CHAPTER 11

1.8K 62 9
                                    

'Album usang menuai perih.'

Seperti instrumen pendukung di musiknya, Lean bermain gitar di tengah suara hujan mengiringi setiap bait puisi yang dibaca Radin. Hanya dua hari lagi untuk acara perpisahan ini. Mereka pun bekerja keras mengulang ulang puisi tersebut walaupun tangan Lean dan lidah Radin sudah fasih melakukannya.

"Satu kali lagi ya, setelah itu baru kita pulang," instruksi Lean pada Radin.

"Oke kak!" Jawaban semangat dari Radin. Mereka pun mengulangnya dari awal dengan serius. Dan kali ini mereka memang benar benar sudah siap untuk tampil dua hari lagi.

"Aaah, akhirnya selesai juga," kata Radin sambil menghembuskan nafas beratnya. Ia pun berkemas kemas untuk segera pulang.

"Din, lo pulang sama apa? Udah sore begini lo!" Tanya Lean yang sebenarnya malas bertanya karena tau pasti Radin malas bawa perasaan dengan masalah ini.

Radin pun langsung tersenyum mendengar hal tersebut. "Cieee... perhatian......". Mendengar hal tersebut Lean langsung bertanya sekali lagi dengan tegas. "Lo ada yang jemput nggak? Kalau nggak gue anterin!"

"Huu... ampuni dijah tuan. Oke, dijah akan pulang dengan tuan," jawab Radin sambil menahan tawanya.
Mereka pun keluar dari ruang seni dan berjalan beriringan di koridor. Demi menepis keheningan yang terjadi beberapa saat Radin pun mulai berbicara.

"Kak, gue mau ngasih tebak tebakan nih,"

"Apaan tuh?" Tanya Lean penasaran.

"Lo tau nggak siapa yang paling berani nyentuh kepala presiden?" Tanya Radin menantang.

"Bapaknya?"

"Bukan."

"Ibunya?"

"Ya, bukan."

"Terus elo gituh?" Tanya Lean yang mulai memanas sekarang.

"Penasaran???"

"Iya." Jawab Lean malas.

"Jadi yang berani nyentuh kepala presiden itu tukang cukur kak!" Kata Radin memberi jawaban dengan bangga.

"Lah, napa?"

"Karena dia kan kalau mau nyukur dan ngolesin sesuatu di rambut pasti dipegangkan kepala bapaknya."

"Tumben lu pinter?" Tanya Lean sambil meledek.

"Leaaaaannn!" Radin pun berteriak kesal yang membuat orang yang masih tinggal di sekolahnya mendengar teriakan Radin.

"Shut...... lo berisik aja," tegur Lean pada Radin. "Lo manggil ketos pake nama aja. Kayak bapak lo aja yang punya sekolah."

"Biarin, lo bikin gue kesel. Lagian itu sebuah kebanggaan buat gue bisa manggil ketos seenak jidat gue aja," jawab Radin menunjukkan wajah bangganya pada Lean.

"Terserah lu dah. Gue mah pasrah aja sama cewek yang spesiesnya kayak lo," balas Lean sakratis.

"Huuu, ternyata ketos yang diteladani ini bisa kasar juga ya?" Tanya Radi sinis.

"So pasti dungs!" Mendengar kalimat alay milik Lean, tawa pun pecah diantara mereka berdua yang mengisi suasana baru di di antara mereka.

"Dasar ketos gesrek!'

"Biarin, ble." Jawab Lean sambil menjulurkan lidahnya.

"Betewe kita pake baju apaan ya pas tampil? Gue rasa lebih baik kita pake baju couple gitu?" Tanya Radin dengan gayanya yang 'sok' imut.

Si KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang