Seoul, 2012
"Jadilah pacarku."
"Itu pemaksaan! Aku tidak mau."
"Aku akan memukulmu."
"Jeon, kau sangat kasar! Aku menyukai pria romantis yang lembut. Jadi kubur saja mimpimu itu."
Si Cantik sedang kesal, merajuk. Ia menghentak keras sepatunya ke tanah tempat mereka berpijak.
Hari kelulusan. Sangat indah karena sakura sedang mekar mekarnya. Tepat di atas mereka ada sakura yang melindungi terobosan sinar matahari agar tidak merusak suasana dua insan berbeda gender di bawahnya. Romantis sekali bukan? Sayangnya sama sekali tidak sesuai dengan momen yang baru saja rusak karena pernyataan si pria.
Sakura memang indah. Warna merah muda lembutnya seperti lambang perasaan di pemuda.
Sayangnya, Jeon Jungkook bukan pribadi yang mudah mengekspresikan perasaan. Percayalah dia sangat buruk.
Seperti saat ini contohnya.
Bukankah itu aneh ketika melihat seorang pria meminta gadis menjadi kekasihnya dengan sentakan dan mata tajam?
Tapi bagi Jungkook itu semua tidak penting. Hal yang paling penting adalah bagaimana perasaannya pada Jiyeon.
Gadis cerewet yang sukses menarik perhatiannya secara utuh, keseluruhan, dan tak terelakkan. Si mulut comel itu selalu mengganggu waktu istirahat Jungkook dengan banyak pertanyaan tidak penting.
Bagaimana bisa mereka dekat?
Sulit mengatakannya tapi mereka adalah teman sebangku sejak tingkat pertama sekolah menengah. Jiyeon yang kelewat riang dan Jungkook yang super dingin. Sempurna.
Mendengar keluhan Jiyeon tentang hari Senin, teriakan hebohnya dengan kumpulan PR yang lupa diselesaikan, gerutuan pusing dengan berbagai pelajaran yang dipaksa masuk ke otak, semua itu adalah hal yang sangat menjengkelkan bagi Jungkook tetapi lama kelamaan menjadi kebiasaan yang selalu ia nanti.
Jiyeon sanggup merubah hidupnya.
Setidaknya ada setitik warna di hamparan kelabu episode kehidupan Jeon Jungkook.
"Jangan pergi dulu." Kali ini Jungkook melembutkan suara saat melihat Jiyeon akan beranjak. Memegang lengan si gadis dan melayangkan tatapan melunak. Bagaimana hati Jiyeon tidak berdesir menatapnya?
Percayalah, Jungkook itu sangat tampan. Sayang para gadis terlalu takut untuk berdekatan dengannya karena sifat judesnya yang kelewatan. Jungkook juga irit bicara, tidak mau menatap lawan bicara, tidak mau duduk berdekatan dengan orang. Bukan tanpa alasan, Jungkook hanyalah sosok introvert yang sebenarnya juga butuh teman. Hanya saja teman sekelasnya terlanjur takut. Padahal menurut Jiyeon tidak ada yang perlu di takutkan.
"Apa?"
"Maafkan aku. Baiklah akan kuulangi tapi ini yang terakhir jadi dengarkan baik-baik."
"Hmmm."
Jiyeon menunggu dengan degup berkejaran, hatinya seakan mau meloncat keluar mengetahui perasaannya berbalas. Dengan senyum bodoh, Jiyeon menatap Jungkook intens. Sembulan giginya tidak dapat disembunyikan.
"Park Jiyeon maukah kau jadi kekasihku? Ah tidak. Kau bukan barang jadi kuulangi. Park Jiyeon maukah kau menjadikanku kekasihmu?"
Jiyeon tersenyum lebar melihat raut wajah merah padam Jungkook. Bahkan lelaki itu tidak menatapnya saat mengungkapkan perasaan. Jiyeon hampir berteriak karena Jungkook sangat menggemaskan!
"Hey, kenapa kau tidak menatapku!"
"Diamlah. Cepat katakan iya."
"Tidak sampai kau melihatku." Jiyeon melipat tangannya di depan dada. Menantang.

KAMU SEDANG MEMBACA
[ ✓ ] Fate
FanfictionTakdir tidak akan sebaik itu dalam menuruti segala keinginan manusia yang menggantungkan nasib padanya. Manusia bisa saja berencana tetapi ada tangan lain yang lebih berkuasa dalam sebuah kehidupan. Karena Jiyeon tidak pernah bisa memilih dengan si...