[11] Mendekat?✔

1.6K 95 2
                                    

Setelah hampir satu jam diatas rooftop, Azhar mengajak Reta untuk pergi ke kantin. Melihat wajah Reta yang memucat dan terus memegangi perutnya, Azhar khawatir. Ternyata penyakit maag-nya kambuh.

"Kamu kenapa nggak bilang kalo belum makan, terus punya penyakit maag?" Tanya Azhar. Ia begitu khawatir, dan sekarang menggunakan aku-kamu lagi.

"Asik aja di-rooftop," jawab Reta dan di susul ke kekehan.

"Tapi itu bikin kamu sakit," oceh Azhar.

"Udahlah, ngoceh mulu lo."

Reta melahap makanannya, ia begitu lapar. Sedangkan Azhar, ia sibuk memperhatikan Reta sedari tadi. Merasa risih, Reta memergoki Azhar yang sedang menatapnya.

"Kenapa lihatin mulu, sih?" Tanya Reta kesal.

"Kamu lucu kalo lagi makan," jawab Azhar di susul dengan senyuman.

"Huh, gue makan aja lucu. Gimana kentut?" Sindir Reta, ia heran saja dengan sikap Azhar.

"Wait! Lupa perjanjian, Neng?" Tegur Azhar.

Reta memutar bola matanya, "Ingat. Tapi geli pake aku-kamu, berasa orang pacaran."

"Lho, kita 'kan emang pacaran!" Teriak Azhar dan menekankan kata 'pacaran'. Reta menutup wajahnya malu, semua pandangan murid yang sedang berada di kantin tertuju ke arah mereka.

Azhar tertawa lepas, siapa suruh membangunkan sifat jahil gue, batin Azhar. Reta mencubit lengan Azhar keras, dan alhasil Azhar kesakitan. Tapi, setelah itu ia tersenyum.

"Lo gimana sih? Pake acara teriak-teriak segala, ntar di kira orang kalo kita pacaran gimana?!" Ketus Reta.

"Lagian, kamu nggak ingat perjanjian." Jawab Azhar santai.

Reta membuang napas kasar, ia rasa percuma juga kalau beradu argumen dengan Azhar karena pastinya ia akan kalah. "Iya Azhar. Maaf, aku lupa."

Azhar langsung tersenyum penuh kemenangan, "Nah gitu dong."

Mereka melanjutkan menyantap makanan masing-masing, Reta sesekali curi pandang ke arah Azhar. Entah kenapa ia jadi suka melihat wajah tengil Azhar, apa Reta sudah memiliki rasa lebih dari teman?

"Jangan curi-curi pandang gitu, langsung aja natap orangnya." Sindir Azhar, sambil mengusap pinggir bibirnya dengan tisu.

Seketika Reta gelagapan, ia berusaha mencari alasan yang tepat. Gengsi jika harus berkata jujur kalau ia memang benar curi pandang ke arah Azhar.

"Apaan sih?! Kurang kerjaan banget curi pandang segala," elak Reta.

"Ngeles aja kayak baj-"

Drrt... drrt... drrt...

Ponsel Reta bergetar, ia mengambilnya di atas meja--tempat mereka makan. Lalu mengecek siapakah yang mengirimkannya sebuah pesan.

Bude Rani

Kalo udah pulang sekolah, jangan nongkrong dulu. Cepetan pulang, terus bersihin rumah. Kalo udah, kamu masak yang agak banyakan. Soalnya Om Ardi mau makan bareng lagi. Ini perintah! Awas kalo gak dikerjain.
09.40

Membaca pesan dari Rani, Reta mendesah pelan. Lalu langsung mengetikkan beberapa kata yang akan di kirimkan ke Rani.

Iya Bude
09.41

Melihat raut wajah Reta yang berubah, Azhar mengernyitkan dahinya. "Ta, kamu kenapa?"

Reta membuyarkan lamunannya, "Nggak, nggak apa-apa."

"Masa sih? Kok ekspersinya jadi berubah? Ada masalah?" Tanya Azhar, ia mengelus punggung tangan Reta yang berada di atas meja. Ini namanya kesempatan dalam kesempitan, dasar cowok rese.

"Kita ke rooftop lagi yuk, pengen kena angin." Pinta Reta, kali ini ia yang mengajak Azhar.

Awalnya Azhar bingung, kenapa tiba-tiba Reta mengajaknya ke rooftop lagi. Tapi Azhar langsung meng-iyakan permintaan Reta, ia menggandeng tangan Reta. Jangan lupakan tatapan dari siswi-siswi yang tak lain, tak bukan adalah fans Azhar.

"Zhar, kenapa banyak yang lihatin kita sih?" Tanya Reta risih melihat tatapan tajam dari murid-murid, terutama murid perempuan.

Azhar mengeratkan genggamannya, "Kamu lagi jalan sama siapa?"

Reta mengernyitkan dahinya tak mengerti, "Cowok rese."

"Rese-rese begini banyak yang suka, buktinya banyak yang lihatin aku." Jawab Azhar dengan percaya diri.

Reta memutarkan bola matanya, sedangkan Azhar tersenyum percaya diri. Tapi, sekarang Reta merasa lebih nyaman berada di dekat Azhar. Apakah ini yang namanya benci jadi cinta?

Di sini lagi, di rooftop sekolah. Azhar dan Reta duduk bersebelahan, menatap cerahnya langit biru dan awan putih yang menghiasi bumi. Pelangi yang menemani obrolan mereka tadi sudah hilang, kini hari pun tidak terlalu panas.

"Kenapa kamu jutek plus judes sama semua orang?" Tanya Azhar tiba-tiba.

"Terserah aku lah."

"Nah 'kan, jutek lagi."

Reta terkekeh, "Tadi bercanda."

"Menurut aku, jutek sama judes itu ibarat tameng. Buat aku bertahan, jalanin kehidupan dengan tenang. Aku gak terlalu suka sama keributan atau keramaian, bikin risih." Jawab Reta.

"Oh, gitu." Azhar mengangguk mengerti.

Lalu Reta melanjutkan, "Tapi ternyata itu gak bikin hidup aku nyaman, itu malah bikin hidup aku runyam."

"Hidup itu sebenarnya enak-enak aja, tapi kita-nya yang bikin hidup seolah-olah susah buat di jalanin." Jelas Azhar.

Reta mengangguk membenarkan ucapan yang keluar dari mulut Azhar, "Kalo kamu kenapa sih selalu bikin orang kesel? Gangguin orang, tapi itu malah bikin kamu ketawa."

"Nah, prinsip aku tuh, masa SMA itu jangan monoton-monoton aja, cari kesenangan, biar dapat kenangan." Kata Azhar, "Dan kesenangan aku itu ya gangguin orang."

"Ada, ya, gangguin orang malah bikin senang." Ucap Reta heran.

"Ya, ada dong. Makanya mendingan kamu ikutin prinsip aku. Pasti bikin happy deh." Ujar Azhar.

***

Ngaret se-ngaret-ngaretnya, maaf yaaa. Ada kendala sedikit lah. Eh, bukan kendala sih.

Jadi gini, kenapa gue lama banget gak update chapter baru Azhar ini?
- soalnya belum selesai ngetiknya
- ide gue belum datang buat cerita Azhar ini.

Harap maklum ya temaaann!

Oke, see u next chapter yang gak tau kapan diupdate. Xixi.

Tertanda :
Adeline Isyaura

AzharTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang