PART 7: MARTHAYU LEDISA (Revisi)

98 2 0
                                    

"Bahkan karang saja tidak pernah segan untuk menunjukkan sisi rapuh ketika ombak sedang terlalu kuat menerjangnya."


#1

Sedetik saja dalam hidupmu, pernahkah kamu ingin menghapus bagian-bagian tertentu dari masa lalumu. Bagian yang mungkin kamu sayangkan pernah terjadi. Dan kalau boleh aku tebak, aku yakin bagian itu aku. Tidak apa. Tidak perlu menyembunyikan fakta itu hanya demi menjaga perasaanku. Aku tidak mau kamu kelelahan karena menyembunyikan kejujuranmu lagi. Toh, aku sudah pernah mendengar pengakuanmu itu dari Atikah. Dari yang awalnya terdengar menyakitkan. Sampai dengan mencoba memahami naik turunnya emosimu karena ulahku. Lalu berakhir dengan memakluminya.

Sedangkan buatku, bagian yang sangat ingin aku hapus adalah bagian di mana aku pernah membuatmu menyerah. Atau bahkan dulu ketika kamu memang sudah pernah hampir menyerah. Dulu sekali. Kejadian yang aku kira kecil, tapi ternyata menjebakku untuk berdiri di atas bom waktu. Bahkan aku tidak pernah meramalkan sekalipun, bahwa suatu hari dia akan meledak tanpa pengamanan yang belum sempat aku persiapkan. Sampai aku merasa dicurangi. Merasa tidak adil. Dan merasa kalau dunia terlalu kejam karena membuatku tidak berhasil mengerti atas apa yang sebenarnya terjadi.


#2

Kejadian salah paham di hari pertama kuliah setelah Ujian Tengah Semester itu cukup memberikan teguran untukku. Mendorongku untuk melakukan banyak hal untuk belajar mengendalikan emosiku. Dengan mencoba lebih sabar dalam memahami perasaanmu yang halus. Dengan mencoba lebih ramah ketika berbicara. Atau bahkan dengan mencoba meluangkan lebih banyak waktu lagi untuk mengenalimu dengan lebih baik. Sampai-sampai hampir semua pegawai 7-Eleven langganan kita saja bisa menghafal minuman favorit kita berdua. Sebotol plain yogurth untukmu. Dan sebotol susu kedelai multi grain untukku. Bukan minuman yang sama memang. Tapi cukup menggambarkan perbedaan yang justru membawa kita pada frekuensi yang sama.

Apapun yang aku lakukan denganmu, semakin hari semakin membuatku senang gak karuan. Rasanya seperti selalu saja bisa menyiram segala emosiku yang berasap. Dengan bercerita tentang kejadian lucu di kelas, pengalaman masa lalu, kondisi keluarga, dan lainnya. Aku yang banyak bercerita. Sedangkan kamu selalu setia menjadi pendengar yang baik sambil menampakkan tatapan yang penuh antusias. Dan melihatmu tertawa sepanjang malam adalah bagian yang paling ingin aku rekam supaya bisa aku putar kapanpun aku merindukanmu. Memoriku pun menyetujuinya. Buktinya, setiap kali aku memejamkan mata, dan menyebutkan namamu berulang kali dalam hati, rekaman itu yang selalu berputar secara otomatis dalam kepalaku.

Sayangnya, rutinitas kita di 7-Eleven menjadi banyak terganggu setelah kita disibukkan oleh project mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi (SIA). Waktu itu kita terpisah kelompok. Aku sekelompok dengan Abi, Rudi, dan Martha. Jadi waktuku menjadi lebih banyak aku habiskan dengan mereka. Terutama Martha. Karena sebenarnya memang hanya kami berdualah yang paling aktif untuk mencari data di perusahaan milik seorang kenalan papanya Martha. Kami menjadi sering sibuk keliling Jakarta berdua dengan motorku. Atau kalau harus lembur gara-gara tugas itu, kami pun tidak sungkan untuk mengerjakannya sambil makan bersama. Jujur, aku merasa beruntung ada Martha yang sekelompok denganku. Dia anak yang ceria, ramah, dan gampang diajak bicara. Jadi aku bisa leluasa untuk bertukar ide dengannya.

Hari itu yang aku yakini adalah kamu pasti mengerti dengan kesibukanku. Lagipula kamu juga pasti sibuk untuk mencari data bersama kelompokmu. Jauh di dalam hati, aku sudah berniat bahwa setelah project menyebalkan itu selesai, aku akan menebus waktu-waktu kebersamaan kita yang sempat terinterupsi. Kita hanya butuh sama-sama bersabar, Prill. Menunggu waktu, sampai kita sama-sama memiliki waktu luang untuk dihabiskan bersama lagi. Nanti. Pasti.

Untuk APRILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang