Date?

198 46 1
                                    

"Jiyeon, aku ingin kau datang ke April Cafe besok malam."

Krystal tiba-tiba duduk di hadapan Jiyeon yang sedang membaca buku Dan Brownーpenulis novel fiksi kesukaan Jiyeon.

"Kencan buta lagi?"

Krystal mengangguk semangat membuahkan tawa kecil dari bibir manis Jiyeon.

"No, Krys. Aku tidak mau ikut semacam itu. Waktu di Korea saja aku anti dengan yang seperti itu. Lagian aku tidak sedang kesepian."

"Itu karena kau sudah punya Jungkook waktu itu!" protes Krystal kesal. "Kali ini berbeda Jiyeon dan aku harap kau mau mencobanya."

Jiyeon terlihat berpikir sebentar, mungkin tidak buruk membiarkan dirinya bersenang-senang sedikit dari kungkungan bayang-bayang Jungkook.

"Baiklah akan kupikirkan lagi." Meskipun ia tak yakin dengan usulan Krystal.

Krystal memekik senang, usahanya membujuk Jiyeon tidak sia-sia.

"Aku yakin kau akan menyukainya!"

"Hmm."

Jiyeon hanya menggumam tidak tertarik. Ia kembali larut dalam buku sedangkan Krystal memilih bersandar dan memejamkan mata di sandaran bangku taman.

Jiyeon tidak sepenuhnya fokus, pikirannya liar teringat dengan percakapan terakhirnya dengan Jungkook.

×

×

×

Setelah menerima voice mail dari Jungkook, secepat kilat Jiyeon mencoba menghubungi pria itu. Jiyeon bahkan sudah tidak bisa menghitung berapa kali missed call yang ia hasilkan karena Jungkook tak kunjung menjawab.

Dering ketiga di usaha yang ke dua puluh tujuh akhirnya Jiyeon mendengar suara Jungkook, suara yang sangat ia rindukan.

"Jiyeon!"

Jiyeon tersenyum dalam sambungan di seberang. Akhirnya ia mendengar suara Jungkook lagi.

"Hai."

Kaku.

Jiyeon tidak tahu harus merespon seperti apa. Fase pertengkaran mereka sangat tidak masuk akal bagi Jiyeon.

Selama berpacaran empat tahun, tentu Jiyeon dan Jungkook sering bertengkar tapi yang kali ini berbeda karena Jiyeon merasa Jungkook menjadi sangat jauh, pun sebaliknya.

"Jiyeon, apa kau sudah eumー"

Jiyeon menunggu dengan senyum simpul, Jungkooknya yang kaku sedang menata kata. Dengan sabar Jiyeon menunggu meskipun saat ini rasanya ia ingin menghambur ke pelukan Jungkook.

"Apa kau sudah menerima voice mail-ku?"

Senyum Jiyeon semakin lebar.

"Ya, aku sudah mendengarnya berulang - ulang."

"Aishh memalukan."

"Kenapa?"

"Itu sama sekali bukan gayaku."

Tawa renyah Jiyeon meledak mendengar nada frustasi Jungkook yang sangat aneh. Jungkook masih tetap Jungkook.

"Kau bagus Jung, aku menyukai suaramu."

"Berhentilah tertawa!"

Jiyeon semakin meledakkan tawanya.

Baik keduanya seakan lupa jika pernah ada jurang yang mereka ciptakan sendiri di antara mereka.

[ ✓ ] FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang