafasnya dengan kasar dia menarik tanganku saat aku hendak berlalu dengan segera aku menghempasnya.

Marriage With Mr.Arsenio (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang