PART 3: RENTENIR PALSU (Revisi)

156 4 0
                                    

"Sebuah nama yang ketika disebut, akan selalu mengingatkan aku padamu di kemudian hari."


#1

Sebulan di kelas baru, kekosonganku hanya terisi dengan kekesalan seputar si bendahara yang ku ceritakan di bagian ceritaku sebelumnya. Puncaknya saat aku mendapatkan chat tagihan buku darinya. Aku membacanya sepulang dari latihan voli di kampus. Sore itu aku sedang sangat lelah dan baru saja merebahkan tubuhku di kasur kamar kos. Ah, resek. Entah apa yang membuat kekesalanku padanya justru terus menghantui pikiranku. Mungkin dia memang sengaja ingin menghantuiku.

Tidak cukup sampai di situ, keesokan harinya di kelas dia masih menagihku tanpa rasa bersalah sedikitpun. Sok ramah sih, dengan sedikit senyuman yang aku lihat palsu. Atau malah bisa dibilang sok kenal dan sok asyik. Tiba-tiba saja dia menyebut namaku tanpa permisi.

"Ardinan, bayar!!"

Aku pun kemudian membayar tanpa satu katapun yang keluar dari bibirku. Aku kesal, benar-benar kesal. Apalagi melihat senyum jahilnya saat menerima uang yang aku sodorkan. Ingin rasanya aku memakannya di tempat itu saat itu juga. Ah, aku rasa pikiranku sudah mulai gila karena dia, benar-benar gila. Dan mulai hari itu aku mulai menyebutnya rentenir. Sesuai dengan perilakunya sejak mendapatkan jabatan sebagai bendahara kelas.


#2

Sialnya, aku sekelompok dengan si rentenir dalam tugas mata kuliah Akuntansi Keuangan Menengah (AKM). Saat itu aku berpikir betapa sempitnya dunia ini. Semakin aku sebal dengan si rentenir, justru takdir semakin mendekatkan aku padanya. Rasanya aku semakin muak saat melihat tingkahnya yang sok ramah hingga berhasil mencuri perhatian seluruh isi kelas. Mungkin si rentenir sedang merencanakan sesuatu yang licik kepada kami semua. Dan aku akan membuktikan pikiranku itu ke semua orang agar mereka berhenti memuji-muji kebaikan si rentenir sampai membuat telingaku panas.

Mau tidak mau, tugas AKM itu kemudian memaksaku untuk bekerja sama dengannya. Bahkan semua terasa semakin menyebalkan saat si rentenir justru duduk persis di kursi sebelahku saat dosen menyuruh kami berdiskusi. Saat itu kami juga sekelompok dengan delapan teman lainnya. Bayangkan, bagaimana aku tidak tambah sebal saja padanya. Sok caper padaku, padahal aku pastikan usahanya itu tidak akan berhasil. Mungkin dia bisa mencuri hati seluruh orang di kelas, tapi tidak akan terjadi dengan hatiku.

Awalnya aku hanya diam saja menahan rasa sebal. Sedangkan si rentenir dan kedelapan temanku banyak berdiskusi baik tentang tugas, ataupun sekedar menanyakan tentang latar belakang masing-masing untuk lebih saling mengenal. Dari situ aku tahu bahwa si rentenir juga berasal dari Jawa Timur, sama sepertiku. Sungguh dunia yang sempit, benar-benar sempit.

Tanpa sepenuhnya sadar, diam-diam aku memperhatikan tingkah si rentenir yang sok memimpin diskusi. Dia menyampaikan beberapa ide dan menguasai diskusi itu. Dia pikir dia siapa bisa mengatur kami seenaknya. Iya sih, dia tampak pintar dan bijaksana. Tapi entahlah, semua yang dia lakukan tetap saja membuatku semakin kesal padanya.

Heningku terpecahkan saat salah satu temanku meminta kertas HVS yang sedari tadi aku letakkan di atas mejaku. Mau tidak mau akhirnya aku ikut bercengkerama dengan mereka. Anehnya, si rentenir justru ganti berdiam diri. Dia nampak asyik mengerjakan rancangan jawaban tugas AKM di bukunya. Lalu entah karena dorongan apa, kemudian aku berinisiatif untuk sekedar berbasa-basi menyapanya. Aku pikir, mungkin ini awal yang baik untuk mengungkap kelicikannya pada semua orang.

"Kamu Jawa Timur?"

"Aku?"

"Iya."

Untuk APRILLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang