PART 2: KELAS BARU (Revisi)

244 4 0
                                    

"Rasa pertama, yang entah karena apa menumbuhkan harapan selanjutnya."


#1

Suara alarm ponsel yang sengaja aku setel akhirnya berhasil mengembalikan kesadaranku pagi itu. Meski malas, perlahan aku mulai membuka mataku yang rasanya masih lengket untuk melihat angka jam digital yang tertera di beranda ponsel. Jam 9. Spontan, aku langsung meloncat dari tempat tidur dan bergegas untuk ke kamar mandi. Entah bagaimana lelapnya tidurku sampai-sampai aku terlambat menyadari bunyi alarm yang sudah aku setel jam 7. Mungkin efek terlambat tidur karena aku baru sampai dari Bandara CGK jam 6 pagi.

Hari itu adalah hari pertama perkuliahan setelah liburan semester 2. Jangan dibayangkan kalau liburan di kampusku sepanjang liburan di kampus yang lain. Malah menurutku liburan di kampusku itu sejenis liburan anak sekolah lah. Cukup 3 minggu saja. Itupun sudah ada kelonggaran seminggu di semester genap. Jika semester ganjil, maka akan terdepresiasi menjadi 2 minggu. Sungguh dinamika kampus yang membosankan.

Setengah berlari aku menyusuri koridor kampus yang sepi karena mahasiswa jam pertama sudah masuk sejak 1,5 jam yang lalu. Gila, sesaat aku menyesal pernah memilih pindah ke kampus ini. Aku benar-benar jenuh menaati aturan-aturannya yang menurutku terlalu mengikat kebebasan anak-anak muda seusiaku. Menyatakan pendapat, dikira membangkang pemerintah. Menggunakan pakaian bermerk, dikira tidak menaati aturan berseragam. Aku pikir mungkin kampusku itu dulu sengaja dibangun oleh orang-orang sosialis. Sehingga sama sekali tidak menerapkan asas-asas demokratis.

Dan aku. Baru semester 3, aku malah sudah membuat kesalahan yang menurutku fatal. Datang terlambat di hari pertama perkuliahan di awal semester. Aku rasa aku akan langsung mati berdiri jika dosen pertama kelas baruku akan tega melaporkanku ke sekretariat. Tentu saja aku tidak siap untuk dropout di tengah jalan seperti teman-temanku yang lain. Pasti sampai rumah aku langsung digantung sama bunda dan papa karena berani merusak harapan mereka. Jadi yang bisa aku lakukan sepanjang jalan hanyalah berdo'a supaya bayangan-bayangan buruk itu tidak menjadi nyata.


#2

Perlahan aku membuka pintu kelas. Sejenak suasana yang sebelumnya gaduh langsung bungkam seketika. Mataku langsung bergerak menjelajahi seluruh isi kelas. Hanya ada wajah-wajah seusiaku. Jadi aku pastikan tidak ada dosen di ruangan itu. Lalu sesosok anak laki-laki dengan postur jangkung yang sedang berdiri di depan kelas berjalan menghampiriku yang masih berdiri termenung di depan pintu kelas.

"Ini kelas 3N, bro. Salah kelas gak?"

Aku tetap saja diam termangu sambil mengatur napas yang masih ngos-ngosan. Belum terlalu menyadari apa yang dia tanyakan. Sampai akhirnya aku menarik bibir untuk sedikit tersenyum dan menggelengkan kepala sambil melangkahkan kaki menuju di bangku paling depan. Itu satu-satunya bangku yang belum terisi di kelas. Setelah itu kegaduhan di kelas itu kembali lagi. Ternyata mereka sedang melakukan pemilihan pengurus kelas karena dosen jam pertama tidak bisa masuk kelas.

Perlahan, aku menarik napas panjang. Lega rasanya setelah bayangan buruk itu tidak menjadi kenyataan. Namun teriakan-teriakan anak sekelas berhasil merusak pikiranku lagi. Mereka dengan sengaja menunjukku menjadi ketua kelas karena aku datang terlambat. Tapi tidak aku hiraukan karena aku memang sedang tidak punya tenaga sama sekali untuk meladeni hal-hal yang menurutku kurang penting.

Setelah aku diamkan, perlahan kegaduhan itu berhenti dengan sendirinya. Dan akhirnya ketua kelas yang baru berhasil dipilih. Namanya Ahfi. Dia memang sudah terlatih menjadi ketua kelas di kelas sebelumnya sejak semester pertama perkuliahan. Lalu Ahfi berdiri dari tempat duduknya dan melangkah menuju ke depan kelas untuk mesejajari anak laki-laki yang sebelumnya memimpin diskusi. Namanya Wawan. Aku melihat nama itu dari kartu mahasiswa yang terkalung di lehernya.

"Terima kasih teman-teman udah ngasih kepercayaan ke gue buat jadi ketua kelas. Tapi gue gak bisa sendiri nih buat ngurus kelas ini. Gue butuh seorang wakil ketua, 2 orang sekretaris, dan 2 orang bendahara. Ada yang mau suka rela bantu gue gak?"

Pertanyaan yang Ahfi lontarkan sontak membuat suasana kelas kembali gaduh. Sudah ada 4 orang yang menyatakan bersedia membantu Ahfi menjadi pengurus kelas. Semuanya cewek. Tandanya ada 1 jabatan yang belum terisi, yaitu bendahara. Sejenak kelas menjadi hening. Mungkin karena semua orang di kelas tidak ingin ditunjuk menjadi bendahara 2. Sampai akhirnya Ahfi mengarahkan jari telunjuknya ke arah bangku belakang. Sesaat aku ikut menoleh mengikuti arah jari telunjuk Ahfi. Dia cewek, mukanya kusam, make up nya pun berantakan. Benar-benar tidak menarik sama sekali. Tapi entah kenapa aku masih saja ingin terus menatapnya.

"Elo ya?"

Cewek itu diam, kemudian mengarahkan jari telunjuknya ke mukanya sendiri. Mungkin memberi tanda bahwa dia sedang tidak yakin bahwa orang yang dimaksud Ahfi adalah dirinya. Lalu Ahfi menjawab dengan mengangguk. Mungkin cewek itu terlalu banyak menonton drama kacangan sampai sok memberikan isyarat yang menurutku dramatis. Dan akhirnya, setelah puas berisyarat, cewek itu mengeluarkan suara. Suara pertama yang sempat membuatku merasa kesal tanpa alasan.

"Yaudah deh."


#3

Kelas baru itu masih terasa asing bagiku. Aku tidak mengenal satu pun orang di sana, kecuali Martha. Kami pernah tergabung dalam satu kelompok ospek jurusan setahun sebelumnya. Itu pun kami tidak akrab, meski Martha sangat cerewet dan tidak segan membangun obrolan untuk mengajakku berbicara. Tapi tetap saja aku merasa kosong. Hingga akhirnya kekesalanku pada si bendahara baru itu mulai mengisi kekosonganku. Rasa pertama, yang entah karena apa menumbuhkan harapan selanjutnya. Bahwa di kelas baru itu, aku ingin menghidupkan hidupku yang aku rasa tidak hidup sebelumnya.

Untuk APRILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang