Hurt Again - Eleven

32 3 0
                                    

"Adhira ada yang nyariin tuh!" kata salah satu  anak perempuan XII IPA 7.

"Siapa?" tanya Adhira malas.

"I don't know." perempuan tadi mengidikkan kedua bahunya membuat cowok itu mengernyit bingung.

Adhira menegakkan duduknya lalu berdiri. Ia mengucek mata sebentar, merasa penglihatannya agak buram akibat tertidur selama jam pelajaran. Begitu Adhira hendak membelokkan tubuh ke kanan, seseorang memeluknya erat sambil menangis sesegukan. Adhira yang bingung dan tidak mengetahui siapa gadis ini hanya diam sambil menatap rambut pirang yang tergerai lembut.

Banyak siswa dan siswi yang memperhatikan mereka. Adhira nampak acuh, sesekali berdecak karena semakin banyak murid SMA Harapan 3 yang menontonnya seperti sebagai film yang baru di resmikan kemarin. Gadis itu masih saja menangis. Ini udah menit ke lima belas gadis itu memeluk Adhira. Adhira semakin geram. Ia tak tahu harus melakukan apa. Di satu sisi ia tak ingin tubuhnya di sentuh, tetapi di sisi lainnya ia kasihan pada gadis ini.

"Ada apaan sih rame-rame?" tanya Dito pada diri sendiri. Nathusa mendongak menatap segerombolan siswa siswi yang membentuk lingkaran tepat di depan salah satu kelas XII.

Dito menggandeng tangan Nathusa saat menerobos gerombolan siswa siswi tersebut. Mulut Dito berkomat-kamit mengucapkan kata permisi. Hanya sebagian siswa yang mendengar kata tersebut, lainnya masih sibuk menonton yang menurut Nathusa mungkin bukanlah hal penting. Akhirnya, setelah berjuang dari sikut-sikutan antar murid, Dito sampai di barisan paling depan. Nathusa sedikit terkejut melihat Adhira tengah di peluk seorang gadis, sementara Dito air liurnya sudah banjir kemana-mana. Menjijikan.

"Tutup Dit mulut lo, banjir lantainya." celetuk Nathusa tanpa menatap Dito.

Tersadar dari ekspresi menjijikan tersebut, Dito mengatupkan bibirnya rapat. Kembali menatap Adhira yang sepertinya ingin sekali mengusap punggung atau rambut gadis dalam pelukannya-- agar lebih sedikit tenang.

Gadis yang memeluk Adhira pun mengusap air matanya, kepalanya ditundukan dalam-dalam. Setelah menghela nafas, ia mendongak. Betapa terkejutnya Adhira melihat gadis yang selama lima belas menit tadi memeluknya sambil menangis. Tatapan mata Adhira menjadi tajam membuat sebagian siswa maupun siswi memilih pergi meninggalkan tempat tersebut. Adhira mendorong tubuh gadis itu.

"Lo?!"

"Kenapa, Dhir? Kamu mau marah? Silahkan!"

Adhira mengepalkan tangannya kuat-kuat, raut wajah cowok itu merah padam bak tomat. Tatapannya menyilatkan kemarahan.

"Gue gak suka tubuh gue tersentuh sama tubuh kotor milik lo!" ujar Adhira dingin. Suasana mendadak hening. Tak ada yang berani berbicara atau berbisik.

"Aku minta maaf, Dhir, aku minta maaf. Aku nyesel!! Aku mohon, maafin aku, Dhir." tangisnya pecah lagi, hal tersebut tidak membuat Adhira mendekap gadis itu lagi. Tidak, dia benci gadis ini berada di hadapannya.

"Pergi."

Dito meneguk salivanya susah payah. Cowok ini sepertinya takut melihat raut wajah Adhira yang berubah menjadi dingin. Tempat ini juga tertular dengan ekspresi Adhira, yaitu menjadi kutub utara sementara.

"Aku mohon maafin aku dulu. Aku gak bakal pergi kalo kamu belum maafin aku!"

"Terserah." ucap Adhira, memutar balik tubuhnya.

Baru selangkah, tangannya di cekal erat oleh seseorang. Ia merasa ini bukan tangan gadis yang memeluknya tadi sekaligus orang yang paling di benci di dunia ini.

"Cowok gantle kan akan ngebiarin gadisnya menangis." Nathusa terkejut melihat siapa yang datang. Gadis ini pura-pura tidak melihat dan memilih menatap ke arah lain.

Hurt AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang