Permainan waktu sangat membuat ku muak. Di waktu aku terpuruk, dia menghilang tanpa berusaha menjelaskan apa yang terjadi, membuatku menangisi keadaan yang selalu tak memihak kepadaku. Tapi sekarang ketika semua nya sudah baik-baik saja, dia malah kembali tanpa rasa bersalah sedikit pun.
jadi sebenernya dia yang terlalu bodoh tidak menyadari kesalahan atau emang dia pura-pura lupa atas apa yang telah terjadi? Sungguh, aku lelah menjadi seperti ini lagi.
"Ra! Kita perlu bicara berdua" Ucapnya yang sudah menarik tangan ku menuju mobilnya
"Lepas gak?! Gue gak mau!" Aku berontak, berusaha melepas cengkraman tangan nya
"Jangan buat gue kasar sama lo Ra, plis sekali ini aja ikutin mau gue" Tangan nya berubah menjadi menggenggam tangan ku erat
Oke. Kali ini aku pasrah, karena percuma tenaga nya lebih kuat
"Masuk" Dibukakan nya pintu mobil untuk ku
Aku masuk kedalam mobilnya dengan mendengus kesal, Dia pun masuk mobil, dan mobil ini pun pergi meninggalkan parkiran sekolah
Aku hanya menatap jendela mobil, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi nanti.
"Ra, lo mau makan dimana?"
Aku menatapnya bingung, "Makan?"
"Iya makan, gue tau lo daritadi belom makan. Lo kan punya maag ra, gak boleh telat makan"
"Cih, gak usah sok perhatian. Gue gak butuh"
Aku mendengar helaan nafas nya, "Gue ini Ravan ra, gue pacar lo sekarang. Jadi wajar kan kalau gue perhatian sama lo?"
Aku melebarkan mata kaget, "Pacar?!"
"Lupa? gue tadi kan bantuin lo ngerjain tugas, dan gue cowok jadi gue fix pacar lo"
"Gila lo, omongan iseng gue di tanggepin serius. Idup lo terlalu serius"
Ravan tidak membalas ucapan ku, aku juga jadi ikutan diem mau gak mau
Tak lama kemudian kami sampai disalah satu restoran yang paling ku hindari
"Lo masih suka nasi gudeg Bu Yuyum kan? Yuk turun"
Aku masih terdiam, kenapa harus tempat ini?
"Van, boleh pindah resto aja gak? gue tunjukin resto enak disini deh asal jangan tempat ini" ucapku ketika dia membukakan pintu mobil
"Kenapa ra emang nya?"
"Gue males flashback"
Ravan terdiam, aku tau pasti dia mengerti apa maksud ku
Tangan ku diambil nya lalu digenggam, "Enggak ra, justru karena itu gue bawa lo kesini. Banyak hal yang perlu kita perbaikin dan gue jelasin. Lo emang gak penasaran kenapa gue tiba-tiba bisa ada di kota ini?"
Aku tak bisa berkata apa-apa, semua terjadi terlalu cepat.
"Plis ra, kali ini aja"
Aku menghela napas. oke. kali ini aja
Aku menganggukkan kepala dan keluar dari mobil. Dan tangan nya yang masih menggenggam tangan ku juga kubiarkan saja untuk kali ini.
Kami duduk dipojokan, tempat yang dulu menjadi saksi bisu kejadian itu
"Tunggu bentar ya ra, biar gue pesenin dulu makan nya"
Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban
Tak lama Ravan kembali dengan membawa makanan, "Kita makan dulu ya ra. Baru abis itu gue jelasin semua nya"
Aku hanya mengangguk lagi, dan memulai memakan makanan yang telah di pesan oleh nya untuk ku. Menu kesukaan ku, nasi gudeg polos. Dia masih inget ternyata
Tak membutuhkan waktu lama, kami pun selesai dengan makanan masing-masing.
Aku menatpnya yang duduk di depan ku sekarang, "Jelasin sekarang van, gak usah lama-lama, gue pengen pulang"
Dia menatapku dengan pandangan yang paling ku benci, seolah aku perempuan yang paling istimewa.
"Maafin gue ra karena dulu udah jahat sama lo. Gue terpaksa. Itu semua demi lo. Tapi maaf gue gak bisa jelasin alasan nya sekarang, belum waktunya"
"Terus waktu nya kapan van?! Sampai kapan lagi gue harus nyimpen luka ini tanpa tau alasan lo apa naro luka itu digue"
"Nanti ra. pasti gue akan ceritaiin alasan gue yang sebenernya, tapi gak sekarang. Plis percaya sama gue kali ini"
"Gue udah sering percaya sama lo, tapi hasil nya selalu mengecewakan"
"Iya gue tau ra, maaf. Tapi gue bisa jelasin kenapa gue ada di kota ini"
"Apa? apa alasan nya?"
"Karena kota ini tempat dia dulu dilahirkan dan tumbuh. Dan lo tau kenapa sekolah kita yang gue pilih? Karena sekolah itu juga tempat dia dulu menimba ilmu"
Aku shock. Aku salah denger kan? Gak mungkin kan semua hal yang ada disini berhubungan sama dia
"Becandaan lo gak lucu van"
"Gue serius ra, makanya pas tau lo juga pindah ke kota ini dan sekolah disekolah itu, gue kaget"
"Ini gak mungkin....."
Ravan menggenggam tangan ku diatas meja, "Ra ini semua nyata, stop lari dari kenyataan. Gue tau itu terlalu sakit, tapi lo harus hadapin. Kita udah bukan anak SD lagi sekarang"
Aku menatap nya dengan mata yang menahan air mata, "Van, kita pulang ya? Gue capek"
Dia menggelengkan kepala nya, "Enggak ra, gue belom selesai. Gue cuman mau lo gak dendam sama dia lagi. Gue seneng lo pindah ke kota ini, dengan begitu paling enggak gue yakin lo bisa nyembuhin luka lo itu. Dan gue akan bertanggung jawab menghapus luka yang udah gue taro buat lo"
"Jangan ngomong hal yang gak mungkin van. Lo tau gue benci orang yang suka mengumbar janji padahal gak bisa ditepatin"
"Ra percaya sama gue, kali ini gue gak akan nyakitin lo lagi. Gue sumpah ra. Udah cukup kita berjauhan terlalu lama. Mungkin ini cara tuhan untuk memperbaiki semua nya dengan cara lo pindah ke kota ini dan ketemu gue"
Aku menatap matanya mencari kebohongan atau keraguan. Tapi mata itu hanya menunjukkan kesungguhan dan kejujuran. Bagaimana ini ya tuhan?
"Ra, plis kasih gue kesempatan lagi. Kali ini gue janji gak bakal sia-siain kesempatan yang lo kasih"
Aku terdiam cukup lama, sambil memandangi tangan ku yang digenggam olehnya. Banyak pertimbangan yang harus ku pikirkan. Jika ku jawab iya berarti itu artinya aku siap untuk kembali dikecewakan
Baiklah, aku sekarang tau harus mengambil keputusan apa
Aku menatap mata nya yang dulu selalu menjadi kebiasaan ku
"Oke, gue kasih lo kesempatan lagi. Tapi bukan kayak dulu. Cukup kita berteman biasa. Dan jangan pernah ngebahas masa lalu apapun didepan gue lagi. Gue disini mau buka lembaran baru tanpa bayang-bayang masa lalu. Kalau lo gak sanggup, gpp. Gue juga gak masalah"
Ravan terlihat berfikir, lalu dia tersenyum menatap ku. "Gpp ra, jadi temen aja udah cukup buat gue. Makasih banget ra"
Aku mengangguk sebagai jawaban, "Udah kan? Gue mau pulang"
"Oke, gue anterin ra"
"Gak usah, gue bisa balik sendiri. Lepas tangan lo"
"Pulang sama gue, atau tangan lo gak bakal gue lepas"
Shit. Sifat ngatur nya balik lagi. Gue kira udah jinak tadi
Aku memutar bola mata malas, "Oke fine, lo yang anter gue pulang. Sekarang lepas tuh tangan"
Dia pun melepas tangan nya. aku berjalan mendahului nya
"Ra! Tungguin napa"

KAMU SEDANG MEMBACA
Secrets
Fiksi Remaja"Setiap manusia punya rahasia, baik kecil atau besar ukurannya. Jika dikatakan ke semua orang bukan rahasia lagi namanya."