Diperebutkan

73 11 0
                                    

"Ravan, lepasin tangan gue!"

Tak dihiraukan nya ucapan ku. Justru dibawa nya aku berjalan sambil bergandengan tangan.

***

Ravan membawa ku ke halaman belakang sekolah yang selalu sepi, dan dilepaskan nya tangan ku.

Ku elus tangan ku yang merah berbekas karena pegangan nya yang begitu erat.

"Mau lo apa? To the point aja. Gue sibuk" ucap ku dengan ketus

"Kenapa ke kota ini?"

"Bukan gue yang mau" jawabku ketus

"Turunin nada suara lo! Jangan buat gue kesel. Gue ngomong sama lo biasa"

Ku kepalkan tangan, gemeretak gigi ku terdengar

"Lo nyuruh gue ngomong baik-baik?! Lo sadar gak! Tadi lo seret gue kesini! Tangan gue merah gara-gara lo! Lo yang di kota sana sama di kota ini, gak ada beda nya ternyata! Sama-sama cuman mikirin diri sendiri!"

Nafas ku terengah-engah saking tak tahan menahan amarah

Ravan diam menatap ku, tatapan nya selalu sama...

Datar

Sifat nya tak ada yang berubah sama sekali walau sudah lama tak bertemu, yang berubah hanya fisik nya saja. Dia terlihat jauh lebih tinggi sekarang.

"Kok diem? Baru nyadar kalau lo salah?"

Dia menggeleng kan kepala, "Kalau gue gak nyeret lo. Lo bakal kabur"

Aku tertawa sinis, "Lo banget. Suka menyimpulkan semua nya sendiri"

"Ra..."

"Ravan. Bisa langsung ke inti nya aja? Gue udah capek. Gue ke kota ini enggak ada niat buat ketemu lo. Lo adalah masa lalu gue dan gak ada lagi kesempatan buat jadi masa depan gue"

"Maaf"

Aku menghela nafas, "Lo selalu kayak gini. Selalu ngucap maaf dengan gampang nya"

"Kali ini gue serius. Gue mohon. Ini semua diluar dugaan gue"

"Lo terlalu percaya sama pikiran lo, sampai lo lupa masih ada Tuhan yang menentukan segalanya"

Ravan terdiam kembali mendengar ucapan ku.

"Dari dulu gue selalu maafin lo. Gue selalu kasih lo kesempatan, tapi lo sia-siain semua nya"

Ravan menghela nafas, "Itu dulu. Gue mohon kasih gue kesempatan lagi"

"Gue--"

Ucapan ku terpotong ketika tiba-tiba seseorang menggenggam tangan ku.

"Jangan maksa dia! Lo gak punya hak apapun buat maksa dia"

"Alfa--"

Genggaman tangan nya makin erat. Di palingkan muka nya kearah ku dan tersenyum, seolah mengatakan untuk mempercayainya

Wajah nya kembali ia palingkan kearah Ravan, ditatapnya Ravan dengan tajam

"Kalau lo cowok, lo gak bakal maksa cewek kayak gini"

"Apa urusan lo? Ini masalah gue sama Rara. Lo bukan pacar nya kan? Jadi mending lo pergi sekarang" Usir Ravan

Alfa tersenyum mengejek

"Untuk sekarang gue belom jadi pacar nya. Tapi gak tau nanti. Kita gak ada yang tau masa depan bung" Ucap Alfa

Aku menatap mereka berdua bingung. Ini kenapa aku merasa seperti sedang diperebutkan?

Mereka saling melempar tatapan tajam. Tangan ku masih digenggam Alfa.

Mereka harus dihentikan, sebelum terjadi pertumpahan darah di sekolah ini.

Ku lepas genggaman Alfa dengan keras. Dan berhasil.

"Alfa, Ravan. Stop! Kalian ini sebenarnya ngapain sih?"

"Lo bego atau pura-pura bego?" Ketus Ravan

"Lo gak paham juga Ra?" Ucap Alfa

Oke. Aku benar-benar bingung sekarang. Masa iya, mereka beneran lagi ngerebutin aku?

"Jangan bilang..."

"Bagus kalau paham" ucap Ravan

"Kalian buta ya? Kok ngerebutin gue? Kayak gak ada cewek yang lebih cantik aja"

Setelah berkata seperti itu aku pergi meninggalkan mereka berdua. Aku tak bisa menyembunyikan pipi merah ku ini.

Perempuan mana sih yang gak senang direbutin? Mana mereka berdua wajah nya lumayan-lumayan semua. Kan aku jadi salah tingkah.

SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang