2. DOR

125 8 3
                                    

Bel sekolah sudah berbunyi, jam menunjukkan pukul 06.30 tandanya semua siswa & siswi harus memasuki kelasnya masing-masing.

Didepan kami sudah ada ibu Atma yang mengajar pelajaran PKn, Ibu Atma juga sering kami bilang Ibu min 5, karena setiap kami melakukan kesalahan maka nilai kami akan dikurangkannya 5.

Hari ini kami duduk berdasarkan kelompok diskusi yang sudah dipilih pada hari sebelumnya.

"Kumpulkan makalahnya!" Kata Bu Atma sedikit tegas pada kami.

Firasatku tidak baik hari ini. Aku teringat kemarin sore teman kelompokku mengerjakan makalah ini, sedangkan aku tidak ikut sama sekali mengerjakannya.

Tidak salah dugaanku, Ibu Atma menanyakan hasil makalah yang kami kumpulkan dan bertanya siapa saja yang ikut mengerjakan dan yang tidak ikut mengerjakannya. Lebih sialnya mereka jujur kalo aku tidak ikut mengerjakannya.

"Risha Inara Febiyana!"

Deg.

Suasana hening dan spontan seluruh seisi kelas menyorotkan pandangan mereka pada satu titik, padaku.

Dengan terpaksa aku mengangkat tanganku walaupun sebenarnya terasa berat, "Ss- saya bu," jawabku dengan gugup.
"Maju kedepan, sekarang!" kata bu Atma dengan tatapan sinisnya.

'Mampus' batinku.

Akupun maju kedepan dengan rasa kaki yang berat untuk dilangkahkan, ditambah lagi badan ku yang terasa kurang enak karena belum sembuh total.

Pertanyaan demi pertanyaan ibu lontarkan padaku, "Kenapa kamu ini Risha! Kenapa kamu tidak ikut mengerjakan makalah ini? Sedangkan yang lainnya ikut mengerjakan semua!" ucap bu Atma dengan penuh tekanan pada tiap katanya.

Aku hanya menunduk, "Ss-saya kemarin s-sedang sakit bu." jawabku terbata-bata.

BUKK!

Suara hentakan dari meja Bu Atma menambah tegang suasana.
"Kenapa kamu melihat kebawah terus! Liat mata ibu disini! Kamu melawan ya sama ibu! Hah!" dengan amarah ibu Atma memandangku.

Sumpah, badanku mulai terasa lemes. Kepala ku pusing, perutku terasa mual, pandanganku membiru seperti ada bayangan biru terbang melayang-layang. Keadaan sekitarku seperti berputar. Kaki ku yang awalnya tegak mulai lemah. Rasanya aku mau pingsan.

10 menit berlalu.

Dengan kuat aku menahan rasa ingin pingsanku, ocehan demi ocehan yang ku dengar dari mulut ibu terasa seperti angin lewat saking pusingnya kepalaku.

Aku tidak sanggup berdiri lagi.

Dengan tekad dan nyali yang kuat aku akan memotong ceramah Ibu Atma. Walaupun sebenarnya tidak sopan tapi mau bagaimana lagi, jujur aku tidak kuat lagi.

Tarik napas dalam-dalam dan hembuskan. Dan dalam hati aku mulai menghitung,

1

Deg

2

Deg..

dan

3

"Bu, bb-boleh saya izin duduk?" potongku karena sudah tidak sanggup lagi berdiri.

Bu Atma mengernyit lalu menaikkan sebelah alisnya.

Aku sangat gugup. Jika aku hanya diam saja, apa yang terjadi padaku nantinya.

Kelihatnya Ibu Atma paham dengan wajahku yang sudah memucat sedari tadi, lalu ia membuka suaranya kembali,

"Ya, silahkan." kata Ibu Atma masih dengan tatapan sinis selama aku berjalan menuju kursiku.

Akupun menghembuskan napas lega setelah diperbolehkan untuk duduk, jika tidak maka aku akan pingsan ditempat.

Jujur saja aku menahan air mataku sedari tadi, aku paling tidak suka dibentak-bentak, apalagi ditambah badan ku lemes, kepalaku pusing dan yang paling ku benci dada ku sesak, ya aku memang belum sarapan dan belum minum obat. Sampai aku duduk ditempatku pun aku masih dibentak. Sampai mereka semua sadar mataku sudah berkaca-kaca.

"Ayo kita ucapkan Selamat Ulang Tahun kepada Risha Inara Febiyana, semoga sakitnya juga cepet sembuh ya."

Tanpa diundangpun air mataku menetes karena tidak sanggup lagi pelupuk mata ku menahannya sedari tadi.

Aku tersontak terkejut mendengar kata yang keluar dari mulut Ibu Atma. Dan kue ulang tahun yang datang dibawa oleh sahabat ku.

Tanganku menutup wajahku yang sedang menangis terisak. Dugaan ku salah, ternyata sahabatku ingat dengan tanggal ulang tahunku.

"Selamat Ulang Tahun, Risha" ucap mereka secara bersamaan sambil membawakan kue ulang tahun untukku.

"Makasih semuanya, ternyata kalian ingat hari ini har-" belum selesai aku bicara langsung dipotong oleh Raudah.

"-Ah, nggak mungkin kali kita bakalan lupa sama ulang tahun sahabat sendiri" potong Raudah dengan senyuman pastinya.

Akupun hanya bisa tersenyum sambil menangis bahagia, bahagia mempunyai sahabat seperti mereka.

Semoga persahabatan kami terus seperti ini, batinku dalam hati.

Btw, doa aku di umurku 17 tahun ini, aku hanya ingin sehat selalu dan jangan mudah sakit lagi, aku benci penyakit sesak napas yang sering datang yang selalu menghantam dadaku.

Dan satu lagi, aku ingin impian dan cita-cita ku terwujud. Hm, kalo masalah cinta-cintaan sih bisa belakangan. Pokoknya yang terpenting aku harus selalu sehat terus. Aminn ya robb.

Step By StepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang