Chapter 1

9.9K 706 97
                                    

Seoul

Yerim melihat dua koper miliknya yang terjejer rapi di sebelah kakinya. Tidak lupa dia menghela napas sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya ke jalan raya. Sudah 15 menit dia duduk di tempat yang sama, tepatnya di halte bus di dekat aparte—atau mungkin sekarang bisa disebut mantan apartemen. Pemilik rumah tinggalnya tidak mengijinkan dia tinggal di sana setelah terlambat membayar uang sewa. Bukannya dia mau terlambat membayar, tetapi uang beasiswa miliknya terlambat keluar. Pihak kampus berjanji akan membayar uang tersebut bulan depan, tetapi pemilik rumah tinggal itu tidak mau tahu. Dia juga tidak mungkin merepotkan nenek dan kakaknya di desa, bisa-bisa mereka kemari dan menyuruh Yerim kembali ke desa.

Pasalnya dulu saat Yerim memutuskan untuk berkuliah di Seoul, kakak laki-laki beserta neneknya mati-matian menolak. Makanya Yerim akhirnya memutuskan untuk mencari beasiswa, dan memang otaknya yang encer, dia bisa mendapatkan beasiswa di salah satu kampus ternama Korea. KAIST. Dulu awal semester dia masih bisa tinggal di asrama kampus, tetapi semenjak semester 3 mulai, dia tidak bisa tinggal di asrama lagi. Alasannya? Karena beasiswanya di cabut. Dia berusaha mencari pekerjaan sambilan, tetapi pekerjaan sambilan itu membuat nilainya turun. Tabungannya dari beasiswa yang ada, digunakan untuk mencari rumah tinggal didekat kampus ditambah membayar uang kuliah yang luar biasa mahal.

Dia sebenarnya bisa mengambil pinjaman, tetapi dia tidak mau melakukan itu, karena memikirkan untuk membayar hutang pasti susah. Dia pernah melihat di internet tentang seorang perempuan yang setelah lulus kuliah bekerja sambilan sana sini hanya untuk mengembalikan pinjaman kampus. Tidak, dia tidak mau seperti itu. Sekarang beasiswanya sudah kembali ditangannya, iya dia belajar mati-matian agar bisa mendapatkan beasiswa itu lagi, tetapi dia tidak punya tempat tinggal.

Triiing.....Triiing.....

Yerim mengerogoh handphonenya, mengeluarkannya dari sakunya hanya untuk mengerutkan dahi. Itu bukan handphonenya. Lalu handphone siapa?

Yerim mengedarkan pandangan, kemudian menundukkan kepala, mencoba fokus suara itu datang dari mana. Suara telpon itu semakin keras terdengar saat Yerim menolehkan kepalanya ke bawah bangku. Samsung Galaxy Z Flip tergeletak di sana, dengan penelpon Seokjin Hyung.

Yerim mengambil handphonenya dan segera mengangkat telponnya.

".aduh di mana sih" Suara itu terdengar dari seberang.

"Hallo."

"AH! TERIMA KASIH. HALLO? Dengan siapa saya berbicara?"

Yerim kembali mengerutkan dahi, tidak menjawab.

"Halo? Aduh saya sedang buru-buru. Bisakah anda memberi tahu saya nama anda?" Suara di seberang terdengar formal, dan tergesa-gesa. Apakah ini jenis penipuan baru?

"Gimana Joon?" Suara terdengar dari seberang tetapi sedikit lirih. Sepertinya orangnya berbicara dari jauh.

"Perempuan ini tidak menjawab."

"Berikan padaku, halo, nona? Perkenalkan saya Kim Seokjin. Saya teman pemilik handphone itu, bisakah anda memberi tahukan saya di mana handphone itu berada?"

Yerim menggumam sebentar, "Di Halte 31, arah ke KAIST."

"Ngapain kamu di halte 31?" Seru laki-laki yang mengenalkan namanya dengan Kim Seokjin. Yerim menjauhkan handphone tersebut saat seruan itu memekakkan telinganya. "Maafkan aku nona, tapi bisakah nona antarkan handphone-nya? Kami sedang berada di Incheon Airport. Handphone itu penting, naik taksi saja. Nanti kami ganti. Hei, handphonemu tidak berpassword kan?—" Hening sebentar sebelum akhirnya Kim Seokjin kembali berbicara. "—Halo Nona, tolong. Handphone itu penting. Kami minta tolong."

Rewrite The StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang